Arsip Tag: bassist

Heboh Meme Meninggal Bondan Prakoso di Tengah Promo ‘What The F?!’

Kamarmusik.net, JAKARTA – Belum lama ini panggung musik Indonesia dibuat geger dengan beredarnya meme Bondan Prakoso meninggal. Anehnya, gosip itu berhembus berbarengan dengan keluarnya single terbaru Bondan yang berjudul “What The F?!”. Apakah ini memang sebuah kebetulan atau bagian dari strategi marketing untuk kembali melejitkan popularitas Bondan, Kamar Musik pun segera mengonfirmasi kebenaran rumor tersebut.

“Alhamdulillah, Bondan sehat,” ucap Bagus Satrio, manager sekaligus adik kandung Bondan Prakoso, saat dihubungi Kamar Musik via WhatsApp, baru-baru ini.

Buat mereka yang berpikir pendek tanpa melakukan kroscek, boleh jadi viralnya meme R.I.P Bondan Prakoso di sosial media, langsung ditelan bulat-bulat. FYI, meme bertuliskan R.I.P bukan sebagai info bahwa Bondan beneran meninggal dunia. R.I.P merupakan kependekan dari sebuah lagu di album Unity yang dirilis tahun 2007 lalu. Lagu “Rhyme In Peace” tersebut ada di track ke-8, saat Bondan masih bekerjasama dengan grup hip hop, Fade2Black.

Saat dikonfirmasi lebih lanjut apakah meme tersebut “dipesan” khusus untuk mendongkrak lagu baru Bondan, Bagus langsung menampiknya.

“Nggak tahu kok bisa begitu. Bukan kami yang buat meme itu,” tegas pria bertubuh jangkung tersebut.

Bagus Satrio melanjutkan, beredarnya meme itu sudah diketahui langsung oleh Bondan. Namun, hal tersebut sama sekali nggak mengganggu fokus kakaknya dalam mempromosikan single “What The F?!”.

Single Baru, Bondan Prakoso Terima Challenge Dari Istri Tercinta

Heboh Meme Meninggal Bondan Prakoso di Tengah Promo 'What The F!'
Single kece berbahasa Inggris Bondan Prakoso dibuat hanya dalam 1 hari (Foto: Dok. BondanPrakosoOfficial/Facebook).

Proses kreatif di balik lahirnya lagu “What The F?!” cukup unik. Pertama, lagu ini dibuat dan direkam dalam waktu singkat, nggak sampai 24 jam! Kedua, lagu ini muncul berawal dari keisengan sang istri yang bikin challenge kepada Bondan. Margareth Caroline Fatah menantang suaminya untuk membuat sebuah lagu dalam satu hari untuk memeriahkan HUT RI yang ke-72 pada 17 Agustus 2017 lalu.

Hasilnya, luar biasa. Jadi deh sebuah karya musik yang ramai diperbincangkan di kalangan fans fanatik Bondan setelah ia mengunggah lagu (beserta video liriknya) pada 2 September 2017 lalu di kanal Youtube miliknya.

Respons dan komentar positif dari lagu tersebut membuat Bondan beserta manajemen memutuskan untuk merilis “What The F?!” secara resmi di bawah naungan label indie miliknya, VOLD Record.

Setelah melakukan polling yang melibatkan warganet untuk menentukan tanggal rilis, akhirnya “What The F?!” resmi dipublikasikan pada 8 Desember 2017.

“Ya, saya melibatkan warganet untuk penentuan tanggal rilis melalui polling via Snapgram. Saya mau mereka ikut berperan dan menjadi bagian dari proses perjalanan lagu ‘What The F?!’,” papar musisi yang ultah setiap 8 Mei ini.

Menurut Bondan, hal itu penting dilakukan, mengingat di industri musik Indonesia saat ini sudah tidak ada lagi hal baku terkait treatment dan promosi dari sebuah karya.

“Kita dituntut untuk super kreatif dari tahun-tahun sebelumnya,” ceplos pria berusia 33 tahun ini.

Alasan Bondan Prakoso Memilih Judul “What The F?!”

Heboh Meme Meninggal Bondan Prakoso di Tengah Promo 'What The F!'
Bondan Prakoso ingin mengajak penikmat musiknya merasakan akar musik saat ia berada di Funky Kopral. (Foto: Dok. BondanPrakosoOfficial/Facebook).

