Arsip Kategori: CD Review

Seringai, Sebuah Album Musik Rock Kontemporer Bertajuk TARING

Kamarmusik.net, JAKARTA –TARING, adalah album ketiga dari band Seringai yang dirilis pada tanggal 11 Juli 2012. Sebuah album yang sudah dinantikan para penikmat musik rock/metal di seluruh Indonesia. Bermula pada bulan April 2012, ada sebuah berita lewat Facebook dan Twitter resmi Seringai yang mengumumkan peluncuran single lagu untuk album baru mereka Tragedi.

Seringai secara terang-terangan mengajak para penikmat musik untuk mendonlot lagu “Tragedi” melalui website mereka dan tentu saja 100% free. Namun single “Tragedi” ini masih belum terlalu matang dalam pengerjaan mixing lagunya. Saya pikir cara yang dilakukan Seringai ini cukup cerdas. Mereka ingin memberikan “makanan pembuka” kepada para Serigala (sebutan untuk fans Seringai) yang telah menanti album ini selama 5 tahun. Seringai ingin mengobati sedikit rasa penasaran dan mengajak fans untuk memberikan apresiasi terhadap lagu baru mereka ini.

Wah baik hati sekali ya mereka. Namun jangan senang dulu, saat itu pas malam harinya saya mencoba untuk membuka link donlotnya, eh ternyata eror. Seringai sendiri telah memberikan konfirmasi bahwa link untuk men donlot lagu itu memang sibuk karena saking ramenya fans yang ingin mendonlot.

Jadilah suatu perbincangan menarik di antara para jurnalis dan penikmat musik di Indoesia. Berbagai pujian maupun kritikan diterima oleh Seringai. Menurut saya, apa yang dilakukan ini juga untuk membuka mata mereka terhadap reaksi dari fans. Dengan cara seperti itulah, Seringai dapat belajar dan mencari tahu kekurangan atau kelebihan yang bisa dijadikan referensi untuk proses finishing album TARING.

Seringai akhirnya melepas album TARING pada tanggal 11 Juli 2012 dengan 2 versi yaitu deluxe edition dan regular edition. Deluxe edition hanya dijual sebanyak 999 keping di 2 Distro yang berada dalam wilayah Jakarta (@lawless_jkt ) dan Bandung (@omuniuum ). Sedangkan versi regular, bisa memesan lewat email di 2 toko tersebut.

Nah, ada cerita menarik dibalik pemilihan tanggal rilisnya album ini. Entah disengaja atau tidak, pemilihan tanggal 11 Juli ini bertepatan dengan tanggal pemilihan gubernur di salah satu kota tadi. Meskipun tokonya belum dibuka, puluhan fans sudah ramai berkumpul demi mendapatkan CD TARING deluxe edition ini di hari pertama. Toko @lawless_jkt dijadikan “tempat pencoblosan” bagi para Serigala.

Mungkin kalau di luar negeri, sudah jadi hal yang biasa melihat die hard fans rela antri di depan toko demi mendapatkan CD album dari band favorit mereka saat hari pertama. Namun di Indonesia, peristiwa tersebut sudah jarang kita temui, apalagi sekarang dengan maraknya donlot dan pembajakan. Semakin sedikit orang yang membeli CD dari musisi Indonesia. Seringai berusaha meyakinkan fans bahwa mereka “layak” untuk membeli CD album ini.

Seraya ingin menyampaikan pesan kepada die hard fans bahwa : “……………..kami tidak akan mengecewakan kalian dengan album yang dibuat asal asalan. Kami ingin membuat kalian merasa spesial saat mendengarkan album ini……………………….” Album TARING versi deluxe ludes 999 keping dalam 2 hari! Sebuah prestasi bagi Seringai.

Album TARING dibuka dengan lagu instrumental “Canis Dirus”. Judul yang aneh. Namun setelah dicari tahu, artinya adalah semacam jenis serigala yang mengerikan. Lagu ini diawali petikan gitar akustik kemudian disusul dengan elektrik dengan nada dan komposisi yang enak didengar. Walau rada slow, suasana yang dihadirkan cukup ‘gelap’,  seakan memberi peringatan awal kepada pendengar bahwa sisa lagu di album ini terasa ‘mengerikan dan berbahaya’.

Dilarang di Bandung

Dibuka dengan drum solo Edy Khemod, lagu pertama album TARING ini bertempo layaknya musik hardcore punk. Formula yang digunakan nggak jauh berbeda seperti 2 album sebelumnya. Lagu pembuka yang ingin berteriak kepada dunia bahwa “…..Seringai telah kembali, dan kami tidak merubah apapun. Mari kita bersenang senang……… ”.

Lagu ini menceritakan tentang pemberontakan kepada pihak pihak yang membenci Seringai dan komunitas penikmat musik metal di Bandung. Mereka nggak mau begitu saja tertindas. Lawan terus! Energi pemberontakan yang sangat terasa di lagu ini. Sangat cocok sebagai lagu pembuka, cepat dan agresif!

Taring

Judul lagu yang sama dengan judul album ini seperti lagu ‘penyemangat’ untuk para serigala. Seringai mengajak Serigala agar mau berusaha walaupun ada banyak ujian dalam meraih mimpi. Sebenarnya mereka ingin membangun musik yang bisa dinyanyikan bersama-sama dengan penggemar saat berada di atas panggung. Namun lirik yang ditulis menurut saya kurang pas kalau dibikin karaoke massal. Kurang menyatu dengan musiknya. “Taring” berisi lirik yang cukup positif.”…mari menghajar dunia…” . Mungkin pesan moralnya begitu. Lets rock and kick some ass 🙂

Fett Sang Pemburu

Lagu eksperimen dari Seringai ini terinspirasi dari cerita fiksi di film Star Wars. Jujur saja saya nggak mudeng sama liriknya, karena nggak pernah sama sekali nonton film itu. It’s fine for me. they do whatever they want. Rasanya seperti album dari Mastodon “Crack the Sky”, it opened my ears to the progressive side of Metal. Seringai bisa juga ya bikin lagu yang model begini dengan gitar solo Ricky Siahaan yang indah di menit ke-2.

