Arsip Tag: bass

Heboh Meme Meninggal Bondan Prakoso di Tengah Promo ‘What The F?!’

Kamarmusik.net, JAKARTA – Belum lama ini panggung musik Indonesia dibuat geger dengan beredarnya meme Bondan Prakoso meninggal. Anehnya, gosip itu berhembus berbarengan dengan keluarnya single terbaru Bondan yang berjudul “What The F?!”. Apakah ini memang sebuah kebetulan atau bagian dari strategi marketing untuk kembali melejitkan popularitas Bondan, Kamar Musik pun segera mengonfirmasi kebenaran rumor tersebut.

“Alhamdulillah, Bondan sehat,” ucap Bagus Satrio, manager sekaligus adik kandung Bondan Prakoso, saat dihubungi Kamar Musik via WhatsApp, baru-baru ini.

Buat mereka yang berpikir pendek tanpa melakukan kroscek, boleh jadi viralnya meme R.I.P Bondan Prakoso di sosial media, langsung ditelan bulat-bulat. FYI, meme bertuliskan R.I.P bukan sebagai info bahwa Bondan beneran meninggal dunia. R.I.P merupakan kependekan dari sebuah lagu di album Unity yang dirilis tahun 2007 lalu. Lagu “Rhyme In Peace” tersebut ada di track ke-8, saat Bondan masih bekerjasama dengan grup hip hop, Fade2Black.

Saat dikonfirmasi lebih lanjut apakah meme tersebut “dipesan” khusus untuk mendongkrak lagu baru Bondan, Bagus langsung menampiknya.

“Nggak tahu kok bisa begitu. Bukan kami yang buat meme itu,” tegas pria bertubuh jangkung tersebut.

Bagus Satrio melanjutkan, beredarnya meme itu sudah diketahui langsung oleh Bondan. Namun, hal tersebut sama sekali nggak mengganggu fokus kakaknya dalam mempromosikan single “What The F?!”.

Single Baru, Bondan Prakoso Terima Challenge Dari Istri Tercinta

Heboh Meme Meninggal Bondan Prakoso di Tengah Promo 'What The F!'
Single kece berbahasa Inggris Bondan Prakoso dibuat hanya dalam 1 hari (Foto: Dok. BondanPrakosoOfficial/Facebook).

Proses kreatif di balik lahirnya lagu “What The F?!” cukup unik. Pertama, lagu ini dibuat dan direkam dalam waktu singkat, nggak sampai 24 jam! Kedua, lagu ini muncul berawal dari keisengan sang istri yang bikin challenge kepada Bondan. Margareth Caroline Fatah menantang suaminya untuk membuat sebuah lagu dalam satu hari untuk memeriahkan HUT RI yang ke-72 pada 17 Agustus 2017 lalu.

Hasilnya, luar biasa. Jadi deh sebuah karya musik yang ramai diperbincangkan di kalangan fans fanatik Bondan setelah ia mengunggah lagu (beserta video liriknya) pada 2 September 2017 lalu di kanal Youtube miliknya.

Respons dan komentar positif dari lagu tersebut membuat Bondan beserta manajemen memutuskan untuk merilis “What The F?!” secara resmi di bawah naungan label indie miliknya, VOLD Record.

Setelah melakukan polling yang melibatkan warganet untuk menentukan tanggal rilis, akhirnya “What The F?!” resmi dipublikasikan pada 8 Desember 2017.

“Ya, saya melibatkan warganet untuk penentuan tanggal rilis melalui polling via Snapgram. Saya mau mereka ikut berperan dan menjadi bagian dari proses perjalanan lagu ‘What The F?!’,” papar musisi yang ultah setiap 8 Mei ini.

Menurut Bondan, hal itu penting dilakukan, mengingat di industri musik Indonesia saat ini sudah tidak ada lagi hal baku terkait treatment dan promosi dari sebuah karya.

“Kita dituntut untuk super kreatif dari tahun-tahun sebelumnya,” ceplos pria berusia 33 tahun ini.

Alasan Bondan Prakoso Memilih Judul “What The F?!”