Single “What The F?!” merupakan track berbahasa Inggris yang mengangkat tema seputar hal-hal fenomenal yang belakangan ini terjadi. Bondan merasa muak hingga seakan ingin menenggelamkan diri dan menghilang dari carut-marut dunia yang dipenuhi fitnah, kebohongan, serta kepalsuan.

Namun di sisi lain, keluarga yang ia sayangi memberikan banyak dukungan dan energi positif, sehingga membuatnya terus bangkit untuk menghadapi tantangan demi tantangan.

Dengan genre musik yang kental bermuatan funk-rock, ditambah part solo bass khas a la Bondan, ia seakan kembali ke akar musik yang bakal mengingatkan kita pada masa kejayaan band terdahulunya, Funky Kopral.

Setelah kembali bersolo karier, Bondan Prakoso telah menelurkan beberapa single, di antaranya adalah “I Will Survive”, “Generasiku”, “Menerjang Matahari”, dan banyak lagi.

“Kita harus berani jujur ke diri kita sendiri, juga kepada masyarakat. Itulah esensi dari bermain musik, walaupun saya sadar akan ada banyak pertentangan dan gesekan di kemudian hari. But, yeaaah, it’s good to be ‘me’ again. I got my soul back!,” lontar pemilik akun Instagram @_bondanprakoso_ dengan 76.564 followers ini.

Hingga berita ini diturunkan, video musik “What The F?!” yang diunggah di YouTube pada 7 Desember 2017, telah disaksikan 182.744 viewers. Lagu ini ia ciptakan dan produseri langsung. Untuk mixing dan mastering, ia memercayakannya ke Osvaldorio. Ada 1573 komentar yang membanjiri perjalanan video musik anyar Bondan.

 

Teks : edofumikooo

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar

Kamarmusik.net, JAKARTA – Apa momen yang kamu rindukan waktu kecil? Tentu saja banyak dan itu ngangenin. Satu hal yang paling menyejukkan adalah menyimak orangtua mendongengkan cerita dan menyanyikan lagu pengantar tidur. Momen ini yang menggugah Sheila Permatasaka untuk membuat video di akun Instagramnya berjudul “Pengantar Lelap”. Lagu yang menggugah ini, bisa juga kamu simak di album solo bassist perempuan ini.

Dalam captionnya, Sheila Permatasaka menceritakan bahwa video sederhana ini berawal dari sebuah lagu yang ia tulis sebagai lullaby song atau lagu pengantar tidur untuk anaknya yaitu Hans.

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar
Lagu Pengantar Lelap, bukti cinta tulus Sheila terhadap Hans, sang buah hati tercinta (Foto: Dok. Facebook/Sheila Permatasaka).

“Pesan dari lagu ini adalah hubungan kasih antara orangtua dengan anak yang terjalin sewaktu anak tersebut siap untuk beristirahat. Selamat menikmati video ini dan semoga pesan sederhana yang ada dapat tersampaikan dengan baik,” ujar Sheila via akun Instagram sheilapermatasaka

Kepada Kamar Musik, musisi kelahiran Jakarta, 4 Maret 1984 ini memercayakan lagu “Pengantar Lelap” (Lullaby) oleh Evelyne Hutagalung. Track manis ini tertuang dalam sebuah album bertitel Midnight Superstar. Sheila yang sampai saat ini masih aktif sebagai bassist di berbagai kegiatan musik sebagai player, organizer, maupun composer ini berbagi kisah seputar penggarapan album solonya.

Selain gandeng The Upmost, Sheila Permatasaka juga libatkan banyak musisi andal

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar
Kolaborasi penuh harmoni antara Sheila dan The Upmost kental terasa. (Foto: Dok. Sheila Permatasaka).

Awal tahun 2017 merupakan momen yang tepat untuk Sheila dalam berkontribusi untuk perkembangan musik Indonesia. Album solo bass ini ia kerjakan dengan bantuan beberapa teman bermusiknya yang tergabung di sebuah band yaitu The Upmost. Tingginya jam terbang, membuat ia tak kesulitan dalam merampungkan albumnya. Hanya kurang dari 3 bulan, album Sheila And The Upmost yang bermaterikan 6 lagu ini pun rilis di pasaran.

Sebagian besar merupakan karya original dari Sheila. Agar produksi albumnya lancar, ia bekerjasama dengan Yessi Kristianto dan Indra Aryadi. Tak cukup sampai di situ. Dalam 5 track instrumental albumnya, ia menggandeng sederet drummer hebat. Sebut saja Echa Soemantri, Handy Salim, Jeane Phialsa, Dimas Pradipta. Wujud keseriusan album ini ia tonjolkan dengan menggaet drummer dari Australia, Brody Simpson.