Tragedi

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, awalnya lagu ini diperkenalkan ke publik melalui free download di website Seringai. Menurut berita, hari pertama saja udah 23.000 kali didonlot. Hingga hari ini angkanya menyentuh lebih dari 200.000 kali dan terus bertambah. Sebuah angka yang cukup fantastis. Dapat disimpulkan bahwa ‘secara umum’ banyak yang suka dan ingin mendonlotnya. Lewat “Tragedi”, Seringai berhasil merangkul para penggemar baru yang lebih muda dan penggemar yang belum pernah sekalipun mendengar musik Seringai.

Lagu ini bercerita mengenai kisah Arian 13, serta berisi kritik terhadap masalah moral di negeri ini. Memang cukup propokatibbb. Sebelumnya, lagu ini sudah sering dibawakan Seringai saat manggung. Awalnya memang belum ada judul lagunya . Namun saat proses rekaman, lagu ini di aransemen ulang lirik dan musiknya sehingga menjadi lebih berkelas. Terdapat bass solo dan gitar solo yang sangat nendang di lagu ini.

“……….salahkan yang diluar kendalimu. logika mati. mudah amarah………..” coba kamu temukan ada nggak band di Indonesia yang bikin lirik powerful kaya begini. Cuma SERINGAI yang cukup berani membuat lirik seperti itu. Mengejutkan juga, ada sedikit unsur Kvelertak di lagu ini. Menurut saya “Tragedi” is a perfect metal song.

Serenada Membekukan Api

Lirik lagu yang cukup propokatibb kembali ditulis oleh Arian 13. Lagu ini menyampaikan kritik sosial dan politik atas kebijakan pihak pihak tertentu yang merasa paling benar. Sangat terasa sekali nuansa stoner metal nya. Salah satu kalimat di dalam liriknya dituliskan begini “…..menabukan malam, membekukan api, sia sia………..” Seringai berani menuliskan kritikan kedalam penulisan lirik yang cukup puitis. Mereka menyampaikan aspirasi dengan cerdas.

Discotheque

Merupakan lagu cover dari Duo Kribo di era 70-an. Versi original dari lagu ini memang cukup kental nuansa progressive rock dan sedikit arabian. Namun kali ini coba dibongkar dengan aransemen khas musik stoner metal. Walaupun awalnya cukup aneh, namun tetap tidak kehilangan ciri khas dari musik Seringai. Really catchy.

Program Party Seringai

This one is my favorite song on the album. Paling berasa heavy metalnya. Saat diputer dengan volume maksimal, rasanya Seringai main band LIVE secara brutal di depan kamar saya. ”adrenalinku semakin terpacu”, nikmat banget buat headbang dan moshing

Lagu Lama

Pertama denger, Seringai kayak mau nunjukin sisi thrash metal mereka! Lagu paling berasa amarahnya melalui teriakan kencang Arian 13. Yeahh dude, i felt yer anger. Mereka luapkan emosi dengan jujur. Terdapat penulisan lirik yang cukup kotor, untung nggak kena sensor yah. Tempo lagu ini super cepat! Pokoknya gas puollllllllll……..!!

Lissoi

Seringai membuat cover untuk lagu daerah. Hah, yang bener??? Mereka kan band metal??? Emang bisa??? Jawabannya, siapapun nggak ada yang menyangka! Setelah pendengar dihantam dengan teriakan kasar di lagu sebelumnya, kali ini Seringai mengajak untuk lebih sedikit calm down . Pertama denger awalnya saya cukup jengkel dan nggak ngerti apa maksud mereka. Ngapain sih pake acara bikin lagu daerah???

Benar saja, saya nggak mengerti lirik lagu ini karena memakai bahasa Batak. Tapi setelah beberapa kali di dengar, wah asik juga. Lagunya easy listening and fun. Enak buat lagu karaoke bersama teman-teman saat nongkrong. Siapa bilang metalhead bisanya cuma membenci dan mencaci-maki? Siapa bilang metalhead nggak cinta tanah air? Lewat lagu ini, Seringai mencoba menyampaikan pesan bahwa mereka respect kepada seni daerah di Indonesia. Salut!

Infiltrasi

Durasinya terlalu cepat, alangkah lebih bagus kalo dipanjangin sedikit. Lagu yang komposisinya seperti album-album sebelumnya. Tidak ada yang spesial. Berasa banget suara bass solo dari Sammy Bramantyo. Motorhead style!

Gaza

Ini lagu instrumental pertama yang pernah dibuat Seringai. Pertama kali mendengarnya, timbul pertanyaan, “Ada juga ya BAND INDONESIA yang bisa bikin lagu seperti ini????”. “Gaza” terdengar ajaib, cerdas dan gilaaa! Seringai itu sekumpulan wong edan! Heavy metal dicampur terompet dan trombon itu ide sangat nggak masuk akal! Tapi Seringai berhasil meramunya jadi sebuah komposisi lagu yang harmonis. Apalagi denger pake earphone, akan lebih berasa kedaleman soundnya. Nggak membosankan walau diputer berulang ulang, 6 menit terasa sangat ringan.

Lagu ini dibagi kedalam 3 bagian. Dan mulai bagian ke dua, emosi kamu akan akan digiring dan dicabik-cabik layaknya suasana perang di Gaza. Suara double pedal drum Edy Khemod terdengar super powerful. Heavy and beauty at the same time. Lagu terbaik di album ini! Gaza is one of the coolest things i’ve ever heard from Indonesian Band , seriously dude!!!!

Saya pernah menulis pesan singkat kepada Seringai ” ……lagu GAZA ini bisa membuat Seringai menjadi salah satu band legend di Indonesia……..”

Secara keseluruhan, TARING merupakan album metal yang tetep heavy, namun dibawa ke level yang jauh lebih tinggi untuk ukuran band dari Indonesia. Menampilkan beberapa eksperimen yang cukup berhasil. Heavy Metal, thrash, acoustic, hardcore, punk, progressive, classic rock, hingga Kvelertak style! Mereka campur semua dalam album ini, they want it all in one album. Namun tetap terdengar ciri khas musik Seringai.

Walaupun Seringai enggan dibilang dewasa, tapi saya harus bilang secara musik mereka lebih dewasa. Tanpa mengurangi respect pada 2 album sebelumnya: High Octane Rock dan Serigala Militia, kali ini saya harus mengatakan TARING adalah album terbaik dari Seringai.

it’s a metal masterpiece.

Teks : Kurniawan Ardianto

Editor : Doddy Irawan

Kolaborasi Seksi Baim dan Gugun Blues Shelter dalam Let There Be Light

Kamarmusik.net, JAKARTA – Album kolaborasi trio power blues Gugun Blues Shelter dan Baim ini terjadi dari beberapa kali obrolan santai mereka di atas panggung. Ketika ide kemudian diwujudkan, semua pihak menyambut hangat. Kita sebagai pendengar, bisa ikut merasakan vibe positif yang mereka bangun sampai album ini selesai.

