Arsip Kategori: Behind The Music

Utak-Atik Kejeniusan Alam Urbach Menciptakan Lagu, Berapa Jumlahnya?

Kamarmusik.net, JAKARTA – Urusan meracik musik dan menulis lirik lagu, Alam Urbach adalah jaminan mutu. Ratusan lagu telah dibuat oleh adik kandung Nafa Urbach ini. Hampir semua lagu ciptaannya selalu jadi hits. Wajar kalau karya cowok kelahiran Magelang 21 Mei 1982 ini jadi rebutan para penyanyi top negeri ini. Sebut saja Afgan, Rossa, Nindy, Astrid, Judika, Rio Febrian, Isyana Sarasvati, Andien, Anji, Dewi Sandra, dan masih banyak lagi.

Bukan hanya jadi incaran penyanyi papan atas, Alam Urbach juga sosok kunci yang sering dikejar oleh para penyanyi pendatang baru. Lagu “Indah Cintaku” mampu melambungkan duet Nicky Tirta dan Vanessa Angel. Alam kembali melepas single “Cinta Harus Dijaga” dan Jangan Nakal” untuk Nicky Tirta yang gantian duet sama Rini Mentari. Ia pun mengatrol nama Maharani lewat singel “Pengalaman Cintaku” dan Marsheilla lewat “Kamulah Kelemahanku”.

Musisi bernama lengkap Alam Anggara Urbach juga mampu membuat Tiffany Kenanga menjadi nominator kategori Lagu Anak Anak Terbaik di AMI Awards 2013 melalui lagu “Sahabat”. Lagu ciptaannya yang lain yaitu “Kau Adalah” berhasil mengantarkan Isyana Sarasvati menggondol piala Artis Grup/Kolaborasi Soul/R&B/Urban Terbaik di AMI Awards 2016. Berkat lagu yang mejeng di album Explore! itu pula, Isyana menjadi pemenang Album of the Year di Indonesian Choice Awards 2016 dan Best Asian Artist Indonesia di ajang Mnet Asian Music Awards 2016.

Uniknya lagi, satu lagu miliknya yaitu “Cinta Adalah” dibawakan dalam versi berbeda oleh Rio Febrian dan The Overtunes. Menarik memang kisah balik lagu itu. Pertama kali Alam memberikannya untuk Mikha Angelo, The Overtunes. Namun berhubung stok lagu di albumnya udah full, akhirnya lagu itu dirilis lebih dulu oleh Rio Febrian.

Saking banyaknya lagu yang dibuat oleh Alam Urbach, ia sempat kebingungan saat Kamar Musik menanyakan soal kumpulan data mengenai katalog lagunya. Padahal nih, ada baiknya Alam kembali melakukan riset dan menghimpun jumlah lagu miliknya yang telah terpencar ke berbagai penjuru mata angin.

“Hahaha, iya nih. Sampai sekarang aku nggak pernah menghitung ada berapa lagu yang telah aku bikin untuk orang lain. Next deh, aku rapihin lagi katalognya. Hanya sebagian nih yang aku tulis di komputer,” lontar musisi yang pada tanggal 13 Mei 2017 kemarin sukses menggelar Konser Musika Foresta bersama Glenn Fredly, Astrid, Nafa Urbach, Sheryl Sheinafia, Sheila Dara Aisha, Tiffany Kenanga, Melanie Subono, Nina Tamam, dan sederet penyanyi lainnya.

Secuil Catatan Dari Katalog Lagu yang Disimpan Alam Urbach

Utak-Atik Kejeniusan Alam Urbach Menciptakan Lagu, Berapa Jumlahnya

Lagu di urutan pertama yang ada dikatalognya adalah “Kapan Lagi Bilang I Love You” (Dewi Sandra, 2008), “Satu Untuk Selamanya” (Dewi Sandra dan Alam Urbach, 2008), “Cinta Atau Uang” (Cinta Laura Kiehl, 2009), “Indah Cintaku”, (Nicky Tirta dan Vanessa Angel, 2012), “Katakan Tidak” dan “Cinta Tanpa Syarat” (Afgan, 2013), “Memang Harus Pisah” (Rio Febrian, 2014), “Kamu yang Ku Tunggu” (Afgan dan Rossa, 2014).

“Bangkit Lagi” (Judika, 2015), “Kau Adalah” (Isyana Sarasvati, 2015), “Demi Kita” (Astrid, 2015), “Ku Tunggu Kau Putus” (Sheryl Sheinafia feat Ariel NOAH, 2015) dan “Cinta Adalah” The Overtunes, 2016). Lagu “Kamu Yang Ku Tunggu” sukses menjembatani Afgan dan Rossa menang Duo Kumpulan Terbaik di Anugerah Planet Muzik 2015.

Oh iya… ngomong-ngomong soal lagu “Satu Untuk Selamanya”, ada cerita yahud juga lho. Awalnya lagu tersebut ingin diberikan Alam kepada Afgan. Entah mengapa, feeling sang komposer mengatakan lagu ini lebih cocok kalau dibawakan oleh Dewi Sandra. Benar saja. Album berjudul Wanita milik wanita yang kini telah berhijab itu langsung meledak. Lagu duet tersebut menjadi hits dan dipinang sebagai OST film Nada Cinta.

Lagu Spesial Untuk Nafa Urbach

Utak-Atik Kejeniusan Alam Urbach Menciptakan Lagu, Berapa Jumlahnya

Dari hasil penelusuran Kamar Musik, masih banyak dan bahkan teramat banyak lagu miliknya yang wajib kita tahu. Kita coba mention secara random aja deh ya. “Melepasmu Kelemahanku” (Nafa Urbach, 2017), “Pasangan Cinta” (Nadhira, 2017), “Ini Hidupku” Audrey Lestari, 2017), dan “Jalan Terus” Afgan, 2016). Ada juga beberapa ciptaan Alam Urbach yang segera dirilis seperti lagu Dheandra Adelina, Maudy Ayunda, dan Rio Febrian.