Heboh Meme Meninggal Bondan Prakoso di Tengah Promo 'What The F!'
Bondan Prakoso ingin mengajak penikmat musiknya merasakan akar musik saat ia berada di Funky Kopral. (Foto: Dok. BondanPrakosoOfficial/Facebook).

Single “What The F?!” merupakan track berbahasa Inggris yang mengangkat tema seputar hal-hal fenomenal yang belakangan ini terjadi. Bondan merasa muak hingga seakan ingin menenggelamkan diri dan menghilang dari carut-marut dunia yang dipenuhi fitnah, kebohongan, serta kepalsuan.

Namun di sisi lain, keluarga yang ia sayangi memberikan banyak dukungan dan energi positif, sehingga membuatnya terus bangkit untuk menghadapi tantangan demi tantangan.

Dengan genre musik yang kental bermuatan funk-rock, ditambah part solo bass khas a la Bondan, ia seakan kembali ke akar musik yang bakal mengingatkan kita pada masa kejayaan band terdahulunya, Funky Kopral.

Setelah kembali bersolo karier, Bondan Prakoso telah menelurkan beberapa single, di antaranya adalah “I Will Survive”, “Generasiku”, “Menerjang Matahari”, dan banyak lagi.

“Kita harus berani jujur ke diri kita sendiri, juga kepada masyarakat. Itulah esensi dari bermain musik, walaupun saya sadar akan ada banyak pertentangan dan gesekan di kemudian hari. But, yeaaah, it’s good to be ‘me’ again. I got my soul back!,” lontar pemilik akun Instagram @_bondanprakoso_ dengan 76.564 followers ini.

Hingga berita ini diturunkan, video musik “What The F?!” yang diunggah di YouTube pada 7 Desember 2017, telah disaksikan 182.744 viewers. Lagu ini ia ciptakan dan produseri langsung. Untuk mixing dan mastering, ia memercayakannya ke Osvaldorio. Ada 1573 komentar yang membanjiri perjalanan video musik anyar Bondan.

 

Teks : edofumikooo

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar

Kamarmusik.net, JAKARTA – Apa momen yang kamu rindukan waktu kecil? Tentu saja banyak dan itu ngangenin. Satu hal yang paling menyejukkan adalah menyimak orangtua mendongengkan cerita dan menyanyikan lagu pengantar tidur. Momen ini yang menggugah Sheila Permatasaka untuk membuat video di akun Instagramnya berjudul “Pengantar Lelap”. Lagu yang menggugah ini, bisa juga kamu simak di album solo bassist perempuan ini.

Dalam captionnya, Sheila Permatasaka menceritakan bahwa video sederhana ini berawal dari sebuah lagu yang ia tulis sebagai lullaby song atau lagu pengantar tidur untuk anaknya yaitu Hans.

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar
Lagu Pengantar Lelap, bukti cinta tulus Sheila terhadap Hans, sang buah hati tercinta (Foto: Dok. Facebook/Sheila Permatasaka).

“Pesan dari lagu ini adalah hubungan kasih antara orangtua dengan anak yang terjalin sewaktu anak tersebut siap untuk beristirahat. Selamat menikmati video ini dan semoga pesan sederhana yang ada dapat tersampaikan dengan baik,” ujar Sheila via akun Instagram sheilapermatasaka

Kepada Kamar Musik, musisi kelahiran Jakarta, 4 Maret 1984 ini memercayakan lagu “Pengantar Lelap” (Lullaby) oleh Evelyne Hutagalung. Track manis ini tertuang dalam sebuah album bertitel Midnight Superstar. Sheila yang sampai saat ini masih aktif sebagai bassist di berbagai kegiatan musik sebagai player, organizer, maupun composer ini berbagi kisah seputar penggarapan album solonya.

Selain gandeng The Upmost, Sheila Permatasaka juga libatkan banyak musisi andal

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar
Kolaborasi penuh harmoni antara Sheila dan The Upmost kental terasa. (Foto: Dok. Sheila Permatasaka).

Awal tahun 2017 merupakan momen yang tepat untuk Sheila dalam berkontribusi untuk perkembangan musik Indonesia. Album solo bass ini ia kerjakan dengan bantuan beberapa teman bermusiknya yang tergabung di sebuah band yaitu The Upmost. Tingginya jam terbang, membuat ia tak kesulitan dalam merampungkan albumnya. Hanya kurang dari 3 bulan, album Sheila And The Upmost yang bermaterikan 6 lagu ini pun rilis di pasaran.