Album Let There Be Light dibuka dengan lagu “Bank Robber’s Blues”. Irama riang blues yang memiliki riff catchy, cukup memberi gambaran pada apa yang akan anda temui dalam album ini. Ketika vokal Baim dan Gugun masuk menyanyikan bait demi bait, semakin terasa deh komposisi blues yang nakal dan menggugah.

Kolaborasi Menggetarkan Pop yang Seksi dan Blues yang Nakal

Nggak perlu menduga-duga lagi, album ini akan penuh dengan riff–riff gitar yang tajam dan menggetarkan. Pertukaran nada-nada solo dari Baim dan Gugun sangat menarik untuk disimak. Secara sound, terutama buat penggemar Gugun Blues Shelter atau Baim, pendengar bisa membedakan mana tarikan solo dari masing masing gitaris. Baim banyak menggunakan fuzz dan midsound, sementara Gugun konsisten dengan distorsi khasnya.

Jangan khawatir, segmen adu jago di album ini akan tetap terasa hahaha. Pendengar dijamin nggak bakal merasa bosan, tapi justru semakin tertarik untuk sama-sama berekplorasi dalam harmoni gitar masing-masing.

Kawalan seksi ritem yang ketat dan padat dari Jono (bass) dan Bowie (drum) membuat lagu-lagu di album Let There Be Light kian solid dan seksi. Nggak heran, menurut saya mereka memang duo ritem yang sangat andal di negeri ini.

Lagu “Don’t Say Goodbye” dan “It’s You” sangat berpotensi jadi hits dan mampu menjangkau segmen pendengar yang lebih luas lagi. Dua lagu ini, menurut saya, bisa sedikit banyak menggambarkan hasil kolaborasi seksi antara Baim dengan Gugun Blues Shelter. Sebuah titik tengah di mana Baim yang banyak bermain di wilayah pop bertemu dengan Gugun Blues Shelter yang sangat kental dengan nuansa blues.

Let There Be Light, sungguh sebuah album kolaborasi yang mencerahkan 🙂

(@edofumikooo)

Tarikan Modern Rock N Roll ala Free On Saturday di Album Gravity

Kamarmusik.net, JAKARTA – Berisi 10 lagu bernunsa rock n roll dengan seluruh lirik berbahasa Inggris, FOS yang merupakan kependekan dari Free on Saturday, kembali bikin gebrakan.

Band beranggotakan Ariyo Wahab (vocal), Coki Sitompul (gitar), Bey (kibor), Rival Himran (bass), Rama Moektio (drum), dan Liek (gitar) memberi judul Gravity di album keduanya ini.

Album dibuka dengan hentakan lagu “Gravity” yang berirama medium. Ariyo Wahab membawa mood yang misterius ke pendengar dengan bernyanyi setengah berbisik. Sebuah opening track yang tenang tapi membius.

Perhatikan potongan lirik yang menarik, but love is stronger than gravity…

Di lagu “Tomorrow”, “Who Wants to Know”, dan “Welcome to My World”, mengajak kuping kita terbuai dengan lantunan rock n roll bernuansa modern khas FOS. Banyak sound unik yang muncul di lagu-lagu ini.

Perpaduan gitar raw namun tertata dari Coki dan Liek, cukup gagah dan seksi. Bass dari Rival dan drum dari Rama, mampu mengajak kita bergoyang. Kibor seakan tau diri menempatkan sound di tengah gemuruh instrumen lain.

Modernisasi Rock n Roll

Apabila didengarkan detil, turut menyumbang modernisasi pada band rock n roll ini. Riff gitar yang mengingatkan kita pada The Rolling Stones, band junjungan FOS, terdengar manis dan akrab di lagu “So Easy”. Menyusul lagu yang nggak kalah menarik kemudian yaitu “Ball and Chain” dan “Gimme Some Good”.

Lagu terakhir memberikan kejutan buat pendengar karena bernuansa santai ala musik di pantai dan hangat oleh sound akustik, dipadukan dengan nyanyian Ariyo yang santai tanpa beban. Aktor film Biarkan Bintang Menari ini menghadirkan choir yang dinyanyikan ketiga putrinya: Kyra, Jaimie, dan Sabine di lagu “Follow The Rainbow”.

Album Gravity di mastering oleh engineer asal Amerika, Steve Corrao di Nashville, USA. Sedangkan artworknya dikerjakan oleh penyanyi Ipang Lazuardi. Tidak berhenti disitu, album ini juga didukung oleh Oleg Sanchabakhtiar, yang dengan Planet Design Indonesia-nya, membuat 10 video musik yang DVD juga disertakan dalam kemasan.

Saya yakin gravitasi album ini bisa menarik anda semua, khususnya yang menggemari music rock n roll berkelas.

(@edofumikooo)

Good Life, Album JabalRootz Ini Menampilkan Good Music yang Berkelas

Kamarmusik.net, JAKARTA – JabalRootz yang sebelumnya adalah kuartet, kini hadir kembali dalam format trio. Personel yang tersisa sekarang adalah Baim (gitar), Koko Soetadi (kibor), dan Maryo (vokal). Mereka kembali menggebrak dengan sebuah album baru yang diberi judul Good Life.

Sekadar menyegarkan ingatan, nama JabalRootz itu secara bahasa berasal dari dua bahasa asing, yaitu bahasa Arab dan Inggris. Jabal bermakna gunung, sementara Rootz yang berarti akar. Grup band yang merupakan hasil transformasi dari Wiwik and Friends ini pernah hadir dengan lagu catchy bertitel “Siapa Namamu” dalam album perdana mereka Hirup Hidup, beberapa tahun yang lalu.

Kali ini, JabalRootz hadir dengan single yang nggak kalah cihuy yaitu “Wanita Patah Hati”. Sebuah lagu dengan atmosfer riang sekaligus lirik begitu dalam yang dijamin bakal banyak diamini oleh sebagian besar wanita. Yess, lagu ini sangat potensial menjadi hits.