Menarik disimak gimana Alam Urbach menunjukkan sayangnya kepada sang kakak dengan menciptakan lagu “Melepaskanmu Kelemahanku”. FYI, ini karya anyar Nafa Urbach setelah vakum rekaman beneran selama 7 tahun. Jauh sebelum itu, ternyata Nafa telah menyanyikan lagu ciptaan Alam yang berjudul “Temukan aku”. Lagu tersebut didapuk menjadi theme song sinetron produksi Multivision Plus yang dibintangi Nafa yaitu Ku Rindu Jiwaku.

Ternyata Judul Lagu Ini Ditulis Alam Urbach Untuk Sang Istri Tercinta

Utak-Atik Kejeniusan Alam Urbach Menciptakan Lagu, Berapa Jumlahnya-KamarMusikCom

Kepiawaian cowok yang pernah jadi gitaris di Denny Chasmala Big Band itu mulai terasah sejak ia masih berseragam sekolah putih abu-abu. Ternyata eh ternyata lagu yang ia tulis pertama adalah “I Still Love You Forever”. Menurut penuturan Alam nih, sampai detik ini lagu tersebut belum pernah dipublikasikan.

Salah satu sumber inspirasi terbesar Alam Urbach dalam menulis lagu adalah sang istri tercinta, Susie Urbach. Wanita yang menjadi pelengkap kebahagiannya sampai sekarang. Salah satu lagu yang ia buat untuk Susie, booming.

“Lagu itu adalah ‘Kamu yang Ku Tunggu’ yang dinyanyikan duet oleh Afgan dan Rossa,” bisiknya. So sweet abiezzz!

Karya Kreatif Alam Urbach Lain yang Cihuy Untuk Ditongkrongin

Utak-Atik Kejeniusan Alam Urbach Menciptakan Lagu, Berapa Jumlahnya-KamarMusikCom

Tuh kan, beneran banyak lho lagu cowok yang pernah menjadi vokalis band Sabila ini. Dari hasil pencarian keyword Alam Urbach di Google, ternyata masih segambreng lagu ciptaan Alam Urbach yang kece beuuudhh. Apa saja?

“Dirimu dan Diriku” (Shanty, 2005), “Ceraikan” (Elora 2010), “Muka Dua” (Prisa, 2012), “Benci Kamu” (Ika Putri, 2015), “Sorry” (Kunci feat Berry Saint Locco, 2015), “Saat Bersamamu” (Sheila Dara Aisha, 2016), “Bintang Kecilku” (Mulan Jameela, 2016), “Ceritaku Ceritamu” (Barry Item, 2016), “Banyak Lelaki” (Nindy Ayunda, 2016), “Cinta dan Pesona” (Rimar, 2016), “Banyak yang Cantik” (S5, 2016), dan buaaanyaaaak lagi dah pokoknya. Teope bin gokil lah.

Apa Iya Sebelum Bikin Lagu, Kita Harus Galau Dulu?

Utak-Atik Kejeniusan Alam Urbach Menciptakan Lagu, Berapa Jumlahnya-KamarMusikCom

Katanya nih, galau itu baik untuk mengucurkan inspirasi yang terpendam. Benarkah begitu?

“Hmmm, kalau aku sih nulis lagu ya nggak harus nunggu galau lah. Aku itu tipikal orang yang jarang galau lho. Makanya kalau mau menulis lagu galau, sebisa mungkin harus membuat kuat hati para pendengarnya,” imbuhnya.

Terus cara mengalirkan ide dalam menghayati sebuah cerita gimana tuh?

“Rata-rata lagu galau yang aku buat nggak jauh dari real story. Akan lebih berasa soalnya kalau itu diambil dari kisah nyata si penulis lagu. Bagaimana caranya? Coba aja mengenang kembali, rasakan di hati, lalu lihatlah kondisi masa kini. Terus harus ditambah momen yang pas untuk dapat mood saat menulis lagu,” urai Alam.

Jadi, kita harus ngapain dan pergi ke mana dulu untuk mencairkan pikiran saat menulis lirik?

“Nah, Itu yang nggak bisa diatur. Mostly, ide itu paling gampang datang ketika aku lagi banyak menyendiri atau tiba-tiba teringat perjalanan hidup yang pernah aku lalui. Entah itu cinta yang indah maupun cinta yang galau. Mereka memenuhi ruang hidup dan membawa kepada sebuah coretan lukisan hidup yang kemudian aku tuangkan dalam syair dan musik,” ungkap Alam Urbach yang berbaik hati membagikan tips sederhana menulis lagu.

edofumiko

Celoteh Gitaris Irvan Borneo Soal Session Player dan Bocoran Album Baru

Kamarmusik.net, JAKARTA – Gaung Irvan Borneo sebagai gitaris keren ternyata bukan hanya di Indonesia lho. Seperti Kamar Musik bilang di artikel sebelumnya, penggemar klub sepakbola Barcelona ini juga terkenal di luar negeri. Yaaa… nama Irvan Borneo masuk di kompilasi album instrumental Guitar Republicks Volume 1.

Gitaris Indonesia yang Mejeng di Album Kompilasi Luar Negeri

Di album gitar yang didistribusikan di Singapore tersebut, ia satu-satunya gitaris Indonesia yang disandingkan dengan gitaris Yunani (Theodore Ziras) dan Inggris (Irene Ketikidi). Musisi kelahiran Kotabaru, Kalimantan Selatan itu disejajarkan dengan gitaris top Singapore (Addy Cradle, Khalid Mobin) dan Malaysia (Norzamri, Along Exist).

“Aku juga kaget dapat email dari yang merencanakan album itu (Jaybon). Mereka mau bikin album kompilasi gitar dengan menghadirkan gitaris-gitaris dari berbagai negara,” ungkap Irvan tentang keterlibatannya di album itu.