Musisi yang aktif main bass sejak tahun 2003 ini mengajak penikmat musik larut dalam karya indahnya, macam “Lullaby for Hans”, “All is Well”, “Be Not Nobody”, “Midnight Superstar”, dan “The Dawn Has Come”. Isian bassnya tak lepas dari pengaruh mentornya di LPM Farabi seperti Indro Harjodikoro, Adi Dharmawan, dan Ilyas Muhadji.

Sejumlah alasan mengapa album solo Sheila Permatasaka wajib dimiliki

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar
Segambreng drummer jempolan dilibatkan di albumnya, termasuk drummer dari Australia. (Foto: Dok. Sheila Permatasaka).

Pengalamannya malang-melintang di industri musik membuat ia matang secara musikalitas. Salah satu prestasinya adalah bassist terbaik di Festival Budaya Jakarta dan Juara 1 (bersama Starlite) di Festival Jazz Goes To Campus UI 2004. Sheila pernah mengiringi para penyanyi terbaik Indonesia seperti Gita Gutawa, Dewi Sandra, Vidi Aldiano, Mike Mohede, Denada, dan banyak lagi. Belum lagi festival musik yang ia ikuti baik di dalam maupun di luar negeri.

Sebelum merilis album solo Midnight Superstar, ia juga pernah merilis project rekaman bersama Starlite dalam album berjudul Our Journey (2014). Album tersebut diproduksi bersama rekan-rekan satu bandnya yang terdiri dari Jeane Phialsa (drum) dan Rieke Astari (piano). Beberapa penyanyi juga turut mensupport albumnya. Sebut saja Olive Latuputty, Grace Sahertian, dan Eno ‘Darajana’. Ia juga pernah menjadi bassist perempuan di Baim Trio.

Well, perjalanan panjang itulah yang akhirnya membulatkan tekad Sheila Permatasaka untuk merilis album solo ini.

 

edofumikooo

Berkah Main Bass, Sheila Permatasaka Hidup Sejahtera dan Keliling Dunia

Kamarmusik.net, JAKARTA – Cewek jadi pemain bass? Uhmm… nyentrik sih. Tapi bukannya, instrumen gitar bass ini lebih cocok dimainkan oleh cowok ya? Bobot bass kan lumayan berat tuh, belum lagi senarnya yang gendut berpotensi banget bikin kulit jari cewek jadi nggak mulus. Itu pemikiran mainstream sih. Semakin hari tambah rame kok cewek yang penasaran dengan profesi bassist. Biar asyik, kita ngobrol lebih jauh yuk sama Sheila Permatasaka.

Cewek kelahiran Jakarta, 4 Maret 1984 ini mulai curi-curi pandang dengan instrumen bass sejak ia SMP.

“Pertama suka instrumen ini sejak SMP. Mulai menekuni secara profesional ya ketika aku kuliah,” tutur Sheila.

Mengulik bass secara otodidak bukan perkara sepele. Sheila Permatasaka pun mengakui secara terus terang.

“Awalnya nyoba untuk otodidak, tapi pada satu titik aku merasa mentok. Aku putuskan untuk belajar di Farabi Music School. Waktu itu aku belajar sama Mas Indro Hardjodikoro dan Adi Darmawan,” kenangnya.

Apa Iya Bass Itu Melulu Jadi Dunia Cowok? Begini Jawaban Sheila Permatasaka

Berkah Main Bass, Sheila Permatasaka Hidup Sejahtera dan Keliling Dunia

Kalau udah menyerempet soal gender, memang sih profesi bassist mayoritas lebih dikuasai oleh cowok.

“Menarik sih kalau kita berada di situasi seperti ini. Tapi semua itu kan bisa disiasati. Caranya, kita harus bisa membuktikan kalau cewek pun bisa bermain bass sebaik cowok. Ya berusaha semaksimal mungkin aja untuk menguasai instrumen ini dengan baik. Bass itu elemen penting dalam bermusik yang penekanannya ada di ryhtim sama groove,” urai cewek yang pernah terlibat di proyek Baim Trio ini.

Pandangan sebelah mata banyak orang terhadap bassist cewek, bisa dijungkirbalikkan oleh Sheila.

