Semua tulisan dari Doddy Irawan

SwittinS Sindir Pilihan Tema Cinta di Lagu Anak Lewat Belum Cukup Umur

Kamarmusik.net, JAKARTA – Berawal dari ide kreatif seorang Paul T-Five, salah satu penyanyi group band T-Five, yang adalah juga seorang produser, pencipta lagu, arranger musik dan vocal director ini, untuk membentuk sebuah girl band cilik yang umurnya berkisar antara 11-12 tahun, memiliki perawakan dan tinggi badan yang hampir sama. Kronologis itu lah yang akhirnya membuat keyakinan Paul T-Five untuk melahirkan girl band SwittinS.

Setelah melalui proses penyaringan dan audisi, terpilih deh 4 orang personelnya. Mereka bernama Chinta, Cindy,Celine, dan Tasya. Persahabatan mereka berawal dari sering berjumpanya satu sama lain di ajang-ajang pemilihan bakat. Mulai dari kontes-kontes modeling sampai kontes-kontes bernyanyi.

Jadi penasaran deh, apa sih filosofi nama SwittinS? Mengapa akhirnya Paul T-Five memilih nama tersebut untuk girl band cilik yang dibentuknya? SwittinS itu memiliki makna Sweet Teenagers, atau dalam arti harfiah, kata itu yang berarti pose dalam model berfoto. Hal ini ada korelasi positif dengan semua member yang juga mempunyai profesi dan hobi sama di dunia modeling.

Ini lho pesan yang mau disampaikan girl band Swittins di lagu Belum Cukup Umur

Lagu yang diusung oleh SwittinS bertemakan tentang cerita anak-anak dengan usia belia yang masih bersekolah, serta pantang memikirkan dulu masalah cinta-cintaan. Menurut pendapat girl band ini, pada usia mereka yang masih kecil ini: “Friendship is beautiful more than anything”.

Setelah resmi terbentuk, mereka pun memperkenalkan lagu tersebut kepada publik. Single andalan dari SwittinS kemudian dikasih judul “BCU (Belum Cukup Umur).” Lagu ini sendiri diciptakan, dikomposisi, dan diaransemen langsung oleh Paul T-Five.

Single dengan tempo medium beat, dengan aransemen sederhana, namun sarat dengan unsur fun nya anak seusia mereka ini, membuat lagu tersebut jadi “easy listening and sing a long able”.

Paul T-Five berharap banget dengan kehadiran SwittinS di belantika musik Indonesia, mampu memberikan suasana dan warna baru, khususnya pada scene lagu anak-anak yang saat ini semakin jarang diperdengarkan ke masyarakat.

Enjoy yaaa

(@edofumikooo)

Menyingkap Gagasan Sampul Album Frau Oleh Denny Sakrie

Kamarmusik.net, JAKARTA – Dua tahun silam (tahun 2010, red), saya terpukau dengan penampilan musik dari gadis bernama Frau, bernyanyi sembari memainkan pianonya yang diberi nama Oskar. Gadis berpenampilan polos dan sederhana  ini memiliki kedalaman dalam berkesenian. Musik yang dimainkannya, menurut saya tak sebersahaja penampilan yang nyaris tak berpupur itu. Akhirnya saya mengetahui nama pengguna nickname itu adalah Lani.

Saat itu saya menyimak karya-karya Frau melalui netlabel Yes No Wave. Hmm…kerinduan saya kian memuncak ketika menyimak lagu-lagu yang teduh tapi terkadang memiliki sebuah daya tiada terduga seperti galibnya folk era 70-an. Sebut saja seperti karya Joni Mitchel, Nina Simone atau pun Laura Nyro. Akhirnya album Frau itu dirilis juga secara fisik dalam bentuk CD yang didistribusikan oleh Demajors Jakarta

Sampul album Frau berjudul Starlit Carousel, seorang singer/songwriter dari Yogyakarta mengusik perhatian saya sejak album ini dirilis dua tahun lalu. Saat majalah Rolling Stone meminta kesediaan saya sebagai tim pemilih sampul album musik Indonesia terbaik, saya memang telah memberikan stabillo boss untuk sampul album Frau ini. Bersama dengan pemilih lainnya yaitu David Tarigan dan Arian Arifin, kami sepakat memilih sampul album Frau ini sebagai bagian dari 99 Sampul Album Musik Indonesia Terbaik.