Irvan Borneo dan Persiapan Album Solo Gitar

Cowok yang berkontribusi di dalam album solo pertama Ari Lasso itu sekarang tengah menyiapkan album kedua.

“Aku sangat serius dalam mengerjakan album kedua ini. Main gitar itu menyenangkan, tapi lebih mantap lagi ketika dia punya album solo gitar. Banyak senior seperti mas Bontot (Tohpati, red) menyemangati aku dalam merampungkan album ini,” papar gitaris bernama lengkap Rahmat Irvansyah ini.

Lalu bagaimana teknis persiapan Irvan Borneo dalam usaha menuntaskan rekaman albumnya nanti?

“Sejauh ini aku masih mengumpulkan dana sendiri. Aku bakal mencari studio yang bagus dan session player yang oke untuk produksi album ini. Di album ini aku mau melebarkan market. Aku berharap orang yang nggak suka gitar pun, menjadi suka ketika dia mendengar album kedua ini,” ceplos Irvan yang ultah setiap tanggal 4 November ini.

Session Player di Mata Ivan Borneo

Kita doakan bersama deh, supaya album keduanya bisa selesai dengan sempurna. Lalu, bagaimana dengan karier yang saat ini ia jalani sebagai session player? Selain pernah mengiringi KLA Project, Irvan juga lagi asyik-asyiknya menjadi session player untuk Anji. Ada nggak sih rambu yang wajib ditaati untuk seorang session player?

“Ya, aku jalan bareng Anji sejak ia menjadi penyanyi solo. Session player itu tugasnya melayani. Ketika aku bekerja dengan Anji misalnya, ya kita harus profesional dan bijaksana. Aku nggak memandang musik secara sempit. Artinya session player itu nggak boleh melulu mengedepankan ego dan harus berpikir lebih universal,” terang Irvan.

(@edofumikooo)

Baru Lulus TK, Irvan Borneo Udah Bercita-Cita Punya Album Solo Gitar!

Kamarmusik.net, JAKARTA – Jangan ragukan kepiawaian seorang Irvan Borneo dalam bermain gitar. Musisi kelahiran Kotabaru, Kalimantan Selatan ini terkenal dengan teknik permainan gitar yang mengandalkan speed tinggi. Di kalangan gitaris Indonesia, Irvan Borneo adalah sosok pemimpi yang selalu mencari segudang cara untuk mewujudkan apa yang ia mimpikan. Album solo gitar bertitel Lifeforce contohnya.

Sejak pertama kali bisa main gitar, Irvan Borneo langsung melukis sebuah mimpi besar yaitu memiliki album solo gitar. Mimpinya berhasil ia wujudkan melalui album debut yang memuat 7 lagu plus 2 backing track “The Fearless” dan “Lifeforce”. Penggemar Lionel Messi itu merilis album tersebut 2 tahun yang lalu.

“Ya.. sejak pertama belajar gitar, cita-cita saya pengin punya album solo gitar. Lifeforce ini saya bikin sendiri, lalu saya edarkan sendiri. Albumnya dijual lewat komunitas aja,” kenang gitaris bernama lengkap Rahmat Irvansyah ini.

Irvan Borneo mulai mengenal gitar sejak ia berusia 6 tahun. Cowok yang ultah saban 4 November ini belajar gitar secara otodidak lewat kaset-kaset pemberian kakaknya yang tinggal di Jakarta. Gayung bersambut. Menjelang berseragam putih abu-abu, ia pindah ke Jakarta dan tinggal bersama kakaknya.Irvan bilang ke kakaknya kalau ia ingin membuat hobi bermain gitarnya menjadi sesuatu yang lebih serius.

“Setelah lulus SMA, saya melakukan debut profesional sebagai musisi. Waktu itu umur saya masih 19 tahun. Ceritanya sih, tahun 1999 saya punya band yang udah kontrak dengan Aquarius. Berhubung sesuatu hal, band saya nggak jadi rilis. Oleh label, saya dikaryakan menjadi session player beberapa artisnya. Salah satunya Mas Ari Lasso yang waktu itu mau merilis album solo pertama. Di album Mas Ari Lasso, saya mengisi gitar di 3 lagu,” papar Irvan.

Ketiga judul lagu tersebut adalah “Selamat Jalan Mama”, “Ampuni Aku”, dan “Penjaga Hati”. Lagu yang terakhir disebut merupakan ciptaan Piyu PADI. Setelah mengisi album Ari Lasso, Irvan Borneo mulai jarang beredar. Ia lebih banyak ngumpet di belakang layar. Pengagum Nuno Bettencourt dan Marty Friedman ini banyak menghabiskan waktunya sebagai demonstrator sebuah produk gitar. Gagal menjadi anak band nggak membuatnya patah arang. Ia pernah mengisi ruang di beberapa band macam Sector Nine, Gamma, dan Askobarock.

Begini Perjuangan Irvan Borneo Untuk Bisa Merilis Album Solo Gitar

Sayang fokus Irvan Borneo terbelah. Band menjadi prioritas ke sekian. Ia teringat dengan janji awalnya yaitu membuat album solo gitar. “Tahun 2009, saya mulai merajut albumnya. Proses pengerjaannya memakan waktu 4 tahun. Akhirnya bulan Juni 2013, Lifeforce berhasil saya rilis. Album ini punya filosofi bahwa ada kekuatan dan spirit yang harus digali dalam kehidupan. Jadi sejak saya bermimpi kemudian berjuang keras demi merampungkan album solo gitar ini adalah lifeforce saya,” papar cowok yang belakangan sibuk menjadi session player Anji ini.

Kamar Musik akan melanjutkan kisah Irvan Borneo yang lebih gokil di artikel berikutnya. Salah satunya, tentang ia menjadi satu-satunya gitaris Indonesia yang karyanya disandingkan dengan gitaris ciamik dari Yunani dan Inggris.