“Dari awal sampai sekarang, aku terus konsisten jadi pemain bass. Aku bisa melakukan dan menunjukkan ke orang banyak bahwa bermain bass itu menyenangkan. Cewek itu sebaiknya nggak melulu harus di jalur mainstream. Yakin deh, kamu bisa hidup sebagai bassist. Bertahun-tahun main bass, aku bisa membeli rumah dan mobil sendiri. Bahkan bisa manggung ke berbagai benua di dunia,” papar cewek berusia 33 tahun ini.

Sheila Permatasaka dan Mimpinya Memiliki Album Solo

Berkah Main Bass, Sheila Permatasaka Hidup Sejahtera dan Keliling Dunia

Biar kamu, cewek-cewek makin terbuka pemikirannya dan mudah-mudahan tergerak menjadi pemain bass, Kamar Musik bisa nambahin referensi kece tentang bassist cewek Indonesia nih. Sebut saja Chua ‘Kotak, Nissa Hamzah ‘Omellete’, sampai Prinzes Amanda a.k.a Icez ‘The Rock’. Belum lagi sederet bassist teope dari luar negeri.

Mulai dari Aina Yamauchi (bassist grup band Silent Siren dari Jepang), Doris Yeh (bassist dari Taiwan Symphonic Black Metal Chothonic Band), sampai Anna Sentina. Nama yang terakhir disebut menarik karena sangat populer di YouTube. Cewek kelahiran 16 September 1994 ini udah tampil di seluruh berbagai tempat mentereng macam Whiskey A Go Go, the Viper Room, the Mint, SOMA San Diego, the Hard Rock Cafe dan the House of Blues.

Kembali ke Sheila. Bassist terbaik di ajang Festifal Budaya Jakarta (2004) ini juga tergabung bersama Jeane Phialsa (drum) dan Rieke Astari (piano) dalam grup Starlite, pemenang Jazz Goes to Campus Competition (2004). Bersama Starlite pula, ia telah melepas sebuah album digital berjudul Our Journey.

Yang nggak kalah menarik, Sheila Permatasaka lagi serius untuk merampungkan album solonya lho.

“Iya, mohon doanya ya untuk album solo ini. Formatnya lebih dititikberatkan di bass dan ada juga nuansa orkestrasinya. Nggak cuma instrumental, rencananya ada juga penyanyinya yang membawakan lagu aku. Belum ada gambaran sih siapa yang mau nyanyi. Sampai saat ini aku masih nyari yang paling pas,” terang Sheila.

Waahhh, barangkali ada pembaca setia Kamar Musik yang bisa membantu Sheila tuh. Semoga lancar albumnya ya…

edofumikooo

Dennis Lyla: Fenomenal, Karya, Penggemar, dan Saya

Kamarmusik.net, JAKARTA – Aneh bin ajaib!!!!! Demikian bahasa ungkapan di lingkungan saya, begitu kami terpukau dengan hal yang fenomenal! Ketika menyaksikan sesuatu yang belum pernah diketahui sebelumnya, tiba-tiba bisa menjadi viral. Rasanya itu salah satu hal yang selalu membuat saya begitu terkesima! Dan mengucap HEBAT!

Seorang seniman memang harus mempunyai nyawa dan salah satunya ada di penggemar. Ketika kita memberikan karya hasil tangan kita maupun orang lain, itu akan selalu menjadi hal yang positif di mata para penggemar.

Sejujurnya, nggak gampang untuk menghasilkan sesuatu karya yang bisa disukai atau dihargai oleh masyarakat. Ironisnya, penggemar menomorduakan hal tersebut! Artinya, itu sudah sangat luar biasa! Hanya segelintir seniman yang sangat beruntung bisa memiliki hal demikian.

Dennis Lyla: Fenomenal, Karya, Penggemar, dan Saya

Tapi kembali lagi semua itu ada masanya! Seberapa kuat karya bagus yang bisa kamu berikan agar penggemar kamu tidak merasa jenuh? Rata-rata manusia suka dengan hal yang baru dan itulah faktanya.

Permasalahannya, seberapa kuat kita mengayuh perahu dalam melewati berbagai macam jenis kondisi alam? Saya percaya! Selagi kecintaan saya dengan musik, sebagai kayuh untuk perahu saya, terkadang saya sudah tidak akan peduli dengan apa yang namanya fenomenal, viral, atau apapun lah itu! You name it!!