Sebagian besar merupakan karya original dari Sheila. Agar produksi albumnya lancar, ia bekerjasama dengan Yessi Kristianto dan Indra Aryadi. Tak cukup sampai di situ. Dalam 5 track instrumental albumnya, ia menggandeng sederet drummer hebat. Sebut saja Echa Soemantri, Handy Salim, Jeane Phialsa, Dimas Pradipta. Wujud keseriusan album ini ia tonjolkan dengan menggaet drummer dari Australia, Brody Simpson.

Musisi yang aktif main bass sejak tahun 2003 ini mengajak penikmat musik larut dalam karya indahnya, macam “Lullaby for Hans”, “All is Well”, “Be Not Nobody”, “Midnight Superstar”, dan “The Dawn Has Come”. Isian bassnya tak lepas dari pengaruh mentornya di LPM Farabi seperti Indro Harjodikoro, Adi Dharmawan, dan Ilyas Muhadji.

Sejumlah alasan mengapa album solo Sheila Permatasaka wajib dimiliki

Midnight Superstar, Album Solo Sheila Permatasaka yang Ajibbb Didengar
Segambreng drummer jempolan dilibatkan di albumnya, termasuk drummer dari Australia. (Foto: Dok. Sheila Permatasaka).

Pengalamannya malang-melintang di industri musik membuat ia matang secara musikalitas. Salah satu prestasinya adalah bassist terbaik di Festival Budaya Jakarta dan Juara 1 (bersama Starlite) di Festival Jazz Goes To Campus UI 2004. Sheila pernah mengiringi para penyanyi terbaik Indonesia seperti Gita Gutawa, Dewi Sandra, Vidi Aldiano, Mike Mohede, Denada, dan banyak lagi. Belum lagi festival musik yang ia ikuti baik di dalam maupun di luar negeri.

Sebelum merilis album solo Midnight Superstar, ia juga pernah merilis project rekaman bersama Starlite dalam album berjudul Our Journey (2014). Album tersebut diproduksi bersama rekan-rekan satu bandnya yang terdiri dari Jeane Phialsa (drum) dan Rieke Astari (piano). Beberapa penyanyi juga turut mensupport albumnya. Sebut saja Olive Latuputty, Grace Sahertian, dan Eno ‘Darajana’. Ia juga pernah menjadi bassist perempuan di Baim Trio.

Well, perjalanan panjang itulah yang akhirnya membulatkan tekad Sheila Permatasaka untuk merilis album solo ini.

 

edofumikooo

Wima J-Rocks: Seorang Bassist Ibarat Seekor Kucing

Kamarmusik.net, JAKARTA – Ada sebuah lelucon yang pernah diucapkan John Paul Jones, bassist Led Zepellin saat menerima penghargaan Rock and Roll Hall Of Fame 1995, “Thank you to my friends for finally remembering my phone number,”. Seperti halnya lelucon yang cerdas, ada kebenaran yang bisa kita pelajari dari lelucon tersebut.

Bassist atau pemain bass adalah personil yang paling sering dilupakan atau dikesampingkan dibandingkan personil lainnya. Namun sebenarnya, suka atau tidak, keberadaan seorang bassist di sebuah band sangat vital.

Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa ada banyak alasan kuat mengapa sebuah musik membutuhkan suara bass. Karena itu, sudah seharusnya kita mulai menghormati keberadaan pemain bass mulai sekarang.

Seorang bassist memiliki peran penting membangun sebuah harmoni dan arah melodi dari sebuah musik. Dalam sebuah melodi lagu, bass biasanya berperan sebagai chord. Namun note bass itu sendiri tidak selalu menunjukkan sebuah chord dasar, karena bass dapat mengontrol sebuah harmoni chord melalu notesnya. Keren kan..

Benarkah Posisi Gitaris Lebih Favorit Ketimbang Bassist?

