Arsip Tag: musik indonesia

Rahayu Kertawiguna: Musik Indonesia Digerogoti 10 Triliun Oleh Pembajak

Kamarmusik.net, JAKARTA – Hari Senin (9/3) lalu adalah perayaan Hari Musik Nasional ke-12. Apa sih pe-er terbesar dari dinamika industri musik Indonesia yang belum tuntas? Yupss, pembajakan! Salah satu pelaku industri musik yang selalu getol memberantas gerombolan maling hak cipta ini adalah Rahayu Kertawiguna.

CEO big indie label Nagaswara sekaligus penggagas Gerakan Anti Pembajakan (GAP) itu telah menggulung banyak sindikat pembajak besar yang bermain di negeri ini. Pria berusia 50 tahun ini juga mendukung terbentuknya Lembaga Management Kolektif Nasional (LMKN) dan Badan Ekonomi Kreatif (BEK). Rahayu Kertawiguna pun ikut menyambut gembira Undang Undang Hak Cipta Baru yang menjamin keamanan atas karya seniman.

“Nagaswara terus berjuang melawan pembajakan supaya industri musik di Indonesia gak terpuruk. Cukup sudah pembajak itu merampas hak cipta. Salah satunya mechanical right atau hak-hak yang terkait dengan orang-orang di balik layar terciptanya karya musik, seperti produser dan pencipta lagu. Contohnya rumah-rumah karaoke melakukan penyebaran karya para musisi tanpa menggunakan master aslinya,” lontar Rahayu dengan geram.

Langkah tegas untuk melindungi musik Indonesia dan membabat para pembajak

Pria yang juga sangat produktif dalam menciptakan lagu itu punya trik untuk menggilas habis perampok hak cipta.

“Sektor yang dibajak selain CD adalah royalti master. Banyak lagu dari artis kami di beberapa rumah karaoke gak ada izinnya. Sampai detik ini kami masih menunggu itikad baik dari salah satu pemilik karaoke besar di Indonesia. Kalo nggak ada, akan kami meja hijaukan, masukin ke penjara, kala perlu hukumannya harus diperlakukan sama seperti para gembong narkoba, yaitu hukuman mati,” tegasnya.

Ia nampaknya, nggak main-main dengan semua ucapannya. Bahkan Rahayu siap mempertaruhkan nyawanya.

“Saya taksir kerugian musik Indonesia akibat pembajakan mencapai sekitar 10 triliun. Nagaswara adalah label yang paling banyak artisnya. Taro lah Nagaswara memiliki kue 20 % dalam market share, artinya kerugian kami kurang lebih sekitar 2 triliun. Saya harap pelaku industri lain nggak cuma menonton dan menunggu. Ayo kita berantas sampai tuntas. Untuk memerangi pembajak sampai ke akarnya, saya siap mati,” semprot Rahayu Kertawiguna.

(@edofumikooo)

DUNIA BATAS: Payung Teduh, Antologi dari Puisi, Musik dan Melankolia

Kamarmusik.net, JAKARTA – Jika hari ini anda membawa payung, saya bertaruh anda tak sampai harus berbasah kuyup. Apalagi terpaksa harus terpanggang terik matahari seperti sembilu. Jika anda mendengar album kedua Payung Teduh bertajuk Dunia Batas, saya jamin anda menemukan atmosfer teduh sekaligus sendu.

Barangkali begitu saya memercayai relasi di balik makna nama kelompok musik ini. Setidaknya begitulah yang terjadi pada Payung Teduh, mengaliri diri mereka dengan warna musik yang unik, bagaimana mengutarakannya?

Saya bisa memilih kata pop, folk, dan akustik yang teramu dalam racikan retro nan pekat. Ramuan musik ini yang kemudian mampu menjadi payung yang lantas menyihir teduh hati serta indra pendengaran.

Awalnya saya berpikir, bukankah mereka terdengar seperti versi SORE dalam balutan lebih klasik? Sayangnya pemikiran itu mendadak terbenam seusai melahap habis 8 tracks dari album kedua Payung Teduh ini. Jika album debut self titled mereka hanya dimaknai sebagai sebuah sekapur sirih perkenalan, maka Dunia Batas adalah tajinya.

Tanpa basa-basi, Dunia Batas kembali membawa Payung Teduh kedalam nuansa melankolis mendayu-dayu. Delapan tembang didalamnya mengalun dalam tempo yang pelan, dimana seolah menyiratkan disitulah ‘keteduhan’ mereka sedang bekerja. Terlebih dengan lirik-lirik mereka yang terbingkai cantik oleh diksi puitis.

Track Demi Track yang Meneduhkan Dari Payung Teduh

Track pertama “Berdua Saja” dilepas dengan intro petikan gitar yang parau. Suara bersahaja meluncur dari bibir sang vokalis, membuat suasana kian syahdu. Track kedua hadir dengan inspirasi sebuah senja dan hati yang lara.