Setelah proses pemilihan itu, saya menghubungi Gufi, manajer Frau, meminta informasi siapa sosok dibalik gagasan sampul album ini. Gufi menginformasikan bahwa Wowok alias Wok The Rock, salah satu penggagas Yes No Wave sebuah net label, adalah sosok dibalik penggarapan sampul album Frau. Ketika menghubungi Wok The Rock via Twitter, Wowok sedang berada di Australia. Akhirnya saya berdialog dengan Wowok melalui surat elektronik.

Dan inilah kutipannya. Yuk kita baca bersama :
Aku coba merangkai cerita tentang cover album nya Frau “Starlit Carousel” ya. Antara konsep visual dan musik Frau sebenarnya tidak terkait langsung. Saya mencoba mencapai nuansa yang sama dengan konsep musik Frau, bukan menterjemahkan atau menggambarkan konsep musik dan pesan yang terkandung dalam lagu-lagunya.

Pertamakali mendengar lagu-lagu Frau, saya teringat semangat anti-folk nya Regina Spektor-yang kemudian saya ketahui dari Lani kalo dia memang terinspirasi oleh Regina. Namun, Lani tidak berhaluan “anti-folk” sebagai sebuah genre atau movement. Lani suka apa adanya meski tak bisa dielakan dia sungguh membawakan musiknya dalam suasana yang sakral dan elegan. Kombinasi yang sangat saya sukai dalam berkarya visual juga.

Saya seniman yang tertarik dengan konsep apropriasi. Sebuah semangat berkesenian yang dipelopori oleh seniman-seniman dadaisme dan fluxus. Mencerap suatu imaji yang populer untuk kemudian “dikerjain” dengan tujuan memicu sebuah anti-tesis.

Artwork album Starlit Carousel ini awalnya dibuat untuk format MP3 yang dirilis digital di Yes No Wave Music. Artwork menampilkan sebuah foto yang merupakan apropriasi dari karya fotografer fashion papan atas dari Prancis, Guy Bourdin. Beliau fotografer fashion favorit saya setelah Helmut Newton. Karya Guy Bourdin ini menampilkan seorang perempuan dengan gaun pesta sedang terkapar kejatuhan lukisan.

Bagi saya, foto ini mengemukakan bahwa seni murni yang didominasi oleh lukisan sudah sangat angkuh dan sakral ini bisa jatuh menimpa sosok sosialita yang memujanya. Meski berniat anti-tesis atas dunia seni rupa murni (lukisan) yang kokoh, karya foto mas Guy Bourdin ini akhirnya menempati posisi yang sama. (dalam lingkup seni visual, fotografi dan seni media lainnya memang termarjinalkan). Untuk itu saya kemudian “ngerjain” karya ini.

Modelnya bukan sosialita dengan gaun pesta. Tapi seorang gadis lugu dengan dandanan yg mencoba elegan tapi pas-pas-an (gaya dandanan “cantik” yang umum ditemui di fakultas seni, filsafat dan sastra di Yogya). Gambar dari lukisan yang jatuh saya ganti dengan karya foto Guy Bourdin tersebut. Saya tambahkan handphone dalam foto tersebut untuk mengidentifikasi sebuah era, era dimana orang lebih suka menatap layar kecil dibanding tatap muka dalam berkomunikasi. Sebuah anti-tesis tentang dunia seni rupa kontemporer dan keangkuhan high culture.

Saya dan lani kemudian bereksperimen dengan industri musik. Album udah disebarkan gratis dalam format digital. Apakah akan ada yang beli jika dibikin versi fisiknya? Saya meyakinkan lani, bahwa orang Indonesia adalah pemuja benda, masyarakat yang fetish. Jika CD ini memiliki baju yang unik, saya yakin orang pasti ingin memilikinya. Bukan lagi membeli musik, tapi membeli bajunya (kemasannya).