Wima J-Rocks: Seorang Bassist Ibarat Seekor Kucing

Dibutuhkan kriteria khusus bagi seseorang untuk menjadi pemain bass, itulah mengapa jumlahnya lebih jarang dibanding gitaris. Banyak orang bisa memainkan alat musik bass, tapi itu tidak lantas menjadikan orang itu sebagai seorang bassist. Ada beberapa kualitas tertentu yang dimiliki oleh pemain bass, yaitu rendah hati dan percaya diri.

Sementara sang gitaris berdiri di depan panggung bergerak gila selayaknya rockstar memainkan melodi-melodi yang seringkali membuat para penonton histeris. Di belakangnya, sang bassist dengan rasa nyaman dan penuh percaya diri membuat sebuah alur musik. Tapi, pemain bass dapat mengambil alih posisi depan selayaknya pemain lead gitar jika diinginkan. Hal tersebut bisa kita liat dari sosok Bootsy Collin yang dengan percaya diri mengklaim area depan tengah panggung dengan bass bentuk bintangnya.

Kelihatannya memang mudah menjadi bassist. Kamu cukup memainkan not satu per satu, berdiri di garis belakang, enjoy the song and chill out. Namun sebenarnya hal yang utama dari pemain bass adalah menjaga ritem dan melodi dari sebuah lagu agar tetap berjalan semestinya, melalui ketepatan timing dan notes yang dimainkan. Hal tersebut yang membuat perannya menjadi sangat penting dalam sebuah band.

Kamu pernah dengar gitar dan drum akustik bermain bersama tanpa sound bass di dalamnya? Its awfull! Keberadaan bassist dibutuhkan sebagai mediator sempurna di band agar player lain dapat tetap berada di posisinya.

Karena perannya yang begitu penting, mereka akan terlihat percaya diri saat memegang “powerful weapon” di tangannya. They know how to use it. Maka dari itu, tidak mungkin seorang pemain bass tidak terlihat cool.

Saat di atas panggung, seorang bassist ibarat seekor kucing. Mereka cenderung mengamati, namun tidak akan terpengaruh dengan apa yang orang lain kerjakan. They have their own business.

Seorang bassist mencintai dan menyadari bahwa hal yang terpenting untuk dikerjakan adalah untuk meyakinkan orang lain merasakan sesuatu, berdansa mengikuti groove dari sebuah ritem. Boleh dikatakan pemain bass bisa menjadi seorang teman yang baik bagi semua orang.

Teks: Swara Wimayoga – @s_wimayoga
Editor: Doddy Irawan

Belajar Yuk Mengenal DI BOX oleh Ronny Gearhunter

Kamarmusik.net, JAKARTA –  Hi guys… gua di sini coba membahas seputar penggunaan DI BOX di gitar yang dijawab oleh Albert Prio. Percakapan yang terjadi di sela-sela persiapan live sebuah band di Surabaya. Semoga artikel ini bisa membantu teman-teman tentang fungsi DI Box dan penggunaannya di saat kita lagi live.

Q = Apa sih fungsi DI Box terutama untuk di gitar?

A = DI Box artinya Direct Injection Box. Fungsinya buat merubah koneksi unbalanced -10dB menjadi +4dB. Nah apaaan tuh? Gini gua jelasin.. Signal unbalanced itu signal yg berasal dari sumber / instrument ber-impedance tinggi (1megaohms) seperti: electric bass / electric gitar dengan pickup passive. Jika melewati kabel yg sangat panjang dari gitar langsung ke mixer FOH (mis: >7meter kabel) maka signal akan mengalami cacat dan di FOH akan terdengar distort dan peak. Dalam perkembangan selanjutnya maka DI Box itu dipakai dalam live performance ataupun recording dengan tujuan membuat signal balanced +4dB dengan impedance 600ohms yang menghasilkan signal audio yang terbagi menjadi signal phase +, signal phase – & ground. Connector yg digunakan adalah XLR or Cannon type or jack mic

Q = Lah terus gimana tuh ceritanya DI box dengan speaker simulator??