(@edofumikooo)

Antara Victor Kho dan Bayang-Bayang Cherrybelle (2)

Kamarmusik.net, JAKARTA – Tanpa mimpi, seseorang nggak akan pernah bisa besar. Bermimpilah setinggi langit, dan mulailah berlari untuk bisa menggapai apa yang selama ini kamu inginkan. Inilah segudang mimpi Victor Kho setelah ia tidak lagi “berseragam” Cherrybelle. Apa saja? Check this out

Di Makassar, Cherrybelle diboikot. Perkaranya Sama, Batal Manggung

“Gue ingat waktu itu Cherrybelle kembali ber-9 dengan formasi baru dengan kehadiran Kezia dan Steffi. Kali ini, segala sesuatunya udah dibayar lunas. Ironisnya, pihak dari label nggak mengizinkan Cherrybelle manggung karena harganya terlalu murah. Posisi gue terjepit. Di satu sisi melindungi klien, dan di sisi lain gue menghargai partner kerja. Akhirnya, konser pure dibatalkan. Cherrybelle di black list sama radio-radio di Indonesia Timur. Ada ancaman kalau ada yang mau nembak gue sampai mati. Kasusnya sampe bergulir panjang di persidangan.”

1 Desember 2012

“Hari itu secara official, gue nggak lagi megang Cherrybelle. Keputusan gue keluar dari sebuah bendera besar sudah bulat. Banyak yang membujuk, kenapa gak dibetah-betahin aja? Visi misi gue udah beda dengan management. Contoh simple gini deh, nggak segalanya harus diduitin dong? Waktu itu Cherrybelle diundang manggung oleh seorang penggemar yang lagi ulang tahun. Baju habis perform nya Cherrybelle ada yang mau bayarin nih. Gue nanya ke fashion stylist, dia bilang 9 baju itu harganya 900 ribu. Jadi kalau gue jual 1,2 juta masih untung dong sedikit. Partner gue ikut dan dia menolak kalau baju itu cuma laku 1,2 juta. Dia bilang boleh jual kostum itu tapi harganya 12 juta. Kacau deh.”

Move On di Produk ke-6

“Gue nggak pernah mikir akan menjadi manager 9 cewek yang namanya melambung sampai sekarang. Tapi sudah lah itu dulu. Gue sekarang mau move on bersama Stay band. Sejak kecil, gue didik sama bokap untuk memimpikan sesuatu dan kemudian berusaha untuk membuat segala sesuatunya terwujud.  Jadi gue punya dream book. Gue tulis apapun yang gue mau dan puji Tuhan hampir 80 % yang gue tulis terwujud.  Mudah-mudahan kelak Stay Band akan menjadi masterpiece gue. Masterpiece itu bukan yang dulunya besar kemudian menghilang.”

Victor Kho Bermimpi Punya Helikopter dan Jet pribadi

Antara Victor Kho dan Bayang-Bayang Cherrybelle (2)

“Selain bercita-cita untuk membangun panti asuhan, gue punya sederet mimpi besar lainnya. Pertama, orang nggak hanya mengenal Victor Kho itu di dunia musik. Kedua, gue pengin orang menghargai gue bukan karena dulunya ada embel-embel Cherrybelle. Ketiga, gue pengin punya 10 artis yang bisa go international. Keempat, gue pengin membangun rumah di belakang pantai. Kelima, gue berdoa kelak akan memiliki helicopter dan jet pribadi.” (Tamat)

edofumikooo

Antara Victor Kho dan Bayang-Bayang Cherrybelle (1)

Kamarmusik.net, JAKARTA – Salah satu aktor hebat di belakang layar yang membuat nama Cherrybelle melejit adalah Victor Kho. Selama menghandle Cherly dkk, Cowok yang waktu SMP pernah mewakili Indonesia pada ajang kompetisi World Champion Gamers di Korea Selatan itu sukses ngegolin belasan produk iklan untuk dibintangi Cherrybelle. Victor Kho juga yang berhasil membuat Cherrybelle dapat ratusan panggung offair di seluruh Indonesia.

Sayangnya, kebersamaan Victor Kho dengan girl band paling populer di tanah air ini hanya berlangsung selama 2 tahunan. Pertanyaan istimewanya, kenapa cowok yang sekarang menjadi manager grup band Stay itu memutuskan cabut dari management Cherrybelle? Simak interpiuu eksklusif Victor Kho dengan Kamar Musik berikut…

Mulai terlibat di musik sejak tahun 2009

            “Gue pertama nyemplung di musik itu waktu kerjasama membuat project bersama SMN. Seiring berjalan, gue punya cita-cita ingin punya girl band yang isinya 9 cewek remaja. Kebetulan ada 2 teman yang secara ide klop sama gue. Kami bentuklah Cherrybelle mulai konsep, audisi personel, mencari lagu, hunting label, sampai akhirnya rilis dan dapat panggung.”

Banyak, bahkan teramat banyak kenangan indah 2 tahun bersama Cherrybelle      

“Gue jalan bareng Cherrybelle mulai tahun 2010 sampai tahun 2012. Selama di Cherrybelle, gue menjadi ujung tombak. Banyak job panggung yang gue dapatkan.  terutama dalam mencari job dan iklan. Di cherrybelle dari tahun 2010, keluar 2012. Selama 2 tahun. Udah keliling Indonesia, Singapore, Korea, Thailand.”

Dulu, orang taunya Cherrybelle itu ya Victor Kho

“Beneran, itu gak berlebihan. Apapun yang berkaitan dengan Cherrybelle saat itu, ya gue. Agak beban sih, bahkan gue sering mengalami kejadian pahit. Waktu Cherrybelle perform di Ancol, kebetulan gue gak bisa ikut karena ada acara pribadi. Entah kenapa banyak media pada marah karena sebelumnya dijanjiin untuk wawancara dan ternyata nggak jadi. Semua orang BBM dan telefon ke gue. Saat itu gue dimusuhi sama media. Meski saat itu yang in charge bukan gue, tetap aja gue minta maaf langsung ke beberapa media.”