“Menuju Senja” bisa jadi track dengan kisah klise untuk para penggalau, namun nyatanya latar senja, nukilan-nukilan harapan, serta penantian adalah kombinasi sempurna untuk sebuah elegi tentang cinta.

Tak habis sampai disana, Payung Teduh memainkan harmoni kalem mereka pada tembang bertajuk “Perempuan Yang Sedang Di Pelukan”. Tembang ini bisa dikatakan sebuah kontemporer folk-pop yang dibebani nuansa sayu pada permainan gitar akustik, cajon dan contra bass mereka.

Saya tergila-gila pada intro akustik milik tembang “Rahasia”. Terlebih pemilihan diksi pada liriknya yang bergumam begini “Harum mawar membunuh bulan/ Rahasia tetap diam tak terucap/ Untuk itu semua aku mencarimu//

Sungguh terdengar cantik, romantis sekaligus ironi. Menuju ke sebuah tembang masterpiece, bagi saya di album ini ialah “Angin Pujaan Hujan”. Rasakan warna musik Indonesia tempo 60’an merasuk kedalam olahan kontemporer mereka. Ini diperkuat oleh alunan keroncong yang sayup-sayup merancang sebuah kolaborasi teduh didalamnya.

Tak salah bila tembang ini pula yang akhirnya dijadikan single pamungkas dalam Dunia Batas. Beranjak ke track “Di Ujung Malam”, sebuah lagu dengan lirik paling sedikit dibandingkan lagu-lagu lain milik mereka. meski hanya memuat lima baris, namun dirapalkan oleh Is dengan penuh makna.

“Resah” adalah tembang ketujuh dan salah satu favorit saya lantaran harmonisasinya yang dibuat bak sebuah musikalisasi puisi. Saya mendapati sebuah ketulusan dan pengharapan yang sungguh melalui lirik dan permainan instrumen yang mereka suratkan itu. Vokal Is pun terdengar lebih lirih dan berdialog.

Sebagai sebuah penutup yang manis, track semacam “Biarkan” adalah happy ending yang mengguratkan seribu kenangan pada liriknya tersebut. Dan saat saya mendengarkan kalimat Biarkan dewi malam menatap sayu/ Meratapi bulan yang memudar// Oh sungguh diksi yang sungguh menggungah relung sanubari.

Dunia Batas, Puisi yang Bermusik atau Musik yang Tengah Berpuisi?

Cover artwork album ini seolah membingkai sebuah estetika surealis penuh cita rasa. Dengan memilih warna hijau muda, terilustrasi sebuah pohon besar, rindang nan teduh namun dengan posisi merunduk, seolah usai diguncang badai hebat. Apa maknanya? Hanya pujangga dan pelukis ternama yang bisa meraba kegalauan ilustrasi mereka.

Dunia Batas itu bak antologi puisi yang bermusik atau malah musik yang tengah berpuisi. Bagaimana pun menjulukinya, Dunia Batas adalah karya revolusioner anak bangsa yang meneduhkan kembali musik Indonesia dengan sebuah kualitas sebagai akarnya.

Penulis : Putra Adnyana

Editor : Doddy Irawan

Seno M Hardjo Berbagi Tips Dalam Merawat Musik Indonesia

Kamarmusik.net, JAKARTA – Nama Seno M Hardjo banyak kita lihat dalam credit title di beberapa sampul album musisi kita.  Seno M Hardjo mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk kemajuan musik Indonesia, baik sebagai produser di perusahaan rekaman miliknya ataupun sebagai Board of Directors dari Yayasan Anugerah Musik Indonesia.

Kenapa ia melakukan itu semua? Sedikit banyak terjawab dalam wawancara bersama Kamar Musik

Boleh ditulis mas, nama lengkap dan tanggal lahir?

Suseno Muljadi Hardjo. Untuk memudahkan jadi Seno M. Hardjo. Tanggal 1 Maret (tahunnya dirahasiakan) hehehe…

Mas Seno M Hardjo telah memberikan banyak kontribusi untuk dunia musik Indonesia, baik sebagai produser maupun sebagai tokoh di belakang AMI Award. Boleh cerita apa yang mendasari mas terjun ke dunia musik?