Saya belum berpengalaman, tapi sepengalaman saya, tidak ada yang nama fans fanatik! Fans juga ada masanya kok.

Seniman yang memiliki karya-karya perfect sekalipun, memiliki tantangan super berat: Bagaimana cara mempertahankan sebuah prestasi besar, nggak cepat merasa puas, lalu terus memproduksi karya-karya yang baru. Kalau kita kembali bisa sukses dengan hal itu, baru deh kita akan diakui. Bukan hanya sebagai pemenang, melainkan seorang ‘legend‘ yang selalu bisa dikenang sepanjang masa oleh para penggemarnya!

Sekarang dan nanti, tantangan ini yang akan saya dan kawan-kawan Lyla tempuh.

Dennis Lyla: Fenomenal, Karya, Penggemar, dan Saya

Menurut saya, cara mempertahankan eksistensi itu dengan selalu menelurkan karya. Dengan melewati berbagai macam fenomena! Apapun penilaiannya, yang jelas kami telah membuktikan konsistensi selama 10 tahun ini! Semoga kami akan terus berlari bersama sampai 20, 30, bahkan 40 tahun ke depan!

Kalau toh nanti ada karya kita yang fenomenal, sangat memukau, dan kemudian menjadi viral banget? Waahh, itu adalah bonus!!

Dennis Lyla: Fenomenal, Karya, Penggemar, dan Saya

Semoga kita semua bisa lebih kreatif!
Manfaatkan masa muda mu dengan melakukan hal yang lebih berguna!

Your time is precious, So don’t waste it living someone else life” – Steve Jobs

“Jika kamu berbicara, kamu cuma mengucapkan apa yang kamu tau. Tapi, jika kamu mendengar, mungkin kamu mendapatkan sesuatu yang belum tau.” – Dennis Lyla

Penulis: @dennisLYLA

Wima J-Rocks: Seorang Bassist Ibarat Seekor Kucing

Kamarmusik.net, JAKARTA – Ada sebuah lelucon yang pernah diucapkan John Paul Jones, bassist Led Zepellin saat menerima penghargaan Rock and Roll Hall Of Fame 1995, “Thank you to my friends for finally remembering my phone number,”. Seperti halnya lelucon yang cerdas, ada kebenaran yang bisa kita pelajari dari lelucon tersebut.

Bassist atau pemain bass adalah personil yang paling sering dilupakan atau dikesampingkan dibandingkan personil lainnya. Namun sebenarnya, suka atau tidak, keberadaan seorang bassist di sebuah band sangat vital.

Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa ada banyak alasan kuat mengapa sebuah musik membutuhkan suara bass. Karena itu, sudah seharusnya kita mulai menghormati keberadaan pemain bass mulai sekarang.

Seorang bassist memiliki peran penting membangun sebuah harmoni dan arah melodi dari sebuah musik. Dalam sebuah melodi lagu, bass biasanya berperan sebagai chord. Namun note bass itu sendiri tidak selalu menunjukkan sebuah chord dasar, karena bass dapat mengontrol sebuah harmoni chord melalu notesnya. Keren kan..

Benarkah Posisi Gitaris Lebih Favorit Ketimbang Bassist?

Wima J-Rocks: Seorang Bassist Ibarat Seekor Kucing

Dibutuhkan kriteria khusus bagi seseorang untuk menjadi pemain bass, itulah mengapa jumlahnya lebih jarang dibanding gitaris. Banyak orang bisa memainkan alat musik bass, tapi itu tidak lantas menjadikan orang itu sebagai seorang bassist. Ada beberapa kualitas tertentu yang dimiliki oleh pemain bass, yaitu rendah hati dan percaya diri.

Sementara sang gitaris berdiri di depan panggung bergerak gila selayaknya rockstar memainkan melodi-melodi yang seringkali membuat para penonton histeris. Di belakangnya, sang bassist dengan rasa nyaman dan penuh percaya diri membuat sebuah alur musik. Tapi, pemain bass dapat mengambil alih posisi depan selayaknya pemain lead gitar jika diinginkan. Hal tersebut bisa kita liat dari sosok Bootsy Collin yang dengan percaya diri mengklaim area depan tengah panggung dengan bass bentuk bintangnya.