Kejutan muncul di lagu berjudul “Slow”. Kehadiran si cantik nan berbakat Lala Karmela, berhasil mengangkat mood album ini menjadi lebih segar dan menyenangkan. Di susul kemudian oleh lagu “Rindu” yang mendapat bantuan petikan harpa nan indah dari Mesty. Sebuah instrumen yang sudah jarang terdengar soundnya di band-band pop Indonesia.

Tema yang unik juga menjadi kekuatan album ini, seperti lagu “Tarijiyo dan Talitta” atau “Coba Dengarkanlah Argumentasi” . Kedua lagu itu mempunyai pendekatan penulisan lirik yang tidak biasa.

Sound Mewah di Album JabalRootz

Baim sebagai gitaris sedikit banyak berusaha keluar dari pola blues atau rock yang udah jadi ciri khasnya. Sebuah usaha yang berhasil dan terasa pas di album ini, karena emang itu yang dibutuhkan. Maryo sebagai vokalis juga mempunyai suara yang khas, empuk dan merdu. Sound-sound kibor Koko di lagu seperti “Good Life” dan “Malam Indah” juga terasa mahal dan berkelas.

Band JabalRootz ini sangat berpotensi mendapat tempat di pencinta musik Indonesia. Lagu lagu di album Good Life ini dikemas dengan segar dan menarik dari wilayah lirik. Must buy!

edofumikooo

Album Analogi/Logika, Karya Solo Dochi Sadega yang Romantis dan Jujur

Kamarmusik.net, JAKARTA – Dochi Sadega dikenal sebagai bassist dari grup punk Pee Wee Gaskins yang udah memiliki fanbase yang sangat besar di Indonesia. Secara karier band, mereka sedang menanjak dan nggak ada yang bisa menghentikan. Nggak hanya di Indonesia, tapi juga mulai menancapkan bendera di beberapa negara lain di Asia.

Lalu apa yang membuat Dochi Sadega merilis album solo yang surprisingly mempunyai warna musik yang menurut saya keluar dari pakem musik yang biasanya dimainkan di PWG.

“Album ini dibuat ketika PWG sedang libur manggung dan lagu lagu ini juga nggak cocok dimasukkan ke album PWG. Supaya lebih personal juga lagunya,” demikian menurut Dochi.

Kalau menurut saya rekaman ini mengandung dua hal: Romantis dan Jujur.

Dibuka dengan track lagu “Dalam Kelam” yang kalu menggunakan istilah sekarang, dikategorikan ‘lagu galau’.  Sebuah lagu patah hati, tapi dinyanyikan dengan cara optimistis. Suara piano adalah instrumen yang dominan di lagu ini. Entah alasan apa Dochi menaruh lagu ini sebagai opening track.

“Ten Fold Apology”, menyusul. Lagu ‘akustikan’ dengan strings section sebagai layer di background. Menjadi makin manis dengan suara latar perempuan di belakang. Siapa dia? Bisa dilihat di credits covernya nanti : )

Lagu ke 3 adalah lagu favorit saya pribadi, “Just to Dream of You”. Aransemen futuristik dengan perpaduan rap dari NSG yang sangat fasih, plus (lagi-lagi) suara vocal latar perempuan yang mistis. Suara Dochi pun masih menemukan ruang yang pas di lagu ini.

Lagu “Fluktuasi Glukosa” menjadi semacam akar pengingat dari mana Dochi berasal. Dengan aransemen instrumen gitar akustik dan suara synth yang khas PWG, lagu ini tetap punya kharisma untuk menjadi favorit bagi penggemar PWG. Sebuah lagu dengan spirit youngsters. Perhatikan saja nanti liriknya.

Lagu “Yang Terakhir”, benar benar menjadi yang terakhir. Lagi lagi dengan format akustik dan suara synth kibor. Sebuah lagu yang semangat dan calon sing along apabila Dochi menyanyikan di konsernya nanti.

Saluran Energi Musikal yang Romantis Dari Dochi Sadega

Bisa dilihat bahwa Dochi adalah musisi yang memiliki banyak ide di kepalanya dan memerlukan outlet untuk mengeluarkannya. Merilis solo album adalah sebuah jalan keluar. Romantis dalam penulisan lirik, tapi juga jujur dalam aransemen.

Album ini bukan masalah pembuktian musikal Dochi, tapi lebih kepada saluran energi musikal yang mengalir di otaknya dan dikeluarkan dengan cara yang lebih personal. Suatu hal yang nggak mungkin bisa didapat apabila melibatkan grupnya.

Semoga album dengan muka kartun Dochi memakai hidung anjing ini (lucu) bisa mengalir ke hati dan selera yang tepat dan menjadi personal juga buat pendengarnya. Selamat menganalogikan dan melogikakan musik ini!

Penulis : Morano

Editor : Doddy Irawan

Glenn Fredly, Luka Cinta & Merdeka Oleh TJ Singo

Kamarmusik.net, JAKARTA – Glenn Fredly, penyanyi pria penuh pesona bagi wanita. Itulah kesan (dan fakta) ketika menyaksikan show tunggal Glenn Fredly hampir setahun lalu di Yogya di sebuah hotel berbintang lima. Dua penonton wanita telah menyiapkan krans bunga untuk dipersembahkan padanya.

Mereka secara terpisah memberanikan diri menyeruak di antara penonton menuju panggung dimana Glenn Fredly bersuara dan memancarkan daya pikatnya. Mereka bahkan tak mau melepaskan pelukannya sampai Glenn selesai bernyanyi. Kedua wanita itu bahkan menangis di pelukan Glenn. Mereka merasa nyaman berada di dekat Glenn Fredly. Seakan tak ingin berpisah.

Glenn Fredly, Magnet Bagi Wanita Lewat Lagu-Lagu yang Penuh Romantika

Nyong Ambon berlesung pipit ini selalu menyapa ramah penontonnya. Bagaimana wanita tak jatuh hati padanya? Glenn juga mencintai orang-orang yang mengapresiasi karyanya. Dan ia juga mencintai negaranya. Kondisi negara yang tidak kondusif karena kehidupan politik yang tak berpihak pada rakyat membuat Glenn sering menyuarakan keprihatinannya di akun twitternya.

Tak berhenti di sana, Glenn menangis ketika mengadakan konser dalam rangka 17 tahun dia berkarya di dunia musik Indonesia beberapa saat yang lalu. Dia merasakan betul betapa memprihatinkan kondisi ini. Dia serasa tak berdaya sehingga harus menitikkan air mata di depan ribuan penonton konsernya. Dia terluka!