Dari situ saya merancang kemasan unik, namun tetap pas jika ditaruh di rak CD. Hal ini memudahkan orang dalam meletakkan barang dengan ringkas. Format kemasan meniru buku lagu agama kristen seperti Puji Syukur, Madah Bakti, dll. Hal ini untuk memberi nuansa suara musik Frau yang agung. Saya juga ingin menampilkan foto yang ada di cover versi digital, kemudian saya tampilkan dalam bentuk pop-up sepeti kartu ucapan. Desain lirik lagu dalam lingkaran yang berputar adalah usulan dari Lani yang bertujuan menampilkan konsep carousel.

Begitu ceritanya. Maaf jadi nulisnya ngalor-ngidul nih, tapi emang harus diceritain panjang lebar begini. Ohya, catatan: Foto Guy Bourdin yang saya pakai tidak memiliki ijin dari beliau. Jika CD ini diedarkan di Eropa atau US, aku pikir akan bermasalah… Artinya saya harus bayar royalti atau meminta ijin dari pemegang hak cipta karyanya. Nah kita telah menguak gagasan yang dilontarkan Wowok yang menggarap konsep sampul albumnya.

Lika liku proses sebuah karya memang menarik untuk kita simak. Bahwa yang namanya gagasan tetap merupakan lokomotif yang menghela sebuah proses kreativitas. Semoga kita akan lebih hirau dan peduli terhadap sebuah karya, apa saja, terutama musik tentunya.

Teks : Denny Sakrie

Editor : Doddy Irawan

LaQuena, Bangkitkan Semangat Pantang Menyerah Melalui Lagu-Lagunya

Kamarmusik.net, JAKARTA – Pada tanggal 28 Februari 2003 di Yogyakarta, telah terjadi sebuah konspirasi yang dilakukan oleh 4 musisi. Mereka hanya ingin mendirikan sebuah grup band yang solid, unik, dan pure 100% membawakan karya sendiri. LaQuena adalah nama yang dipilih berasal dari bahasa latin kuno, yang memiliki arti “Semangat Kemenangan”.

LaQuena mencampurkan unsur musik dengan kemasan rock + punk + metal + distorsi dan biasa dikenal dengan “RAWK MUSIC”. Julia Candra sebagai vokalis sekaligus gitaris menghadirkan atmosfer keintiman lirik berpadu dengan harmoni ritmik distorsi yang merupakan ciri khas musik “RAWK” mereka.

Namun yang lebih utama “LaQuena” ingin memberikan semangat pantang menyerah menggapai tujuan hidup  melalui lagu-lagu dan lirik yang khas. Musikalitas mereka lebih terinfluence oleh jenis musik yang diusung oleh Metallica, Unearth, Atreyu, SUM 41, The Beatles, 311, Nirvana, Green Day, Avenged Sevenfold, dan semua band yang telah memberikan kontribusi bagi para penikmat musik.

Performance yang energik, soulful, atraktif, dan komunikatif kepada audience adalah ciri dari LaQuena. Mereka memilih tema-tema lagu yang simpel, jujur, dan universal. Musik yang ditawarkan hasil kombinasi sound yang dominan distorsi dan energik, simbiosis drum dan bass yang sangat menjaga ritmik, serta pengambilan nada vokal yang tegas dan mudah diingat. Band ini telah melakukan show di beberapa kota Indonesia dan beragam agenda.

Langkah Awal LaQuena

“Pacar Temanku” merupakan sebuah lagu yang telah membawa LaQuena kepada industri musik Indonesia, tepatnya album kompilasi Nescafe Get Started (2004) –  Aquarius Musikindo.  Single “Pacar Temanku” telah diputar di seluruh stasiun radio di Indonesia.

LaQuena, Bangkitkan Semangat Pantang Menyerah Melalui Lagu-Lagunya

Album Yang Baru adalah album perdana kuartet ini yang dirilis pada bulan Agustus 2006. Album ini memberikan warna tersendiri dalam ragam industri musik Indonesia. Album independen yang sepenuhnya diproduksi oleh LaQuena, telah didistribusikan di 20 kota di Indonesia.