A = Begini loh, gua ini termasuk penggila DI box terutama yang ada Cabinet Simulatornya. Sebagai engineer live gua mau cerita2 sedikit dulu nih untuk mempermudah pengertian Cabinet Simulator. Menurut gua ada 2 cara gimana suara ampli dan gitar bisa sampe ke mixing console (mixer) dan akhirnya ke FOH speakers:

  1. Speaker gitar diberi mic atau kita kenal dengan istilah ditodong. Aplikasi selama ini menurut pengalaman the best adalah todong mic di center cone dari speaker. Beberapa mic fave gua yaitu: Shure KSM32, Sennheisser MD421, Audix i5, ADK A51
  2. Direct Injection Box, pemakaiannya ada 4 cara:
    1. Pertama dengan cara guitar –> multifx atau stomboxes —> masuk ke input DI box –> lalu jack XLR masuk ke FOH sementara direct output dari DI Box masuk input ampli. Kalo cara yg pertama ini elo pasti ga dapet tone/karakter dari ampli elo tentunya karena yang di proses ke FOH cuma bersumber dari Gitar dan efek elo doang, tapi kadang2 helpful untuk manipulasi tone guitar yg drastis di FOH.
    2. Kedua bisa juga guitar –> multifx/stomboxes –> amp input. Lalu DI boxnya diambil dari fx send amp / line recording out. Ini membantu terutama untuk aplikasi di ampli2 combo. Cuma untuk cara kedua ini kita ndak akan bisa dapet suara cabinet dari ampli nya. Yang kita dapet cuma suara preamp dari ampli nya
    3. Ketiga bisa dari speaker out ampli elo. Jadi pemasangan DI Box dari head/combo speaker out –> DI box input –> DI box XLR jack nya masuk ke FOH, lalu untuk direct outnya dari DI Box ke speaker/cabinet (untuk ampli tube jangan lupa pastikan line direct out dari DI Box betul2 connect ke speaker ya kalo ndak bisa amplinya jebol..). Cara kedua ini elo pasti dapet tone dari preamp ampli + reactance cabinet elo.
    4. Keempat dengan pake 2 channel yaitu penggabungan dari DI box + Mic dengan cara miking. Ini cara yg paling ndak gua suka sebenernya. Ada kendala out of phase antar 2 signal dari DI Box dan mic todong-nya. Sometimes elo pasti denger suara gitar elo penyek ndak ada bottom atau suara low-nya (kalo 2 channel td dicombine 50%-50%) itu OUT OF PHASE…. welcome!!

Q = Terus gimana aplikasi kalau digabung dengan pemakaian efek atau stompbox? Bisa ndak direct dari efek dll?

A = Bisa aja, itu yang gua maksud cara nomer 1 yang tadi di atas gua terangin. Cara gitu gua pernah pake buat vocal mic-nya Bams, dia pake DD-3 buat vocalnya (waktu jaman masih awal karir dia). Sebenernya DI box yg bagus itu respon freq-nya dari 20Hz-20.000Hz sama kyk peralatan audio professional lainnya (mixer, headphones, speakers,dll). Kalo elo colok stompboxes yg tanpa simulator/emulator/amp modelling ke mixer or DI box tanpa simulator dijamin suara gitar elo pasti DANGDUTZZZ….

 

Q = Loh kenapa???

A = Karena freq suara gitar elektrik yg kita denger di amplifier berkisar antara 80Hz-8000Hz. Dan memang speaker gitar di design kayak gitu. Coba aja kalo gitar kita masukin ke speaker hi-fi pasti kelebaran suaranya alias DANGDUTZZZ, kayak fuzz. Low-nya terlalu rendah, high-nya terlalu sharp. Coba aja paling gampang sekali-kali colok gtr elo ke amp keyboard. Nah, stompbox or multifx yg non-simulator dibuat dengan frekuensi yg kelebaran (20Hz-20KHz), jadi kalo elo colok langsung ke mixer or DI box yg polos tanpa Speaker / Cabinet Simulator pasti dijamin DANGDUTZZ yoooo…pasti audience bilang “man, suara gitarnya kok aneh siiihhh???”

Q = Yang bener gimana??