Tapi, luka itu tak dilanjutkan dengan bersuara lantang memprotes tanpa guna. Dia tuangkan segala keprihatinannya lewat tindakan nyata dan karya seni. Dia membuat dan mempromosikan gerakan VOTE (Voice from The East). Dia ingin mengingatkan pimpinan negara ini bahwa masih ada bagian dari negara ini yang mendapat ketidakadilan, dan itu ada di bagian timur negara tercinta ini.

Keprihatinan itu pula yang ingin dia sampaikan di karya terbarunya, sebuah album yang bertajuk Luka Cinta & Merdeka.

The Album

Didukung oleh band pengiring tetapnya, Bakuucakar, album ini dibuka dengan lagu “Merdeka”. Lagu ini menjadi lagu penyapa (pembuka) atas cerita yang ingin disampaikan Glenn pada pendengarnya. Di lagu berikutnya, Glenn bercerita tentang kondisi dunia yang disebutnya sebagai era gila serta kondisi negeri yang dipenuhi politisi gila materi di antara cerita cinta indah yang dimilikinya pada lagu “Selagi Ada Waktu”. Cerita dilanjutkan tentang “Jakarta”, kota yang angkuh tempat merajut kisah indah. Glenn adalah Glenn. Kondisi seperti apapun bisa diubahnya menjadi lirik lagu bertema cinta.

Cerita berlanjut ke rasa hati yang kuat, kerinduang yang sangat, “Renjana”. Judul lagu yang jarang digunakan kecuali lagu ciptaan Guruh Sukarno Putra lewat suara Grace Simon di tahun 1976. Setelah kerinduan yang sangat, Glenn bercerita tentang “Luka Dan Cinta”. Luka dan cinta adalah rasa getir dan manis. Setelah merasakan luka dan cinta, Glenn merasa seperti orang kehilangan arah sehingga dia harus “Menanti Arah”, bertanya pada penguasa negeri.

Cerita berlanjut pada lagu yang mendayu, “Sabda Rindu”. Dengan iringan musik yang lambat, Glenn ingin menyampaikan keinginannya menempuh perjalanan pulang ke hati pujaan hatinya. Setelah menyampaikan sabda rindunya, Glenn melanjutkan ceritanya tentang sebuah kisah sedih (balada) karena hidup tak semanis yang dikira. Balada itu dia sebut sebagai blues, “Blues Untuk Asmara”. Kisah sedih tak selalu terus terjadi. Glenn bercerita bagaimana ia berharap segera berjumpa dengan orang yang dikenalnya di “Lini Masa”. Sebuah lagu yang inspirasinya datang dari interaksi di jejaring sosial Twitter.

Membuka cerita di album ini dengan pekik merdeka serta kegalauannya kondisi dunia, Glenn menutup ceritanya dengan kisah sedih atas hubungan asmara seperti yang dikisahkannya pada “Untuk Sebuah Nama” dan “Abadi”. Dia harus bersedih atas hubungan yang tak berakhir dengan indah yang bisa saja terjadi para pengagum karyanya. Dan, cerita di album ini ditutup dengan lagu “Malaikat Juga Tahu”, satu-satunya lagu ciptaan orang lain (Dewi Lestari) di album ini. Lagu ini seolah adalah pelengkap kegalauan Glenn Fredly pada karyanya di album ini.

The Packaging and Distribution

Album ini dikemas dengan bungkus tebal yang kuat. Awet untuk disimpan menjadi koleksi. Dengan kemasan yang kuat dan lux dan berisi 12 karya lagu, harga yang harus dibayar menjadi sepadan. Desain sampul berupa kepalan dua tangan yang memegang mawar. Sebuah lambang luka karena terkena duri tangkai mawar yang sekaligus melambangkan cinta sementara kepalan dua tangan bersama adalah gerakan ketika memekikkan kata merdeka. Warna-warni disekitaran tangan menambah meriahnya disain sampul, bak “rainbow cake”

Album ini diproduksi oleh RPM dan didistribusikan secara bebas, tidak ekslusif milik satu toko CD berjaringan. Tentunya, hal ini memudahkan penyebaran album yang ditunggu. Kemudahan membeli juga diberikan lewat pembelian online di Musik Plus.

Teks : Tj Singo (@singolion) : Penikmat Musik Indonesia

Editor : (@edofumikooo)

Noah, Album Seperti Seharusnya: Kharisma yang Tak Musnah

Kamarmusik.net, JAKARTA – Noah – yang dulunya adalah Peterpan – adalah sebuah kharisma dan karya. Band yang beranggotakan Ariel (vokal), David (kibor), Lukman (gitar) , Reza (drum) dan Uki (Gitar) kini menuangkan karya mereka dalam album bertajuk Seperti Seharusnya.

Noah Lahir, Setelah Ariel Kembali Hadir

Adalah Ariel sebagai garda depan band ini yang tak bisa dipungkiri memiliki kharisma tak biasa. Setelah harus dua tahun di bui dengan alasan hukum yang masih dipertanyakan, para penggemarnya seperti menemukan oase di tengah padang pasir melihatnya kembali.

Teman-temannya dengan setia menanti dan kini mereka telah menghasilkan karya setelah didahului album Suara Lainnya yang waktu itu belum menggunakan nama Noah (hanya mencantumkan nama personilnya). Sebuah album yang berisi instrumentasi karya-karya mereka di band terdahulu (hanya satu karya berisi vocal Momo Geisha).

Sebelum bernama Noah, mereka (minus David) bersama personil lama menghasilkan sebuah lagu “Mimpi Yang Sempurna”. Lagu ini terdapat di album kompilasi Kisah 2002 Malam (2002) inilah yang mengantar mereka menuju sukses, menapak dunia rekaman dan menghasilkan album Taman Langit (2003), Bintang di Surga (2004), Ost. Alexandria (2005), Hari yang Cerah (2007) dan The Best of (Sebuah Nama Sebuah Cerita) (2008).

Karya-karya mereka di album-album tersebut menghasilkan banyak penghargaan, bukan hanya karena angka penjualan yang fantastis tapi juga konser-konser mereka yang dirancang tak lazim seperti konser maraton di enam provinsi dalam waktu 24 jam. Dan kini, Ariel, David, Lukman, Reza dan Uki sebagai Noah telah siap kembali meramaikan dunia industri musik Indonesia dengan album baru mereka, Seperti Seharusnya.