Single “Di Bawah Hujan” telah diputar di kurang lebih 100 radio di seluruh Indonesia dan menembus chart #1 indie nasional, sebuah lagu yang bertutur tentang tekad seseorang yang tidak pernah menyerah untuk mencapai cita dan cintanya, halangan dan rintangan adalah sebuah keajaiban yang membawa seseorang makin dekat dengan tujuannya.

Melalui musik, LaQuena ingin memberikan suatu dukungan kepada seluruh penikmat musik di Indonesia, khususnya RAWK PEOPLE. Berkarya adalah sebuah tantangan, penghargaan terhadap karya adalah perjuangan. Mereka berterima kasih atas segala support yang diberikan oleh seluruh pihak agar dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

(@edofumikooo)

Maera Melibatkan Sejumlah Pencipta Lagu Hebat di Album Berjudul Aku

Kamarmusik.net, JAKARTA – Meski udah mengenal dunia musik sejak usia belia, Maera baru berkesempatan merilis album pada 4 April 2012 atau tepat di hari ulang tahunnya. Dalam album bertajuk Aku, pemilik nama asli Maera Panigoro itu memberi warna baru di musik Indonesia dengan single pertama berjudul “Tak Ada Sepertimu”.

Album ini berisi 10 lagu. Maera menulis sendiri 9 lirik lagu di album ini. Satu lagu lain adalah tembang lawas berjudul “Ironi” ciptaan James F. Sundah dan Dodo Zakaria yang udah nggak asing lagi bagi penikmat musik Indonesia.

Kesibukan Maera di dunia lain yaitu sebagai Executive Producer dari beberapa pementasan Musikal seperti Ali Topan Jalanan dan Gita Cinta The Musical, nggak menyurutkan langkahnya untuk mewujudkan cita-cita membuat album sendiri. Dengan timbre suara Alto yang unik, perkenalkan…

Maera, perempuan pekerja seni kelahiran Bandung ini merupakan owner ArtSwara yang bergerak di bidang performing art production. Keluarga adalah salah satu yang sejak awal memperkenalkan berbagai genre musik kepadanya. Mulai dari Billy Holiday sampai The Beatles. Tiada hari tanpa musik di hidup Mea, sapaan akrabnya.

Album Solo, Maera Hadirkan Ifa Fachir, Bemby Noor, Sampai Pongki Barata

Maera Melibatkan Sejumlah Pencipta Lagu Hebat di Album Berjudul Aku

Di album Aku, Maera memercayakan Tohpati sebagai Produser, Music Director, dan Arranger untuk keseluruhan lagu. Tohpati a.k.a Bontot juga turut menciptakan 2 lagu yang berjudul “Di Atas Nama Cinta” dan “Hey You”. Putri pengusaha Arifin Panigoro ini melibatkan sederet musisi atau pencipta lagu di album yang dicetak 1000 keping ini.

Single jagoan “Tak Ada Sepertimu” diciptakan oleh Ifa Fachir. Satu lagu lain berjudul “Percaya” juga karya Ifa. Lalu ada Tengku Abdul untuk lagu “Benak”, Rieka Roeslan untuk lagu “Ada Dia”, Pongki Barata untuk lagu “Jiwa”, Bemby Noor untuk lagu “Menunggu”, dan Mhala Numata untuk lagu “Percakapan”.

“Harapan Maera adalah bisa memberikan alternatif baru di blantika musik Indonesia dan album Aku bisa diterima dengan baik oleh pencinta musik di tanah air,” terang penyanyi yang kemudian terlibat di film A Copy Of My Mind karya sutradara Joko Anwar, bersama dengan Tara Basro dan Chico Jericho.

(@edofumikooo)

Indra Aziz, Mengajar Vokal Sekaligus Juga Belajar Dari Para Murid

Kamarmusik.net, JAKARTA – Indra Azis adalah pengajar vokal yang mempunyai passion di bidangnya, tetapi juga sekaligus performer yang paham akan situasi praktek di lapangan. Berikut interview kami dengan Indra Aziz…

Mas, boleh tahu biodatanya? (tempat tanggal lahir, nama lengkap,dan panggilan)

Mohammad Abdullah Aziz, Jakarta, 03/10/78, Indra Aziz.