A = Sekarang udah ada teknologi Cabinet Simulator or DI box with Cabinet Simulator. DI box tersebut memiliki kemampuan untuk frekwensi input-nya dipersempit untuk range suara gitar / ampli gitar (80Hz-8KHz). Beberapa contoh DI Box yang ada Cabinet Simulator nya antara lain: HK Redbox (MKlll, Pro, Classic), Voodoolab Cabtone, Palmer, Behringer Ultra-G, dll. Plus sekarang jg udah ada amp modelling fx kayak: Line6 POD, Digitech GNX, ZOOM dll juga…. nah yg kayak begini kalo langsung pake DI box yg polos masih tergolong aman suaranya, karena emang udah disesuaikan frekuensinya biar ndak kelebaran. MIC100 itu juga termasuk Preamp/DI box, asik juga tuh. Gua dulu pake buat bandnya Marcell tapi yang versi benerannya yaitu ART Studio V3 kalo ga salah.

Trus ada trik lagi nih.. Kalo ada FX non simulator masuk ke DI box polos trus dari DI-nya gua lempar ke Graphic EQ 31-band trus dishape biar freq-nya ga kelebaran alias dipotong2-in aja freq yg anehnya bisa ndak??? Bisa aja kok dan prinsipnya emang begitu..

Q = Oh ya melenceng dikit nih… kadang gitaris pake 2 channel ngapain ya? Terus kadang pake 2 Mic atau 2 DI Box.. Ngapain ya ribet amet deh??

A = Gini… gua seneng ama suara gitar yang stereo waktu live mixing. Stereo beda denga Split. Kalo cuma OD/distortion polos dari 1 buah ampli masuk ke channel FOH lalu di panning Left-Right dengan 2 channel di Mixer itu namanya splitter. Beda dengan stereo ya hehe… Kenapa beda karena tetep aja karakter suaranya 1 bukan 2. Kalau yang namanya stereo itu karakter 2 suara yang secara bersamaan dibunyikan. Itu baru stereo guys…

Kenapa pake 2 mic??? Awalnya gw suka ngeliat setup live band2 metal bule, bagian simplenya mereka pake 2 channel di Mixer yang pake sistem todong 1 mic condenser dan 1 mic dynamic. So…gua ikut2-an haha… Begitu ada uang gua coba beli beberapa condenser.. ternyata enak, freq responnya lbh lebar dari SM57. Dengan berbagai pengalaman gua di live mixing akhirnya gua bisa menjawab mengenai mitos ‘condenser itu kan sensitf, ga bocor mas? Ternyata itu mitos salah besar, justru condenser covered areanya lebih bagus dari dynamic, no coil compression!! Gua waktu nanganin Gudang Garam Rock Festival di beberapa kota, sama Tony Subarkah gw dikasi tau kalo SHURE KSM32 one of the best guitar cabinet mic. Beli lagi deh heehe.. memang ternyata yg ini paling ok, ga rewel ama kabinet guitar. Terakhir gua beli Audix i5 dari temen gw. Mic dynamic yang responnya fat dan mid focused ke high nyam..nyam… hehehe….

Nah kembali ke pertanyaan awal, kena 2 channel ya untuk gitar? Kok ribet ya? Nah gini bro…  Kalo menurut gw suara gitar di FOH (untuk band rock/metal) ndak cukup 1 channel. Suara gitar elo dijamin kalah ama snare drums. Buat format band gua pasti minta 2-channel buat gitar. Gua mau ambil stereo wide-nya di FOH, variasi freq-nya jg. Trus masing2 peletakan mic-nya tetap pake cara favorit gua, selalu todong di tengah cone axis(90 derajat). Pengalaman gua nih untuk band rock kayak St.Loco, gua pake miking 2-channel yaitu 1 mic condenser Shure KSM32 + 1 mic dynamic Audix i5 or Shure SM57. Untuk Seringai treatment gw pake 2-channel DI box, Palmer PDI-03 & HughesKettner RedBox MKIII. Untuk band semi alnternative rock biasanya cukup satu channel saja hehe pake Behringer Ultra-G murah meriah bagus… Benaran loh Behringer bener2 bagus dan solusi murah untuk pemakaian DI Box terutama di gitar. Ini DI Box yang paling ndak rewel untuk dipakai dengan sistem apa pun juga hehe…..

Jadi bro saran gua adalah kalau mau main live, banyak hal  yang mesti dipikirin dan dipersiapkan dengan baik. Kalo cuma plug n play, I wish you luck ^^

(@edofumikooo)