The Album

Desain sampul album ini berwarna putih seakan melambangkan sebuah lembaran baru babak perjalanan karier mereka. Pemberian sedikit warna pada wajah-wajah personil Noah memberi sentuhan artistik untuk tak sekedar hitam putih.

Album yang berisi sepuluh lagu ini hanya menyisakan satu lagu yang tak bertema cinta yaitu “Raja Negeriku” di track pertama. Lagu ini nampaknya “menggugat” keberadaan negeri ini untuk sebuah perubahan.

Dan terdengar, deru suara

Sapa jiwaku, sapa seluruh bangsaku

Aaa… Perih tangismu, perih jiwamu

Tersisihkan oleh kawanan hitam

Oh semua telah lelah menanti

Mungkinkah lagu ini sebuah jeritan atas apa yang dialami Ariel?

Dari kesembilan lagu, lagu “Separuh Aku” yang diciptakan oleh anggota baru, David dan Ihsan (additional bassist), sudah akrab terdengar dimana-mana. Selain itu, terdapat lagu lama ciptaan Ryan Kyoto, “Sendiri Lagi”, yang dulu dinyanyikan sang legenda, Chrisye, di album Sendiri Lagi (1993).

Terdapat satu lagu ciptaan Rian D’MASIV berjudul “Hidup Untukmu, Mati Tanpamu” dan selebihnya ciptaan personel Noah. Lagu “Jika Engkau”, “Ini Cinta”, “Terbangun Sendiri”, “Tak Lagi Sama” selanjutnya bisa menjadi hits karena lagu-lagu ini memang ciri mereka.

Sembilan lagu di album ini bertemakan cinta dengan cerita tentang harapan, penyesalan, ketulusan sebuah hubungan. Inilah karya yang telah ditunggu banyak pendengar musik Indonesia. Lantunan vokal Ariel yang banyak membius wanita tentunya akan semakin membawa pendengarnya larut ketika membaca baris demi baris lirik-lirik lagu di album ini. Pesona dan kharisma Ariel memang istimewa. Lagu-lagu yang dihasilkan suaranya selalu ditunggu.

The Distribution

Untuk band seperti Noah, sebenarnya tak ada alasan untuk meragukan distribusi. Distribusi lewat mana saja, banyak yang mencari dan bersedia membeli. Sistem bundling dengan makanan cepat saji bisa menambah gelembung volume yang besar dalam waktu cepat.

Perlu dipikirkan cara penjualan lain dimana gerai makanan cepat saji tak memiliki outlet di kabupaten tertentu atau di kecamatan, misalnya dengan penjualan online. Jika antusiasme fans untuk memiliki produk asli tak ditanggapi dengan cepat, mereka bisa saja melirik cara cepat memiliki albumnya dengan cara membeli bajakan.

Rilis album yang dibarengi dengan rentetan konser “Born To Make History” di beberapa kota di Indonesia tentunya bisa membuat penjualan album ini semakin laris asalkan di setiap konser mereka juga menyediakan penjualan langsung karena penjualan langsung di event konser terbukti manjur mengangkat angka penjualan fisik album.

Semoga kehadiran Noah dan pesona serta kharisma Ariel yang tak musnah bisa kembali menggairahkan pendengar musik Indonesia untuk tak hanya memuji pujaannya namun juga mengapresiasi dengan cara membeli produk asli asalkan sistem distribusinya bisa mereta ke seluruh penjuru nusantara.

Teks : Tj Singo (@singolion), Penikmat Musik Indonesia

Editor : Doddy Irawan

DUNIA BATAS: Payung Teduh, Antologi dari Puisi, Musik dan Melankolia

Kamarmusik.net, JAKARTA – Jika hari ini anda membawa payung, saya bertaruh anda tak sampai harus berbasah kuyup. Apalagi terpaksa harus terpanggang terik matahari seperti sembilu. Jika anda mendengar album kedua Payung Teduh bertajuk Dunia Batas, saya jamin anda menemukan atmosfer teduh sekaligus sendu.

Barangkali begitu saya memercayai relasi di balik makna nama kelompok musik ini. Setidaknya begitulah yang terjadi pada Payung Teduh, mengaliri diri mereka dengan warna musik yang unik, bagaimana mengutarakannya?

Saya bisa memilih kata pop, folk, dan akustik yang teramu dalam racikan retro nan pekat. Ramuan musik ini yang kemudian mampu menjadi payung yang lantas menyihir teduh hati serta indra pendengaran.

Awalnya saya berpikir, bukankah mereka terdengar seperti versi SORE dalam balutan lebih klasik? Sayangnya pemikiran itu mendadak terbenam seusai melahap habis 8 tracks dari album kedua Payung Teduh ini. Jika album debut self titled mereka hanya dimaknai sebagai sebuah sekapur sirih perkenalan, maka Dunia Batas adalah tajinya.

Tanpa basa-basi, Dunia Batas kembali membawa Payung Teduh kedalam nuansa melankolis mendayu-dayu. Delapan tembang didalamnya mengalun dalam tempo yang pelan, dimana seolah menyiratkan disitulah ‘keteduhan’ mereka sedang bekerja. Terlebih dengan lirik-lirik mereka yang terbingkai cantik oleh diksi puitis.

Track Demi Track yang Meneduhkan Dari Payung Teduh

Track pertama “Berdua Saja” dilepas dengan intro petikan gitar yang parau. Suara bersahaja meluncur dari bibir sang vokalis, membuat suasana kian syahdu. Track kedua hadir dengan inspirasi sebuah senja dan hati yang lara.

“Menuju Senja” bisa jadi track dengan kisah klise untuk para penggalau, namun nyatanya latar senja, nukilan-nukilan harapan, serta penantian adalah kombinasi sempurna untuk sebuah elegi tentang cinta.

Tak habis sampai disana, Payung Teduh memainkan harmoni kalem mereka pada tembang bertajuk “Perempuan Yang Sedang Di Pelukan”. Tembang ini bisa dikatakan sebuah kontemporer folk-pop yang dibebani nuansa sayu pada permainan gitar akustik, cajon dan contra bass mereka.

Saya tergila-gila pada intro akustik milik tembang “Rahasia”. Terlebih pemilihan diksi pada liriknya yang bergumam begini “Harum mawar membunuh bulan/ Rahasia tetap diam tak terucap/ Untuk itu semua aku mencarimu//

Sungguh terdengar cantik, romantis sekaligus ironi. Menuju ke sebuah tembang masterpiece, bagi saya di album ini ialah “Angin Pujaan Hujan”. Rasakan warna musik Indonesia tempo 60’an merasuk kedalam olahan kontemporer mereka. Ini diperkuat oleh alunan keroncong yang sayup-sayup merancang sebuah kolaborasi teduh didalamnya.