Teacher by day, performer by night” menarik nih, Konsepnya gimana ya jelasnya?

Ya… kebetulan saya saat ini menjalani keduanya, yaitu mengajar dan perform. Berhubung saya mengajar di perguruan tinggi musik, maka jadwalnya dari pagi sampai sore hari. Dengan begitu saya masih bisa melakukan performance di malam harinya. Menurut saya itu merupakan nilai plus bagi seorang pengajar musik, karena banyak pelajaran berharga di lapangan yang bisa dibagi dengan para siswa.

What motivates you to be a teacher, sementara anda sendiri adalah performer?

Saya percaya salah satu job desk seorang musisi adalah membagikan ilmunya. Baik dalam situasi mengajar secara formal, klinik, workshop, maupun sekadar menulis di Twitter. Mengajar adalah belajar, sehingga saya mendapat banyak ilmu juga dari para siswa. Saya bermimpi, musisi Indonesia bisa membuat pergerakan di musik dunia, serta apresiasi penikmat musik Indonesia terus meningkat. Lewat pendidikan, saya ingin mewujudkan mimpi tersebut.

Rumus paling mujarab apa yang dipakai dalam mengajar, agar semua orang yang datang minta dilatih (dilihat dari tingkat keberhasilannya)

Lakukan dulu, teori setelahnya, ulang lagi dalam gerakan spiral ke atas. Dalam belajar bermusik, praktek, pengulangan, dan pengalaman adalah kunci sukses. Saya menganjurkan siswa dan siswi untuk membaca teori dan sejarah tentunya untuk referensi dan memperkaya wawasan. Bagi saya praktek dan pengulangan itu nomor satu.

Apa ukuran seorang murid yang satu dikatakan berhasil, sementara murid yang lain dikatakan tidak berhasil?

Murid yang berhasil adalah mereka yang telah menemukan passion dalam bermusiknya. Sebagai pengajar atau pelatih, saya tidak hanya memberi guidance dalam bentuk teknis maupun teori kepada para murid, tetapi juga inspirasi untuk menumbuhkan atau menemukan passion musik tersebut.

Siapa saja artis yang datang berguru ke sana?

Ada cukup banyak, walau beberapa di antaranya hanya dua-tiga kali. Ada Angga Maliq, Andien, Raisa, Titi DJ, Afgan, Rossa, Sophie Navita, Takaeda, Nina Tamam. Saat ini saya menjadi vocal coach untuk Indonesian Idol 7 di RCTI.

Rata-rata, ‘kesalahan’ apa yang sering ditemui dari murid-murid mas Aziz?

Indra Aziz, Mengajar Vokal Sekaligus Juga Belajar Dari Para Murid

Pertama, terlalu fokus pada teknik yang advanced, istilah-istilah rumit, yang kadang melupakan esensi bermusik itu sendiri. Kedua, banyak murid yang tidak sadar bahwa teknik bernyanyinya bisa menimbulkan vocal fatigue.

What is your biggest passion right now other than teaching vocals?

My biggest passion other than teaching music, is to be a good father for my son.

Ada lagi yang ingin disampaikan oleh mas Indra Aziz?

Saat ini semua tentang vokal dan musik, saya salurkan lewat VokalPlus. Anda bisa follow @vokalplus di Twitter dan banyak video kami di YouTube.com/vokalplus.

Terima kasih!

Indra Aziz
Founder & CEO
www.vokalplus.com

(@edofumikooo)

Ternyata, Ini Dia Arti Hujan Menurut Adam Sheila on 7

Kamarmusik.net, JAKARTA – Adam Muhammad Subarkah yang lebih beken dengan nama Adam Sheila on 7, sangat bersemangat ketika ditanya mengenai single terbaru dari Sheila on 7. Lagu berjudul “Hujan Turun” yang diciptakan oleh pemain bass ini sendiri terdapat di album Sheila on 7 yaitu Berlayar.