Kelihatannya memang mudah menjadi bassist. Kamu cukup memainkan not satu per satu, berdiri di garis belakang, enjoy the song and chill out. Namun sebenarnya hal yang utama dari pemain bass adalah menjaga ritem dan melodi dari sebuah lagu agar tetap berjalan semestinya, melalui ketepatan timing dan notes yang dimainkan. Hal tersebut yang membuat perannya menjadi sangat penting dalam sebuah band.

Kamu pernah dengar gitar dan drum akustik bermain bersama tanpa sound bass di dalamnya? Its awfull! Keberadaan bassist dibutuhkan sebagai mediator sempurna di band agar player lain dapat tetap berada di posisinya.

Karena perannya yang begitu penting, mereka akan terlihat percaya diri saat memegang “powerful weapon” di tangannya. They know how to use it. Maka dari itu, tidak mungkin seorang pemain bass tidak terlihat cool.

Saat di atas panggung, seorang bassist ibarat seekor kucing. Mereka cenderung mengamati, namun tidak akan terpengaruh dengan apa yang orang lain kerjakan. They have their own business.

Seorang bassist mencintai dan menyadari bahwa hal yang terpenting untuk dikerjakan adalah untuk meyakinkan orang lain merasakan sesuatu, berdansa mengikuti groove dari sebuah ritem. Boleh dikatakan pemain bass bisa menjadi seorang teman yang baik bagi semua orang.

Teks: Swara Wimayoga – @s_wimayoga
Editor: Doddy Irawan

Gembok: Mulai Bekerja dari Kru, Additional Player, Sampai Head Manager

Kamarmusik.net, JAKARTA – Panggil saja dia, Gembok. Cowok yang hobi gonta-ganti warna rambut ini adalah orang yang lumayan berpengaruh di belakang layar industri musik Indonesia. Gembok adalah orang yang berjasa dalam “menjual” grup band Drive dan solois Rinni Wulandari untuk kebutuhan panggung off air maupun on air.

Gak cuma musisi, ia membantu “menjual” seorang dokter muda dan cantik bernama Ratih Citra Sari untuk kebutuhan presenting di beberapa acara seminar, talk show, dan program acara di beberapa stasiun televisi swasta.

Muncul pertanyaan, kenapa Kamar Musik tertarik untuk mengulas profil cowok kelahiran 15 Mei 1979 ini? Pengalamannya selama 14 tahun di belakang layar mungkin bisa menularkan inspirasi buat kamu.

Ia merintis karier mulai jadi kru, additional gitar, pemain bass di sebuah band, road manager band, head manager di artist management, stage crew, stage manager, sampai LO artis. Simak Q & A dengan Gembok nyok.

Hai Gembok, cerita dong awal perjalananmu nimbrung di belakang layar musik? 

Seingat gue, tahun 2001 gue jadi kru nya Budi Rahardjo (Drive). Waktu itu Budi masih menjadi gitaris band Lakuna (Warner). Setahun kemudian, Lakuna berganti formasi. Gue melamar jadi additional gitar. Tapi Lakuna cuma kebagian manggung 1 kali di PRJ tahun 2002. Berhubung Lakuna gak ada perkembangan apa-apa, band ini bubar.

Beneran nih kamu pernah menjadi personel sebuah band? 

Iya. Jadi setelah Lakuna bubar, Budi (gitar) dan Eko (bass) membentuk band baru bernama Flow. Saat itu gue tetap jadi additional gitar. Vokalis waktu itu adalah Abun, eks dr. PM. Seiring waktu Eko sibuk, Flow kemudian mencari bassist. Karena yang dicari gak ketemu, eh gue yang dijadikan pemain bass haha. Senang aja, kali ini gue menjadi personel, bukan lagi additional player. Formasi Flow saat itu Abun (vokal), Budi (gitar), Adi (drum), dan Gembok (bass). Tapi karena Flow masih berjuang, sedangkan gue punya kebutuhan hidup, gue mengundurkan diri sebagai bassist Flow. Gak lama kemudian, anak-anak bertemu Dygo (Drive).

Kenapa kamu galau dan mengundurkan diri sih?

Berkaitan kebutuhan dapur sih. Gue resign tahun 2004 dan gue nyoba kerja kantoran di supplier POLRI. Tahun itu juga, gue mengenalkan Robert ke anak-anak untuk membantu cari job panggung. Robert adalah temen sahabat gue. Oiaaa.. sebelum gue cabut, Abun lebih dahulu resign dan diganti sama Avant. Vokalis baru ini seorang penyanyi kafe. Tahun 2005, dia dapat long trip di batam selama 3 bulan. Avant pun mengundurkan diri. Flow kembali nyari vokalis. Ketemu lah dengan Aji, sekarang populer disebut Anji.