Nyaris mati saat Cherrybelle batal konser di Samarinda

“Ini cerita yang nggak akan gue lupa. Waktu itu Cherrybelle diundang manggung oleh EO di Samarinda. Ada beberapa item yang belum lunas, yaitu tiket pulang. Ya udah, kami niat baik aja jalan ke sana. Ternyata sampe mau naik panggungg pun, belum ada pelunasan pembayaran dari EO. Massa di Samarinda udah siap mukulin orang yang bertanggungjawab. Saat itu jiwa gue terancam. Ada yang mau nimpuk gue pakai bangku, ada yang mau gebukin gue lah, untungnya polisi berbaik hati melindungi gue. Mana tim management gak ada yang nemenin. Dalam hati gue berpikir, apa gue lagi dikerjain ya? Soalnya besoknya, pas ultah gue. Gue panik, marah, dan saat itu Cherrybelle akhirnya tetap memutuskan batal manggung.”

Bersambung…

(@edofumikooo)

Roberto Pieter: “Menjual” Artis Itu Gak Boleh Setengah-Setengah (2)

Kamarmusik.net, JAKARTA – Ulasan Kamar Musik soal Roberto Pieter masih berlanjut nih. Buat yang pas kebetulan buka artikel ini, kamu bisa nongkrongin berita sebelum ini. Curhatan Robert di sesi ini berkisah tentang kegagalannya dalam memanajeri artis dangdut sampai cerita rujuknya kembali dengan grup band Drive. Gebet langsung deh cuap-cuap eks gitaris band Cokelat ini.

Membentuk Green Entertainment

“Green Entertainment yang terbentuk tahun 2010, isinya gue dan anak-anak Drive. Saat itu ada beberapa artis yang ikut gabung di Green Entertainment. Tahun 2012, gue memutuskan mundur dari Green Entertainment dan gak lagi menangani Drive. Dari situ gue nyoba jalan sendiri. Kebetulan Lyla dan The Rain sedang mencari manager. Khusus Rinni Wulandari, gue yang melamar. Waktu itu gue pengin banget megang artis cewek. Kebetulan juga, kontrak Rinni dengan management yang lama selesai, Sekarang, gue juga pegang Intan Melodi, Top 5 New AFI 2013. Fokus Intan sekarang lebih ke akting, mulai dari sinetron dan film.”

Menghandle banyak artis dengan management berbeda…

“Mungkin ini baru terjadi di gue aja. Gue megang beberapa artis dengan management berbeda. Dari awal berangkatnya, gue bergerak secara perorangan bukan sebagai PT. Jadi lebih ke partnership sih. Yang lagi tren di Singapore, ya kayak yang gue jalani saat ini. Someday, gak menutup kemungkinan, gue tetap bercita-cita untuk punya bendera sendiri.”

Roberto Pieter gagal ngedangdut…

“Di saat musik dangdut lagi booming, gue pun tertantang untuk memegang talent dangdut. Ada 2 penyanyi dangdut yang sempat gue manajerin. Sayangnya, gagal. Mungkin passion gue bukan di dangdut kali ya. Hikmah yang gue petik adalah lo harus menyukai banget produk tersebut supaya lo gak akan setengah-setengah dalam menjualnya.”

Pintu tertutup, jendela terbuka…

“Selama di dunia entertainment, cuma 3 tahun gue digaji sama orang, Selebihnya, gue menggaji diri gue sendiri. Intinya kalo gak dapat job, ya gue gak makan. Di dunia seperti ini gak ada fixed income, jadi harus tetap survive. Analoginya gini. Ketika Tuhan menutup pintu, Tuhan akan membukakan jendela. Saat keluar dari Drive, gue dapet Lyla dan beberapa artis lainnya.”

Cieee, yang rujuk lagi dengan Drive…

            “Banyak orang bilang, mau siapapun artis gue pegang, nama Drive begitu melekat. Wakte memutuskan keluar dari Drive, saat itu mungkin gue lagi gak fokus untuk Drive. Mereka mencari manager yang intens. Tahun ini gue diminta kembali menangani Drive. Gue yang mendapatkan label Sony Music untuk album baru mereka yang sebentar lagi bakal dirilis.”

Roberto Pieter: Gitaris Cokelat yang Menjadi Personel Kelima Drive (1)

Kamarmusik.net, JAKARTA – Hampir 20 tahun Roberto Pieter bergelut di industri musik. Ayah 3 anak ini yang mencetuskan nama band Cokelat di Bandung, 25 Juni 1996 lalu. Uniknya, ia gak mau berlama-lama di depan layar. Robert memilih bersembunyi di balik kemudi, jadi manager artis. Ia ikut berperan dalam mengatrol popularitas beberapa nama penyanyi dan grup band seperti Drive, Lyla, The Rain, Rinni Wulandari, dan Intan Melodi.

Robert pernah memaintain sejumlah nama lain seperti Tata Janeeta, Emil Dardak, Friendz (Adit AFI dan Nia AFI), Ridho Khan, AOP band, dan lainnya. Yang menarik, pengagum Maia Estianty itu pernah merasakan fase menjadi pekerja kantoran loh. Jangan kemana-mana, seruput kopi panas anda, dan silahkan lanjut membaca yaaa…

Cita-citanya sih jadi Designer Grafis

“Gue dulu kuliah di Sekolah Tinggi Seni Rupa & Desain Indonesia (STISI Bandung). Penginnya gue sih jadi desainer grafis. Nah, di tempat kuliah itu juga gue akhirnya main band. Tahun 1996 gue membentuk Cokelat bareng Kikan, Ronny, Bernard, dan Deden. Band makin jalan ketika Cokelat ikut album kompilasi Indie Ten bersama PADI dan Caffeine tahun 1998.  Cokelat makin serius ketika tahun 2000 merilis album pertama di Sony Music. Nah, ketika Cokelat mau rilis album kedua tahun 2001, gue cabut karena pengin nyoba kerja kantoran.”