Berdasarkan penuturan musisi kelahiran Yogyakarta 22 Februari 1979 ini, lagu “Hujan Turun” ini sebenarnya bercerita tentang bagaimana seseorang bisa survive saat sedang menghadapi berbagai macam masalah.

Kata ‘hujan’ sendiri menurut bassist yang juga pernah merangkap sebagai manager Sheila on 7 selama 3 tahunan ini adalah metafora dari ‘permasalahan hidup’

Lagu yang bertempo medium ini, sangat kental nuansa Sheila on 7 nya. Berbekal adonan aransemen yang minimalis dan juga sederhana, melodi lagu “Hujan Turun” ini terdengar sungguh memikat.

Potongan lirik Lagu Hujan Turun Ciptaan Adam Sheila on 7

Tak ada waktu untuk menjelaskan, Tak sangka ini kan Datang

Tiap liku berbagi hidup, Sejenak melepas lelah

Kau tinggalkan diriku

 

Waktu hujan turun, disudut gelap mataku

Begitu derasnya, kan kucoba bertahan

 

Ingat kembali yang terjadi, tiap langkah yang kita pilih

Meski terkadang pedih, harapan untuk yang terbaik

Sekeras karang kita coba, tetap kau tinggal diriku

 

Pengagum Joe Satriani ini berharap lagu “Hujan Turun” bisa menghibur sekaligus memberi makna khusus bagi penikmat musik Sheila on 7 di seluruh Indonesia.

 

(@edofumikooo)

1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, Oleh Vidi Rosen

Kamarmusik.net, JAKARTA – Seperti teman-teman ketahui, beberapa waktu lalu Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia telah dibentuk dan puluhan gitaris papan atas tergabung di gerakan ini. Tujuan akhir dari gerakan ini adalah membagikan 1000 gitar akustik kepada anak-anak tidak mampu tanpa membedakan usia, suku, ras, agama.

Ke 1000 gitar ini didistribusikan secara nasional melalui 100 rumah singgah di seluruh Indonesia, pesantren, panti asuhan, penjara anak anak, dan lain sebagainya. Kegiatan ini sendiri dibantu oleh Majalah Musik Roling Stones dan juga program TV Kick Andy. Di dalam cover albumnya disebutkan bahwa album ini didukung oleh 60 gitaris dan puluhan musisi pendukung lainnya yang sama sekali tidak dibayar. KEREN….!!!

Bicara soal materi yang ada di album ini, menurut gue, secara overall sangat menarik. Secara kualitas emang di atas rata rata, tidak heran juga mengingat nama-nama yang tergabung di dalamnya memang merupakan jaminan mutu.

Beberapa nama yang ada di album ini antara lain Baron, Baim, Didi Crow, Iman & Sony dari J-Rocks, Ernest, Aziz Jamrud, Ovy & Jikun /rif, Pay, Deny Chasmala, Eross Candra, Kin, Jarwo, Taraz The Rock, Piyu, Dewa Budjana, Eet, Baim, John Paul Ivan, dan masih segudang lagi yang terus terang tangan gue bakal pegel kalo ditulis semua di sini.

In general, album ini terdiri dari 2 CD dan masing masing CD ada 11 lagu, total ada 22 lagu. Karena memang temanya tentang gitar, isinya nggak jauh-jauh dari gitar. Ada instrumental tetapi ada juga yang menggunakan vokal, yang membuat semua terdengar menjadi suatu kesatuan adalah instrumen yang paling menonjol adalah gitar. Bahkan di beberapa lagu yang ada vokalnya, temanya ya masih guitar juga. Pokoknya buat guitar freak, album ini cocok lah.

Kalau ditelaah lebih dalam, album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia sebenarnya ada 3: gitar, cinta pada sesama, kehidupan, serta SHREEDING! Beberapa lagu membuat gue kaget ternyata kemampuan bangsa kita maut juga.