Tak salah bila tembang ini pula yang akhirnya dijadikan single pamungkas dalam Dunia Batas. Beranjak ke track “Di Ujung Malam”, sebuah lagu dengan lirik paling sedikit dibandingkan lagu-lagu lain milik mereka. meski hanya memuat lima baris, namun dirapalkan oleh Is dengan penuh makna.

“Resah” adalah tembang ketujuh dan salah satu favorit saya lantaran harmonisasinya yang dibuat bak sebuah musikalisasi puisi. Saya mendapati sebuah ketulusan dan pengharapan yang sungguh melalui lirik dan permainan instrumen yang mereka suratkan itu. Vokal Is pun terdengar lebih lirih dan berdialog.

Sebagai sebuah penutup yang manis, track semacam “Biarkan” adalah happy ending yang mengguratkan seribu kenangan pada liriknya tersebut. Dan saat saya mendengarkan kalimat Biarkan dewi malam menatap sayu/ Meratapi bulan yang memudar// Oh sungguh diksi yang sungguh menggungah relung sanubari.

Dunia Batas, Puisi yang Bermusik atau Musik yang Tengah Berpuisi?

Cover artwork album ini seolah membingkai sebuah estetika surealis penuh cita rasa. Dengan memilih warna hijau muda, terilustrasi sebuah pohon besar, rindang nan teduh namun dengan posisi merunduk, seolah usai diguncang badai hebat. Apa maknanya? Hanya pujangga dan pelukis ternama yang bisa meraba kegalauan ilustrasi mereka.

Dunia Batas itu bak antologi puisi yang bermusik atau malah musik yang tengah berpuisi. Bagaimana pun menjulukinya, Dunia Batas adalah karya revolusioner anak bangsa yang meneduhkan kembali musik Indonesia dengan sebuah kualitas sebagai akarnya.

Penulis : Putra Adnyana

Editor : Doddy Irawan

1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, Oleh Vidi Rosen

Kamarmusik.net, JAKARTA – Seperti teman-teman ketahui, beberapa waktu lalu Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia telah dibentuk dan puluhan gitaris papan atas tergabung di gerakan ini. Tujuan akhir dari gerakan ini adalah membagikan 1000 gitar akustik kepada anak-anak tidak mampu tanpa membedakan usia, suku, ras, agama.

Ke 1000 gitar ini didistribusikan secara nasional melalui 100 rumah singgah di seluruh Indonesia, pesantren, panti asuhan, penjara anak anak, dan lain sebagainya. Kegiatan ini sendiri dibantu oleh Majalah Musik Roling Stones dan juga program TV Kick Andy. Di dalam cover albumnya disebutkan bahwa album ini didukung oleh 60 gitaris dan puluhan musisi pendukung lainnya yang sama sekali tidak dibayar. KEREN….!!!

Bicara soal materi yang ada di album ini, menurut gue, secara overall sangat menarik. Secara kualitas emang di atas rata rata, tidak heran juga mengingat nama-nama yang tergabung di dalamnya memang merupakan jaminan mutu.

Beberapa nama yang ada di album ini antara lain Baron, Baim, Didi Crow, Iman & Sony dari J-Rocks, Ernest, Aziz Jamrud, Ovy & Jikun /rif, Pay, Deny Chasmala, Eross Candra, Kin, Jarwo, Taraz The Rock, Piyu, Dewa Budjana, Eet, Baim, John Paul Ivan, dan masih segudang lagi yang terus terang tangan gue bakal pegel kalo ditulis semua di sini.

In general, album ini terdiri dari 2 CD dan masing masing CD ada 11 lagu, total ada 22 lagu. Karena memang temanya tentang gitar, isinya nggak jauh-jauh dari gitar. Ada instrumental tetapi ada juga yang menggunakan vokal, yang membuat semua terdengar menjadi suatu kesatuan adalah instrumen yang paling menonjol adalah gitar. Bahkan di beberapa lagu yang ada vokalnya, temanya ya masih guitar juga. Pokoknya buat guitar freak, album ini cocok lah.

Kalau ditelaah lebih dalam, album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia sebenarnya ada 3: gitar, cinta pada sesama, kehidupan, serta SHREEDING! Beberapa lagu membuat gue kaget ternyata kemampuan bangsa kita maut juga.

Album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, Oleh Vidi Rosen

Ada beberapa lagu yang menonjol di CD 1 antara lain “Masa Kecil” nya Dewa Budjana yang menurut gue sangat cool dengan nuansa sitarnya, fusion abis. “Sesuatu yang Indah” juga menarik, Piyu dan Stephan Santoso membawakan lagu instrumental dengan sangat baik, gue merasa denger lagu Padi tapi dibawakan oleh Marty Friedman. Keren!

Tohpati juga tidak mau kalah dengan lagu yang berjudul “Pergi Sekolah”. Dia membuat sound gitar akustiknya terdengar sangat menyenangkan, kalau enggak tahu gue pikir lagi dengerin Earl Klugh atau Acoustic Alchemy.

Di lagu “Hayal”, Edwin Marshal benar-benar membuat kita seperti sedang menghayal hehehe. Sound nya sepintas mirip kakak sepupu gue, Andy Timmons. Memang harus gue akui dengan lapang dada sebagai vokalis pop dengan kemampuan shredding yang cukup baik adalah Baim dengan lagu yang berjudul “Hope”.

John Paul Ivan dengan “State Of Play” nya juga tampil nggak kalah menarik, riff-riff dengan sound Les Paulnya memberi warna cukup unik untuk disimak. Permainan solonya sendiri jadi seperti dengerin Dough Aldridge hehehe.
Di lagu terakhir yang berjudul “Comfortable With You”, kita bisa mendengar permainan Adithya Pratama yang cukup manis. Bukan gitar yang mengiringi gitaris, tetapi suara vokal yang terdengar sebagai pengiring lagu.

Overall untuk lagu-lagu instrumental gitar di CD 1, meskipun berbeda-beda setelah didengarkan beberapa kali, tetap ada benang merah di musiknya (kecuali yang akustic ya). Pemilihan sound  membuat album ini tidak terdengar belang-belang dan seperti satu kesatuan. Untuk yang akustik justru menjadi penambah warna yang menarik.