Betah gitu jadi orang kantoran?

Haha, ternyata membosankan. Gue cuma 6 bulan tahan kerja kantoran. Tahun 2005, Flow mulai banyak dapat jobpanggung. Robert membujuk gue kembali gabung membantu Flow. Gue mengiyakan. Berhubung Flow banyak job panggungnya, cukuplah buat gue makan sehari-hari. Buat nambah-nambah supaya bisa makan daging dan ayam, gue melamar jadi instruktur outbound. Untungnya hari-hari kerja di outbound gak bentrok sama jadwal panggung Flow.

Come back nih yeee. Trus.. trus..?

Suatu hari ada ajang pencarian band berbakat merilis sebuah band dengan nama Flow. Terpaksa kami harus ganti nama menjadi Drive. Drive terbentuk tanggal 6 Desember 2006 dan kemudian deal sama label E-Motion. Awal tahun 2007 mulai proses rekaman dan Drive rilis bulan April 2007. Nah selama April 2007 sampai April 2011, gue dipercaya menjadi road manager Drive.

Empat tahun jadi road manager, lama juga ya?  

Pertengahan tahun 2011, gue resign dari Drive kemudian gue ikut Lyla dari bulan Oktober 2011 sampai Desember 2012. Event terakhir gue sama Lyla, event pergantian malam tahun baru 2012 ke 2013. Per tanggal 2 Januari 2013, gue kerja di management artist label 18 Musik. Di sana gue ditunjuk menjadi head manager Super Girlies, Aurelia Devi, Kunci, Primadonna, Gotrie, sampoai Vyna Lee.

Tungguuu… head manager kan lebih banyak anteng di dalam kantor, bukan?

Nah itu dia. Emang dasar passion gue di lapangan, per Juli 2013 gue berhenti dari 18 Musik dan kembali berjuang bersama Drive. Seiring waktu, bulan Mei 2014 gue gabung sama Rinni Management, sebagai road manager juga.

Dapur makin ngebul dong nih ceritanya?

Dapur gue ngebul ketika gue juga rajuin nyari sampingan. Gue pernah jadi road manager Saint Locco, G Pluck, dan Rockstar Conspiracy. Gue juga pernah diajak sama EO, menjadi stage crew acara Depdiknas. Gue pernah ditunjuk jadi LO GIGI di event Telkom. Waktu Telkom ultah, gue didaulat sebagai stage manager. Waktu itu artisnya J-Rocks. Gue juga menjadi manager seorang talent yang gak ada hubungannya dengan musik yaitu dr. Ratih Citra Sari. Saat ini dia menjadi host program Doctors Go Wild di Kompas TV.

Canggih juga loncatan profesimu ya. Ngemeng-ngemeng, nama asli kamu siapa sih?

Nah, ini yang belum banyak orang yang tau. Nama lahir gue, Muhammad Irwansyah. Sebelum menjadi Gembok, gue sering dipanggil Irwan Nazif. Nama Gembok itu kalo gak salah beredar sejak tahun 2008. Dulu gue selalu pakai kaos warna hitam, celana kargo sedengkul, dan sepatu keds. Anak-anak navigator (kru Drive) melihat bentuk gue dari jauh itu kayak gembok. Sejak itu deh, orang selalu manggil gue Gembok haha…

(@edofumikooo)

Album Analogi/Logika, Karya Solo Dochi Sadega yang Romantis dan Jujur

Kamarmusik.net, JAKARTA – Dochi Sadega dikenal sebagai bassist dari grup punk Pee Wee Gaskins yang udah memiliki fanbase yang sangat besar di Indonesia. Secara karier band, mereka sedang menanjak dan nggak ada yang bisa menghentikan. Nggak hanya di Indonesia, tapi juga mulai menancapkan bendera di beberapa negara lain di Asia.

Lalu apa yang membuat Dochi Sadega merilis album solo yang surprisingly mempunyai warna musik yang menurut saya keluar dari pakem musik yang biasanya dimainkan di PWG.

“Album ini dibuat ketika PWG sedang libur manggung dan lagu lagu ini juga nggak cocok dimasukkan ke album PWG. Supaya lebih personal juga lagunya,” demikian menurut Dochi.

Kalau menurut saya rekaman ini mengandung dua hal: Romantis dan Jujur.