Album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, Oleh Vidi Rosen

Ada beberapa lagu yang menonjol di CD 1 antara lain “Masa Kecil” nya Dewa Budjana yang menurut gue sangat cool dengan nuansa sitarnya, fusion abis. “Sesuatu yang Indah” juga menarik, Piyu dan Stephan Santoso membawakan lagu instrumental dengan sangat baik, gue merasa denger lagu Padi tapi dibawakan oleh Marty Friedman. Keren!

Tohpati juga tidak mau kalah dengan lagu yang berjudul “Pergi Sekolah”. Dia membuat sound gitar akustiknya terdengar sangat menyenangkan, kalau enggak tahu gue pikir lagi dengerin Earl Klugh atau Acoustic Alchemy.

Di lagu “Hayal”, Edwin Marshal benar-benar membuat kita seperti sedang menghayal hehehe. Sound nya sepintas mirip kakak sepupu gue, Andy Timmons. Memang harus gue akui dengan lapang dada sebagai vokalis pop dengan kemampuan shredding yang cukup baik adalah Baim dengan lagu yang berjudul “Hope”.

John Paul Ivan dengan “State Of Play” nya juga tampil nggak kalah menarik, riff-riff dengan sound Les Paulnya memberi warna cukup unik untuk disimak. Permainan solonya sendiri jadi seperti dengerin Dough Aldridge hehehe.
Di lagu terakhir yang berjudul “Comfortable With You”, kita bisa mendengar permainan Adithya Pratama yang cukup manis. Bukan gitar yang mengiringi gitaris, tetapi suara vokal yang terdengar sebagai pengiring lagu.

Overall untuk lagu-lagu instrumental gitar di CD 1, meskipun berbeda-beda setelah didengarkan beberapa kali, tetap ada benang merah di musiknya (kecuali yang akustic ya). Pemilihan sound  membuat album ini tidak terdengar belang-belang dan seperti satu kesatuan. Untuk yang akustik justru menjadi penambah warna yang menarik.

Lagu yang ada vokalnya juga tidak kalah menarik. Lagu “1 Gitar 1000 Nada” yang dibawakan Aliansi Guitar Indonesia cocok sekali sebagai pembuka album ini. Liriknya tentang gitar dan yang buat gue takjub di solo sound gitar nya beda-beda. Setelah gue lihat di keterangannya, ada Baron, Eross Candra, Dewa Budjana, Baim, Cella, Piyu, Gugun, dan Kin. Dengerin sendiri dijamin pusing. Lagunya enak dan yang nyanyi Pongki Barata, Baim, dan Kin.

Ada 3 lagu lagi yaitu “Lights From Heaven” yang merupakan lagu dari Suhu Eet Syahrani, dahsyat euy!!! HEAVY METAL khas ala Eet. Vocalnya sendiri diisi oleh Eet (di covernya ditulis begitu). Gue bingung ternyata sang suhu bisa nyanyi juga ya???? Dibantu oleh Ervin Nanzabakri dan Adit RK.

Lagu “Berbagi Cinta” yang dibawakan oleh Endah, Sashi, Fia, Riry, dan Qoqo juga bikin kepala ngangguk-ngangguk. Jadi inget Wilson Phillip di tahun 90-an. Bolehlah buat istirahat atau persiapan sebelum mendengar lagu-lagu full shred di track-track selanjutnya. Terakhir lagu “Biar Tuhan Ikut Bernyanyi” yang dinyanyikan Boris P Simanjuntak membawa kita ke masa Slank di tahun 90an. Pokoknya dengerin CD satu nggak perlu pake mikir enjoy abis.

Di CD 2 gue sempet terkaget-kaget karena ternyata tipe musik yang ada di dalam CD ini lumayan berbeda dengan lagu-lagu yang ada di CD 1. Kalau di CD 1 nuansanya lebih classic rock, nah di CD ini banyak lagu yang menggunakan synthesizer, modern banget deh pokoknya (menurut ukuran gue) tetapi tetap asik.

Lagu “(Not) Vintage Generation” dari Ariel Harsya dan Rama Akbar benar benar menyegarkan otak dan telinga gue setelah lumayan panas mendengarkan CD 1. Sangat ceria dan menyegarkan. Instrumental pop ceria tahun 80-an, ada punknya, dikasih rock, plus dikasih pengiring vokal. meriahlah, susah menggambarkannya.