Ngantor deh, tapiii

“Gue merantau ke Jakarta dan kerja sebagai desainer grafis di Menara Emporium selama 3 tahunan. Di saat ngantor, jiwa musisi gue masih meledak-ledak. Kebetulan waktu itu terjadi pengurangan pegawai di kantor dan gue kena. Tahun 2004, gue usaha mandiri dengan membuat R Design. Dari usaha sendiri itu, gue punya uang lebih dan kemudian bisa menikah haha.”

Debut sebagai manager band

“Band pertama yang gue pegang itu Flow. Salah satu yang berjasa yaitu Gembok, bassist Flow. Gue kenal dia melalui seorang sahabat. Gembok bilang, Flow butuh manager. Gue coba pegang Flow, saat itu vokalisnya Budi Rahardjo. Flow makin jalan, gue pun coba megang band lain, Rockomotive. Di tengah jalan, Rockomotive ditinggal vokalis, Gue nyari penggantinya, ketemu Anji, dan jadiilah dia vokalis Rockomotive. Malang, Rockomotive gak jalan dan kemudian bubar. Anji yang memang punya suara bagus, lalu gue tarik sebagai vokalis Flow. Gue juga yang menemukan Dygo, setelah Gembok memutuskan keluar dari Flow.”

Jadi Fifth member di band Drive

“Di saat megang Flow, gue masih bisa menjalankan bisnis R Design. Mungkin gak banyak orang tahu, gue adalah member ke-5 Drive. Bedanya yang lain personel band, gue managernya. Kenapa bisa sebagai fifth member, karena gue iku invest dari nol. Mulai patungan untuk latihan di studio, rekaman album, sampai akhirnya Drive mendapat label E-Motion. Konsepnya, semua job seperti offair dan royalti, hasilnya kami bagi lima. Ketika Drive jalan dan sering tur ke luar kota, kerjaan desain grafis gue tutup. Itu yang gue akui sebagai kebodohan terbesar. Harusnya gue tetap jalani R Design, dengan mengkaryakan orang lain.

(@edofumikooo)

Rahayu Kertawiguna: Musik Indonesia Digerogoti 10 Triliun Oleh Pembajak

Kamarmusik.net, JAKARTA – Hari Senin (9/3) lalu adalah perayaan Hari Musik Nasional ke-12. Apa sih pe-er terbesar dari dinamika industri musik Indonesia yang belum tuntas? Yupss, pembajakan! Salah satu pelaku industri musik yang selalu getol memberantas gerombolan maling hak cipta ini adalah Rahayu Kertawiguna.

CEO big indie label Nagaswara sekaligus penggagas Gerakan Anti Pembajakan (GAP) itu telah menggulung banyak sindikat pembajak besar yang bermain di negeri ini. Pria berusia 50 tahun ini juga mendukung terbentuknya Lembaga Management Kolektif Nasional (LMKN) dan Badan Ekonomi Kreatif (BEK). Rahayu Kertawiguna pun ikut menyambut gembira Undang Undang Hak Cipta Baru yang menjamin keamanan atas karya seniman.

“Nagaswara terus berjuang melawan pembajakan supaya industri musik di Indonesia gak terpuruk. Cukup sudah pembajak itu merampas hak cipta. Salah satunya mechanical right atau hak-hak yang terkait dengan orang-orang di balik layar terciptanya karya musik, seperti produser dan pencipta lagu. Contohnya rumah-rumah karaoke melakukan penyebaran karya para musisi tanpa menggunakan master aslinya,” lontar Rahayu dengan geram.

Langkah tegas untuk melindungi musik Indonesia dan membabat para pembajak

Pria yang juga sangat produktif dalam menciptakan lagu itu punya trik untuk menggilas habis perampok hak cipta.

“Sektor yang dibajak selain CD adalah royalti master. Banyak lagu dari artis kami di beberapa rumah karaoke gak ada izinnya. Sampai detik ini kami masih menunggu itikad baik dari salah satu pemilik karaoke besar di Indonesia. Kalo nggak ada, akan kami meja hijaukan, masukin ke penjara, kala perlu hukumannya harus diperlakukan sama seperti para gembong narkoba, yaitu hukuman mati,” tegasnya.

Ia nampaknya, nggak main-main dengan semua ucapannya. Bahkan Rahayu siap mempertaruhkan nyawanya.

“Saya taksir kerugian musik Indonesia akibat pembajakan mencapai sekitar 10 triliun. Nagaswara adalah label yang paling banyak artisnya. Taro lah Nagaswara memiliki kue 20 % dalam market share, artinya kerugian kami kurang lebih sekitar 2 triliun. Saya harap pelaku industri lain nggak cuma menonton dan menunggu. Ayo kita berantas sampai tuntas. Untuk memerangi pembajak sampai ke akarnya, saya siap mati,” semprot Rahayu Kertawiguna.

(@edofumikooo)

Gembok: Mulai Bekerja dari Kru, Additional Player, Sampai Head Manager

Kamarmusik.net, JAKARTA – Panggil saja dia, Gembok. Cowok yang hobi gonta-ganti warna rambut ini adalah orang yang lumayan berpengaruh di belakang layar industri musik Indonesia. Gembok adalah orang yang berjasa dalam “menjual” grup band Drive dan solois Rinni Wulandari untuk kebutuhan panggung off air maupun on air.

Gak cuma musisi, ia membantu “menjual” seorang dokter muda dan cantik bernama Ratih Citra Sari untuk kebutuhan presenting di beberapa acara seminar, talk show, dan program acara di beberapa stasiun televisi swasta.

Muncul pertanyaan, kenapa Kamar Musik tertarik untuk mengulas profil cowok kelahiran 15 Mei 1979 ini? Pengalamannya selama 14 tahun di belakang layar mungkin bisa menularkan inspirasi buat kamu.