Dibuka dengan track lagu “Dalam Kelam” yang kalu menggunakan istilah sekarang, dikategorikan ‘lagu galau’.  Sebuah lagu patah hati, tapi dinyanyikan dengan cara optimistis. Suara piano adalah instrumen yang dominan di lagu ini. Entah alasan apa Dochi menaruh lagu ini sebagai opening track.

“Ten Fold Apology”, menyusul. Lagu ‘akustikan’ dengan strings section sebagai layer di background. Menjadi makin manis dengan suara latar perempuan di belakang. Siapa dia? Bisa dilihat di credits covernya nanti : )

Lagu ke 3 adalah lagu favorit saya pribadi, “Just to Dream of You”. Aransemen futuristik dengan perpaduan rap dari NSG yang sangat fasih, plus (lagi-lagi) suara vocal latar perempuan yang mistis. Suara Dochi pun masih menemukan ruang yang pas di lagu ini.

Lagu “Fluktuasi Glukosa” menjadi semacam akar pengingat dari mana Dochi berasal. Dengan aransemen instrumen gitar akustik dan suara synth yang khas PWG, lagu ini tetap punya kharisma untuk menjadi favorit bagi penggemar PWG. Sebuah lagu dengan spirit youngsters. Perhatikan saja nanti liriknya.

Lagu “Yang Terakhir”, benar benar menjadi yang terakhir. Lagi lagi dengan format akustik dan suara synth kibor. Sebuah lagu yang semangat dan calon sing along apabila Dochi menyanyikan di konsernya nanti.

Saluran Energi Musikal yang Romantis Dari Dochi Sadega

Bisa dilihat bahwa Dochi adalah musisi yang memiliki banyak ide di kepalanya dan memerlukan outlet untuk mengeluarkannya. Merilis solo album adalah sebuah jalan keluar. Romantis dalam penulisan lirik, tapi juga jujur dalam aransemen.

Album ini bukan masalah pembuktian musikal Dochi, tapi lebih kepada saluran energi musikal yang mengalir di otaknya dan dikeluarkan dengan cara yang lebih personal. Suatu hal yang nggak mungkin bisa didapat apabila melibatkan grupnya.

Semoga album dengan muka kartun Dochi memakai hidung anjing ini (lucu) bisa mengalir ke hati dan selera yang tepat dan menjadi personal juga buat pendengarnya. Selamat menganalogikan dan melogikakan musik ini!

Penulis : Morano

Editor : Doddy Irawan

Ternyata, Ini Dia Arti Hujan Menurut Adam Sheila on 7

Kamarmusik.net, JAKARTA – Adam Muhammad Subarkah yang lebih beken dengan nama Adam Sheila on 7, sangat bersemangat ketika ditanya mengenai single terbaru dari Sheila on 7. Lagu berjudul “Hujan Turun” yang diciptakan oleh pemain bass ini sendiri terdapat di album Sheila on 7 yaitu Berlayar.

Berdasarkan penuturan musisi kelahiran Yogyakarta 22 Februari 1979 ini, lagu “Hujan Turun” ini sebenarnya bercerita tentang bagaimana seseorang bisa survive saat sedang menghadapi berbagai macam masalah.

Kata ‘hujan’ sendiri menurut bassist yang juga pernah merangkap sebagai manager Sheila on 7 selama 3 tahunan ini adalah metafora dari ‘permasalahan hidup’

Lagu yang bertempo medium ini, sangat kental nuansa Sheila on 7 nya. Berbekal adonan aransemen yang minimalis dan juga sederhana, melodi lagu “Hujan Turun” ini terdengar sungguh memikat.

Potongan lirik Lagu Hujan Turun Ciptaan Adam Sheila on 7

Tak ada waktu untuk menjelaskan, Tak sangka ini kan Datang

Tiap liku berbagi hidup, Sejenak melepas lelah

Kau tinggalkan diriku

 

Waktu hujan turun, disudut gelap mataku

Begitu derasnya, kan kucoba bertahan

 

Ingat kembali yang terjadi, tiap langkah yang kita pilih

Meski terkadang pedih, harapan untuk yang terbaik

Sekeras karang kita coba, tetap kau tinggal diriku

 

Pengagum Joe Satriani ini berharap lagu “Hujan Turun” bisa menghibur sekaligus memberi makna khusus bagi penikmat musik Sheila on 7 di seluruh Indonesia.

 

(@edofumikooo)