Lagu “U.F.O” yang dibawakan oleh Coki Netral mengingatkan gue sama teman lama gue Mr Joe Satriani, full shred abis. Kayak dengerin gitaris bule hehehe. Mantep nih lagu. Abis dengerin lagu ini makin yakin ternyata gitaris Indonesia nggak kalah sama orang bule. Sementara lagu “Discord” dari Ernest dan DJ Osvaldo Nugroho lebih ajib.

Gue demen banget, dengan sound distortion yang lebih kencang dari lagu “(Not) Vintage Generation” tetapi beat disko yang lebih bersemangat. Sound Ernest di lagu ini bagus banget. Cuma kenapa gue inget Maxim yang pianis itu ya, waktu denger lagu ini? Hehehe

Yang lumayan unik adalah lagu “Conference All Generation” nya Thomas Ramdhan. Lagu ini instrumental dari yang mengisi gitarnya juga nama-nama pendekar seperti Pay, Deny Chasmala, Agam Hamzah, dan Putsky RIP. Lagu funk dengan distortion tebal dan gebukan drum dengan teknik dan kecepatan tinggi. Bisa bikin kepala goyang-goyang.

Biar lebih lengkap, maka di album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini, Eross Candra bikin lagu ala lagu tradisional perkawinan Jewish hehehe dengan judul “Tentang Jakarta” yang model model ska gitu plus suara terompet dan distortion cempreng ala telecaster dan sound twangky ala The Ventures/The Shadow di tahun 60-an. CD 2 ini berwarna abis!

Kin di lagu “Papa Main Guitar Ya?” bikin gue inget Marty Friedman pasca dia pindah ke Jepang, minimalis tetapi dengan sound distortion yang gagah. Ini namanya lagu full program tetapi full seni juga, di akhir lagu ada suara anak kecil, Papah Main Guitar ya??? Hehehehe lutunaaaa …..

Lagu “Contagious” dari Ovy dan Jikun lain lagi ceritanya, kalau tadi gue cerita bahwa di CD 1 shredding nya lebih kenceng tetapi lagu ini bisa dibilang termasuk yang paling galak di seluruh album. 80’s rocknya Ovy kedengaran banget. Langsung semangat gue menyala lagi denger gitar ngebut diiringi double bass drum. Semangat deh

Jarwo Naif dengan lagu “Syria” juga cukup enak di dengar. Lagu ini sebenarnya lebih pas di CD 1. Berbeda dengan ketika bersama Naif, kali ini dia tampil dengan lagu yang megah dan melodius tetapi nafas rocknya amat terasa.

Untuk lagu yang berisi vokal juga keren-keren, “Aku Peduli” milik Baron dan 24 gitaris Indonesia juga enak untuk didengar. Heavy Metal 80-an dengan nuansa yang lebih modern gitu deh. Hampir mirip juga dengan lagu “Tentang Jakarta” dari Ridho Hafiedz dan Ovy, ballad rock yang enak didengar. Biar slow tetapi dibalut sound distortion seperti lagu slow rock metal 80-an. Pas di kuping hehehehe.

Biar nggak pusing dengerin lagu kenceng, maka di album ini ada juga lagu “Love Lullaby” kepunyaan Irfan Aulia dan Badai Kerispatih. Dari namanya sudah ketahuan dong lagunya kayak apa. Enak juga di album yang keras ternyata terselip lagu ballad yang adem.

Album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia sangat menarik dan bagus, nilainya 4,5 dari skala 5. Menurut gue, sayang kalau kita nggak punya. Plus kalau beli album ini maka akan dapat pahala karena kita udah ikut nyumbang. Sebaliknya yang bajak album ini bakal kualat karena udah merampas hak anak-anak nggak mampu. Saran gue BELI!

SALUT BUAT PONGKY BARATA DAN TEMAN-TEMAN GITARIS YANG TERLIBAT DI ALBUM INI!!!

Penulis: Vidi Rosen (gitaris dan aktif sebagai moderator di www.bengkelmusik.com)

Editor: Doddy Irawan