Ia merintis karier mulai jadi kru, additional gitar, pemain bass di sebuah band, road manager band, head manager di artist management, stage crew, stage manager, sampai LO artis. Simak Q & A dengan Gembok nyok.

Hai Gembok, cerita dong awal perjalananmu nimbrung di belakang layar musik? 

Seingat gue, tahun 2001 gue jadi kru nya Budi Rahardjo (Drive). Waktu itu Budi masih menjadi gitaris band Lakuna (Warner). Setahun kemudian, Lakuna berganti formasi. Gue melamar jadi additional gitar. Tapi Lakuna cuma kebagian manggung 1 kali di PRJ tahun 2002. Berhubung Lakuna gak ada perkembangan apa-apa, band ini bubar.

Beneran nih kamu pernah menjadi personel sebuah band? 

Iya. Jadi setelah Lakuna bubar, Budi (gitar) dan Eko (bass) membentuk band baru bernama Flow. Saat itu gue tetap jadi additional gitar. Vokalis waktu itu adalah Abun, eks dr. PM. Seiring waktu Eko sibuk, Flow kemudian mencari bassist. Karena yang dicari gak ketemu, eh gue yang dijadikan pemain bass haha. Senang aja, kali ini gue menjadi personel, bukan lagi additional player. Formasi Flow saat itu Abun (vokal), Budi (gitar), Adi (drum), dan Gembok (bass). Tapi karena Flow masih berjuang, sedangkan gue punya kebutuhan hidup, gue mengundurkan diri sebagai bassist Flow. Gak lama kemudian, anak-anak bertemu Dygo (Drive).

Kenapa kamu galau dan mengundurkan diri sih?

Berkaitan kebutuhan dapur sih. Gue resign tahun 2004 dan gue nyoba kerja kantoran di supplier POLRI. Tahun itu juga, gue mengenalkan Robert ke anak-anak untuk membantu cari job panggung. Robert adalah temen sahabat gue. Oiaaa.. sebelum gue cabut, Abun lebih dahulu resign dan diganti sama Avant. Vokalis baru ini seorang penyanyi kafe. Tahun 2005, dia dapat long trip di batam selama 3 bulan. Avant pun mengundurkan diri. Flow kembali nyari vokalis. Ketemu lah dengan Aji, sekarang populer disebut Anji.

Betah gitu jadi orang kantoran?

Haha, ternyata membosankan. Gue cuma 6 bulan tahan kerja kantoran. Tahun 2005, Flow mulai banyak dapat jobpanggung. Robert membujuk gue kembali gabung membantu Flow. Gue mengiyakan. Berhubung Flow banyak job panggungnya, cukuplah buat gue makan sehari-hari. Buat nambah-nambah supaya bisa makan daging dan ayam, gue melamar jadi instruktur outbound. Untungnya hari-hari kerja di outbound gak bentrok sama jadwal panggung Flow.

Come back nih yeee. Trus.. trus..?

Suatu hari ada ajang pencarian band berbakat merilis sebuah band dengan nama Flow. Terpaksa kami harus ganti nama menjadi Drive. Drive terbentuk tanggal 6 Desember 2006 dan kemudian deal sama label E-Motion. Awal tahun 2007 mulai proses rekaman dan Drive rilis bulan April 2007. Nah selama April 2007 sampai April 2011, gue dipercaya menjadi road manager Drive.

Empat tahun jadi road manager, lama juga ya?  

Pertengahan tahun 2011, gue resign dari Drive kemudian gue ikut Lyla dari bulan Oktober 2011 sampai Desember 2012. Event terakhir gue sama Lyla, event pergantian malam tahun baru 2012 ke 2013. Per tanggal 2 Januari 2013, gue kerja di management artist label 18 Musik. Di sana gue ditunjuk menjadi head manager Super Girlies, Aurelia Devi, Kunci, Primadonna, Gotrie, sampoai Vyna Lee.

Tungguuu… head manager kan lebih banyak anteng di dalam kantor, bukan?

Nah itu dia. Emang dasar passion gue di lapangan, per Juli 2013 gue berhenti dari 18 Musik dan kembali berjuang bersama Drive. Seiring waktu, bulan Mei 2014 gue gabung sama Rinni Management, sebagai road manager juga.

Dapur makin ngebul dong nih ceritanya?

Dapur gue ngebul ketika gue juga rajuin nyari sampingan. Gue pernah jadi road manager Saint Locco, G Pluck, dan Rockstar Conspiracy. Gue juga pernah diajak sama EO, menjadi stage crew acara Depdiknas. Gue pernah ditunjuk jadi LO GIGI di event Telkom. Waktu Telkom ultah, gue didaulat sebagai stage manager. Waktu itu artisnya J-Rocks. Gue juga menjadi manager seorang talent yang gak ada hubungannya dengan musik yaitu dr. Ratih Citra Sari. Saat ini dia menjadi host program Doctors Go Wild di Kompas TV.

Canggih juga loncatan profesimu ya. Ngemeng-ngemeng, nama asli kamu siapa sih?

Nah, ini yang belum banyak orang yang tau. Nama lahir gue, Muhammad Irwansyah. Sebelum menjadi Gembok, gue sering dipanggil Irwan Nazif. Nama Gembok itu kalo gak salah beredar sejak tahun 2008. Dulu gue selalu pakai kaos warna hitam, celana kargo sedengkul, dan sepatu keds. Anak-anak navigator (kru Drive) melihat bentuk gue dari jauh itu kayak gembok. Sejak itu deh, orang selalu manggil gue Gembok haha…

(@edofumikooo)

Seno M Hardjo Berbagi Tips Dalam Merawat Musik Indonesia

Kamarmusik.net, JAKARTA – Nama Seno M Hardjo banyak kita lihat dalam credit title di beberapa sampul album musisi kita.  Seno M Hardjo mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk kemajuan musik Indonesia, baik sebagai produser di perusahaan rekaman miliknya ataupun sebagai Board of Directors dari Yayasan Anugerah Musik Indonesia.

