Arsip Tag: roberto pieter

Roberto Pieter: “Menjual” Artis Itu Gak Boleh Setengah-Setengah (2)

Kamarmusik.net, JAKARTA – Ulasan Kamar Musik soal Roberto Pieter masih berlanjut nih. Buat yang pas kebetulan buka artikel ini, kamu bisa nongkrongin berita sebelum ini. Curhatan Robert di sesi ini berkisah tentang kegagalannya dalam memanajeri artis dangdut sampai cerita rujuknya kembali dengan grup band Drive. Gebet langsung deh cuap-cuap eks gitaris band Cokelat ini.

Membentuk Green Entertainment

“Green Entertainment yang terbentuk tahun 2010, isinya gue dan anak-anak Drive. Saat itu ada beberapa artis yang ikut gabung di Green Entertainment. Tahun 2012, gue memutuskan mundur dari Green Entertainment dan gak lagi menangani Drive. Dari situ gue nyoba jalan sendiri. Kebetulan Lyla dan The Rain sedang mencari manager. Khusus Rinni Wulandari, gue yang melamar. Waktu itu gue pengin banget megang artis cewek. Kebetulan juga, kontrak Rinni dengan management yang lama selesai, Sekarang, gue juga pegang Intan Melodi, Top 5 New AFI 2013. Fokus Intan sekarang lebih ke akting, mulai dari sinetron dan film.”

Menghandle banyak artis dengan management berbeda…

“Mungkin ini baru terjadi di gue aja. Gue megang beberapa artis dengan management berbeda. Dari awal berangkatnya, gue bergerak secara perorangan bukan sebagai PT. Jadi lebih ke partnership sih. Yang lagi tren di Singapore, ya kayak yang gue jalani saat ini. Someday, gak menutup kemungkinan, gue tetap bercita-cita untuk punya bendera sendiri.”

Roberto Pieter gagal ngedangdut…

“Di saat musik dangdut lagi booming, gue pun tertantang untuk memegang talent dangdut. Ada 2 penyanyi dangdut yang sempat gue manajerin. Sayangnya, gagal. Mungkin passion gue bukan di dangdut kali ya. Hikmah yang gue petik adalah lo harus menyukai banget produk tersebut supaya lo gak akan setengah-setengah dalam menjualnya.”

Pintu tertutup, jendela terbuka…

“Selama di dunia entertainment, cuma 3 tahun gue digaji sama orang, Selebihnya, gue menggaji diri gue sendiri. Intinya kalo gak dapat job, ya gue gak makan. Di dunia seperti ini gak ada fixed income, jadi harus tetap survive. Analoginya gini. Ketika Tuhan menutup pintu, Tuhan akan membukakan jendela. Saat keluar dari Drive, gue dapet Lyla dan beberapa artis lainnya.”

Cieee, yang rujuk lagi dengan Drive…

            “Banyak orang bilang, mau siapapun artis gue pegang, nama Drive begitu melekat. Wakte memutuskan keluar dari Drive, saat itu mungkin gue lagi gak fokus untuk Drive. Mereka mencari manager yang intens. Tahun ini gue diminta kembali menangani Drive. Gue yang mendapatkan label Sony Music untuk album baru mereka yang sebentar lagi bakal dirilis.”

Roberto Pieter: Gitaris Cokelat yang Menjadi Personel Kelima Drive (1)

Kamarmusik.net, JAKARTA – Hampir 20 tahun Roberto Pieter bergelut di industri musik. Ayah 3 anak ini yang mencetuskan nama band Cokelat di Bandung, 25 Juni 1996 lalu. Uniknya, ia gak mau berlama-lama di depan layar. Robert memilih bersembunyi di balik kemudi, jadi manager artis. Ia ikut berperan dalam mengatrol popularitas beberapa nama penyanyi dan grup band seperti Drive, Lyla, The Rain, Rinni Wulandari, dan Intan Melodi.

Robert pernah memaintain sejumlah nama lain seperti Tata Janeeta, Emil Dardak, Friendz (Adit AFI dan Nia AFI), Ridho Khan, AOP band, dan lainnya. Yang menarik, pengagum Maia Estianty itu pernah merasakan fase menjadi pekerja kantoran loh. Jangan kemana-mana, seruput kopi panas anda, dan silahkan lanjut membaca yaaa…

Cita-citanya sih jadi Designer Grafis

“Gue dulu kuliah di Sekolah Tinggi Seni Rupa & Desain Indonesia (STISI Bandung). Penginnya gue sih jadi desainer grafis. Nah, di tempat kuliah itu juga gue akhirnya main band. Tahun 1996 gue membentuk Cokelat bareng Kikan, Ronny, Bernard, dan Deden. Band makin jalan ketika Cokelat ikut album kompilasi Indie Ten bersama PADI dan Caffeine tahun 1998.  Cokelat makin serius ketika tahun 2000 merilis album pertama di Sony Music. Nah, ketika Cokelat mau rilis album kedua tahun 2001, gue cabut karena pengin nyoba kerja kantoran.”

Ngantor deh, tapiii

“Gue merantau ke Jakarta dan kerja sebagai desainer grafis di Menara Emporium selama 3 tahunan. Di saat ngantor, jiwa musisi gue masih meledak-ledak. Kebetulan waktu itu terjadi pengurangan pegawai di kantor dan gue kena. Tahun 2004, gue usaha mandiri dengan membuat R Design. Dari usaha sendiri itu, gue punya uang lebih dan kemudian bisa menikah haha.”

Debut sebagai manager band

“Band pertama yang gue pegang itu Flow. Salah satu yang berjasa yaitu Gembok, bassist Flow. Gue kenal dia melalui seorang sahabat. Gembok bilang, Flow butuh manager. Gue coba pegang Flow, saat itu vokalisnya Budi Rahardjo. Flow makin jalan, gue pun coba megang band lain, Rockomotive. Di tengah jalan, Rockomotive ditinggal vokalis, Gue nyari penggantinya, ketemu Anji, dan jadiilah dia vokalis Rockomotive. Malang, Rockomotive gak jalan dan kemudian bubar. Anji yang memang punya suara bagus, lalu gue tarik sebagai vokalis Flow. Gue juga yang menemukan Dygo, setelah Gembok memutuskan keluar dari Flow.”

Jadi Fifth member di band Drive

“Di saat megang Flow, gue masih bisa menjalankan bisnis R Design. Mungkin gak banyak orang tahu, gue adalah member ke-5 Drive. Bedanya yang lain personel band, gue managernya. Kenapa bisa sebagai fifth member, karena gue iku invest dari nol. Mulai patungan untuk latihan di studio, rekaman album, sampai akhirnya Drive mendapat label E-Motion. Konsepnya, semua job seperti offair dan royalti, hasilnya kami bagi lima. Ketika Drive jalan dan sering tur ke luar kota, kerjaan desain grafis gue tutup. Itu yang gue akui sebagai kebodohan terbesar. Harusnya gue tetap jalani R Design, dengan mengkaryakan orang lain.

(@edofumikooo)