Lagu yang ada vokalnya juga tidak kalah menarik. Lagu “1 Gitar 1000 Nada” yang dibawakan Aliansi Guitar Indonesia cocok sekali sebagai pembuka album ini. Liriknya tentang gitar dan yang buat gue takjub di solo sound gitar nya beda-beda. Setelah gue lihat di keterangannya, ada Baron, Eross Candra, Dewa Budjana, Baim, Cella, Piyu, Gugun, dan Kin. Dengerin sendiri dijamin pusing. Lagunya enak dan yang nyanyi Pongki Barata, Baim, dan Kin.

Ada 3 lagu lagi yaitu “Lights From Heaven” yang merupakan lagu dari Suhu Eet Syahrani, dahsyat euy!!! HEAVY METAL khas ala Eet. Vocalnya sendiri diisi oleh Eet (di covernya ditulis begitu). Gue bingung ternyata sang suhu bisa nyanyi juga ya???? Dibantu oleh Ervin Nanzabakri dan Adit RK.

Lagu “Berbagi Cinta” yang dibawakan oleh Endah, Sashi, Fia, Riry, dan Qoqo juga bikin kepala ngangguk-ngangguk. Jadi inget Wilson Phillip di tahun 90-an. Bolehlah buat istirahat atau persiapan sebelum mendengar lagu-lagu full shred di track-track selanjutnya. Terakhir lagu “Biar Tuhan Ikut Bernyanyi” yang dinyanyikan Boris P Simanjuntak membawa kita ke masa Slank di tahun 90an. Pokoknya dengerin CD satu nggak perlu pake mikir enjoy abis.

Di CD 2 gue sempet terkaget-kaget karena ternyata tipe musik yang ada di dalam CD ini lumayan berbeda dengan lagu-lagu yang ada di CD 1. Kalau di CD 1 nuansanya lebih classic rock, nah di CD ini banyak lagu yang menggunakan synthesizer, modern banget deh pokoknya (menurut ukuran gue) tetapi tetap asik.

Lagu “(Not) Vintage Generation” dari Ariel Harsya dan Rama Akbar benar benar menyegarkan otak dan telinga gue setelah lumayan panas mendengarkan CD 1. Sangat ceria dan menyegarkan. Instrumental pop ceria tahun 80-an, ada punknya, dikasih rock, plus dikasih pengiring vokal. meriahlah, susah menggambarkannya.

Lagu “U.F.O” yang dibawakan oleh Coki Netral mengingatkan gue sama teman lama gue Mr Joe Satriani, full shred abis. Kayak dengerin gitaris bule hehehe. Mantep nih lagu. Abis dengerin lagu ini makin yakin ternyata gitaris Indonesia nggak kalah sama orang bule. Sementara lagu “Discord” dari Ernest dan DJ Osvaldo Nugroho lebih ajib.

Gue demen banget, dengan sound distortion yang lebih kencang dari lagu “(Not) Vintage Generation” tetapi beat disko yang lebih bersemangat. Sound Ernest di lagu ini bagus banget. Cuma kenapa gue inget Maxim yang pianis itu ya, waktu denger lagu ini? Hehehe

Yang lumayan unik adalah lagu “Conference All Generation” nya Thomas Ramdhan. Lagu ini instrumental dari yang mengisi gitarnya juga nama-nama pendekar seperti Pay, Deny Chasmala, Agam Hamzah, dan Putsky RIP. Lagu funk dengan distortion tebal dan gebukan drum dengan teknik dan kecepatan tinggi. Bisa bikin kepala goyang-goyang.

Biar lebih lengkap, maka di album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini, Eross Candra bikin lagu ala lagu tradisional perkawinan Jewish hehehe dengan judul “Tentang Jakarta” yang model model ska gitu plus suara terompet dan distortion cempreng ala telecaster dan sound twangky ala The Ventures/The Shadow di tahun 60-an. CD 2 ini berwarna abis!

Kin di lagu “Papa Main Guitar Ya?” bikin gue inget Marty Friedman pasca dia pindah ke Jepang, minimalis tetapi dengan sound distortion yang gagah. Ini namanya lagu full program tetapi full seni juga, di akhir lagu ada suara anak kecil, Papah Main Guitar ya??? Hehehehe lutunaaaa …..

Lagu “Contagious” dari Ovy dan Jikun lain lagi ceritanya, kalau tadi gue cerita bahwa di CD 1 shredding nya lebih kenceng tetapi lagu ini bisa dibilang termasuk yang paling galak di seluruh album. 80’s rocknya Ovy kedengaran banget. Langsung semangat gue menyala lagi denger gitar ngebut diiringi double bass drum. Semangat deh

Jarwo Naif dengan lagu “Syria” juga cukup enak di dengar. Lagu ini sebenarnya lebih pas di CD 1. Berbeda dengan ketika bersama Naif, kali ini dia tampil dengan lagu yang megah dan melodius tetapi nafas rocknya amat terasa.

Untuk lagu yang berisi vokal juga keren-keren, “Aku Peduli” milik Baron dan 24 gitaris Indonesia juga enak untuk didengar. Heavy Metal 80-an dengan nuansa yang lebih modern gitu deh. Hampir mirip juga dengan lagu “Tentang Jakarta” dari Ridho Hafiedz dan Ovy, ballad rock yang enak didengar. Biar slow tetapi dibalut sound distortion seperti lagu slow rock metal 80-an. Pas di kuping hehehehe.

Biar nggak pusing dengerin lagu kenceng, maka di album ini ada juga lagu “Love Lullaby” kepunyaan Irfan Aulia dan Badai Kerispatih. Dari namanya sudah ketahuan dong lagunya kayak apa. Enak juga di album yang keras ternyata terselip lagu ballad yang adem.

Album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia sangat menarik dan bagus, nilainya 4,5 dari skala 5. Menurut gue, sayang kalau kita nggak punya. Plus kalau beli album ini maka akan dapat pahala karena kita udah ikut nyumbang. Sebaliknya yang bajak album ini bakal kualat karena udah merampas hak anak-anak nggak mampu. Saran gue BELI!

SALUT BUAT PONGKY BARATA DAN TEMAN-TEMAN GITARIS YANG TERLIBAT DI ALBUM INI!!!

Penulis: Vidi Rosen (gitaris dan aktif sebagai moderator di www.bengkelmusik.com)

Editor: Doddy Irawan