Kenapa ia melakukan itu semua? Sedikit banyak terjawab dalam wawancara bersama Kamar Musik

Boleh ditulis mas, nama lengkap dan tanggal lahir?

Suseno Muljadi Hardjo. Untuk memudahkan jadi Seno M. Hardjo. Tanggal 1 Maret (tahunnya dirahasiakan) hehehe…

Mas Seno M Hardjo telah memberikan banyak kontribusi untuk dunia musik Indonesia, baik sebagai produser maupun sebagai tokoh di belakang AMI Award. Boleh cerita apa yang mendasari mas terjun ke dunia musik?

Saya mengawali karier di industri musik dengan menjadi wartawan (Kartini Group). Terus menulis di Hai, Kompas, News Musik, dan lain lain. Setelah itu, karena dorongan magma di jiwa (eits… hehehe), saya memproduksi musik dengan gerakan ‘indie’. Pertama kali saya memproduksi album KUBIK (1999), menyusul Cherry Bomshell dan Ipang. Karena lingkungan saya musisi legenda, saya mendaur ulang karya original mereka ditambah beberapa lagu baru. Akhirnya saya rilis dalam kapasitas The Best of seperti Dian Pramana Poetra, Utha Likumahuwa, Titi DJ, Malyda, Ita Purnamasari, Fariz RM, Harvey Malaihollo hingga Elfa’s Singers dan lain lain. Saya bermimpi memiliki label musik legenda, seperti Rhino Records (USA). Tapi untuk sementara, tekad saya membuatkan album the best bagi semua musisi 80-90an, saya hentikan dulu. Karena kesibukan saya di AMI Awards sebagi BoD, senior publicist di sendratari “Matah Ati” dan berbagai aktivitas bisnis kecil lainnya. Selain investasi di musik (rekaman) saat ini kurang menguntungkan. Modal baliknya lamaaa banget…. hikksss…

Sebagai produser musik, Bagaimana pendapat mas Seno melihat kondisi musik sekarang? Bisakah ini membaik?

Nggak bisa dipungkiri, Musik di seluruh benua juga lagi ‘sakit’. Bisa diperbaiki? Tentu bisa. Tergantung pelaku industrinya juga. Di Malaysia, seorang Sheila Majid bisa merilis album the best hampir 2 tahun sekali. Record label-nya membuat paket penjualan album original-nya. Di Indonesia, record label-nya termasuk ‘cengeng’ dan pemalas. Meratapi runtuhnya RBT terus. Mereka harusnya bangun dan memberdayakan ‘harta’ yang ada untuk dirilis kembali. Album by album original Vina Panduwinata, Dian Pramana Poetra, Harvey Malaihollo, Titi DJ dan grup2 besar seperti Krakatau, Kla Project dll – harusnya masih bisa dirilis ulang. Hasilnya emang nggak seberapa. Tapi kalau kuantitas serial albumnya ratusan, besar juga margin dan keuntungannya. Selain untuk menggairahkan outlet CD yang semakin hari makin merana karena pasokan materinya juga memble. Ayolah, masak 2 album original Atiek CB dirilis di Malaysia, sementara record label-nya di Indonesia nggak tau…

Kenapa masih banyak mendapat resistensi, bahkan dari musisinya sendiri?

Seno M Hardjo Berbagi Tips Dalam Merawat Musik Indonesia

AMI Awards itu pencatat sejarah musik Indonesia. Dengan sikap yang jelas, mensupport musik yang ber ‘vitamin’. Sudah masuk gelaran yang ke XV tahun 2002. Kami nggak tergoda untuk komersial dengan melibatkan SMS, karena sistem pemilihan di AMI Awards adalah academy system. Resistensi untuk sebuah ajang awarding di mana-mana ada pro dan kontra. Kami memperbaikinya dari tahun ke tahun. AMI Awards memberikan independensi kepada Tim Kategorisasi yang dibentuk untuk mendukung hal tersebut. Dan para musisi, pengamat musik dan orang record label yang kami undang sebagai anggota tim, bekerja keras dengan kejujuran, loyalitas, dan kapabilitas yang mumpuni. Kebetulan tahun ini Tim Kategorisasinya adalah nama-nama yang prinsipal. Ada Syaharani, Pongki Barata, Beng Beng Pas Band, Makki Parikesit, Ernest Cokelat, Buddy Ace, Bens Leo, Andy Julias, Vina Prihanjono, Mohammad Akbar, Kristanto Gunawan, Octav Panggabean, Teges Prita Soraya dll.

Penyelenggaraan AMI Award 2012 ini tentunya bukan hal mudah ya mas?

AMI Awards XV/2012 kami pentaskan di RCTI tanggal 4 Juli 2012 dan berjalan sukses. Tahun ini, kami berhasil memanggungkan berbagai genre musik. Dari Keroncong, Anak-anak, dan Dangdut. Kami juga panggungkan para pemenang dalam konser AMI Awards Terbaik Terbaik, tanggal 9 Juli 2012. AMI Awards XVI/2013 akan kami gelar dengan lebih baik tentunya mulai dari sistem pendaftaran, publikasi, dan kategorisasi. Beberapa pemikiran original tentang malam Gala AMI Awards juga sudah kami dapatkan. Ajang ini memberi ruang, khususnya kepada saya dan umumnya para musisi, untuk tampil beda dan menjunjung jati diri kepemusikannya.

Sebagai pengamat musik yang lama di industri, apa yang perlu dilakukan agar musisi bertahan kariernya dan nggak “kesusahan” di masa tuanya?

Kualitas dan kemampuan membaca tren pasar, itu wajib dimiliki musisi. Hal penting lainnya adalah kolaborasi dengan lintas genre musik dan lintas generasi. Untuk menyambut masa tua, sebaiknya musisi menyisihkan penghasilannya untuk asuransi kesehatan dan pendidikan buat anak-anaknya.

Terima kasih mas Seno M Hardjo, Kamar Musik dukung perjuangannya!