Saya mengawali karier di industri musik dengan menjadi wartawan (Kartini Group). Terus menulis di Hai, Kompas, News Musik, dan lain lain. Setelah itu, karena dorongan magma di jiwa (eits… hehehe), saya memproduksi musik dengan gerakan ‘indie’. Pertama kali saya memproduksi album KUBIK (1999), menyusul Cherry Bomshell dan Ipang. Karena lingkungan saya musisi legenda, saya mendaur ulang karya original mereka ditambah beberapa lagu baru. Akhirnya saya rilis dalam kapasitas The Best of seperti Dian Pramana Poetra, Utha Likumahuwa, Titi DJ, Malyda, Ita Purnamasari, Fariz RM, Harvey Malaihollo hingga Elfa’s Singers dan lain lain. Saya bermimpi memiliki label musik legenda, seperti Rhino Records (USA). Tapi untuk sementara, tekad saya membuatkan album the best bagi semua musisi 80-90an, saya hentikan dulu. Karena kesibukan saya di AMI Awards sebagi BoD, senior publicist di sendratari “Matah Ati” dan berbagai aktivitas bisnis kecil lainnya. Selain investasi di musik (rekaman) saat ini kurang menguntungkan. Modal baliknya lamaaa banget…. hikksss…

Sebagai produser musik, Bagaimana pendapat mas Seno melihat kondisi musik sekarang? Bisakah ini membaik?

Nggak bisa dipungkiri, Musik di seluruh benua juga lagi ‘sakit’. Bisa diperbaiki? Tentu bisa. Tergantung pelaku industrinya juga. Di Malaysia, seorang Sheila Majid bisa merilis album the best hampir 2 tahun sekali. Record label-nya membuat paket penjualan album original-nya. Di Indonesia, record label-nya termasuk ‘cengeng’ dan pemalas. Meratapi runtuhnya RBT terus. Mereka harusnya bangun dan memberdayakan ‘harta’ yang ada untuk dirilis kembali. Album by album original Vina Panduwinata, Dian Pramana Poetra, Harvey Malaihollo, Titi DJ dan grup2 besar seperti Krakatau, Kla Project dll – harusnya masih bisa dirilis ulang. Hasilnya emang nggak seberapa. Tapi kalau kuantitas serial albumnya ratusan, besar juga margin dan keuntungannya. Selain untuk menggairahkan outlet CD yang semakin hari makin merana karena pasokan materinya juga memble. Ayolah, masak 2 album original Atiek CB dirilis di Malaysia, sementara record label-nya di Indonesia nggak tau…

Kenapa masih banyak mendapat resistensi, bahkan dari musisinya sendiri?

Seno M Hardjo Berbagi Tips Dalam Merawat Musik Indonesia

AMI Awards itu pencatat sejarah musik Indonesia. Dengan sikap yang jelas, mensupport musik yang ber ‘vitamin’. Sudah masuk gelaran yang ke XV tahun 2002. Kami nggak tergoda untuk komersial dengan melibatkan SMS, karena sistem pemilihan di AMI Awards adalah academy system. Resistensi untuk sebuah ajang awarding di mana-mana ada pro dan kontra. Kami memperbaikinya dari tahun ke tahun. AMI Awards memberikan independensi kepada Tim Kategorisasi yang dibentuk untuk mendukung hal tersebut. Dan para musisi, pengamat musik dan orang record label yang kami undang sebagai anggota tim, bekerja keras dengan kejujuran, loyalitas, dan kapabilitas yang mumpuni. Kebetulan tahun ini Tim Kategorisasinya adalah nama-nama yang prinsipal. Ada Syaharani, Pongki Barata, Beng Beng Pas Band, Makki Parikesit, Ernest Cokelat, Buddy Ace, Bens Leo, Andy Julias, Vina Prihanjono, Mohammad Akbar, Kristanto Gunawan, Octav Panggabean, Teges Prita Soraya dll.

Penyelenggaraan AMI Award 2012 ini tentunya bukan hal mudah ya mas?

AMI Awards XV/2012 kami pentaskan di RCTI tanggal 4 Juli 2012 dan berjalan sukses. Tahun ini, kami berhasil memanggungkan berbagai genre musik. Dari Keroncong, Anak-anak, dan Dangdut. Kami juga panggungkan para pemenang dalam konser AMI Awards Terbaik Terbaik, tanggal 9 Juli 2012. AMI Awards XVI/2013 akan kami gelar dengan lebih baik tentunya mulai dari sistem pendaftaran, publikasi, dan kategorisasi. Beberapa pemikiran original tentang malam Gala AMI Awards juga sudah kami dapatkan. Ajang ini memberi ruang, khususnya kepada saya dan umumnya para musisi, untuk tampil beda dan menjunjung jati diri kepemusikannya.

Sebagai pengamat musik yang lama di industri, apa yang perlu dilakukan agar musisi bertahan kariernya dan nggak “kesusahan” di masa tuanya?

Kualitas dan kemampuan membaca tren pasar, itu wajib dimiliki musisi. Hal penting lainnya adalah kolaborasi dengan lintas genre musik dan lintas generasi. Untuk menyambut masa tua, sebaiknya musisi menyisihkan penghasilannya untuk asuransi kesehatan dan pendidikan buat anak-anaknya.

Terima kasih mas Seno M Hardjo, Kamar Musik dukung perjuangannya!