Arsip Tag: solois

Satu Dari Sejuta, Single Cihuy Iza Nael yang Bisa Bikin Baper Berjamaah

Kamarmusik.net, JAKARTA – Pernah mengalami perasaan nggak karuan ketika melihat seseorang? Udah gitu, hatimu langsung berdegup kencang dan bulet mengatakan bahwa dia orang yang kamu cari selama ini. Cieee! Kalo cerita ini kamu banget, kamu wajib menyimak dalem-dalem tuh single terbaru Iza Nael berjudul “Satu Dari Sejuta”.

Single kece ini merupakan karya kedua Iza Nael sebagai solois. Video musiknya udah bisa dinikmati di kanal YouTube lho. Intip deh hasil video yang disutradarai oleh David Lele. Di video itu, cowok kiyutzz kelahiran Semarang 11 Juni 2000 bernyanyi sambil bermain gitar dengan didampingi model cantik Gayatri Sekar Dewantari.

Berkat lagu “Satu Dari Sejuta” ini, karier Iza Nael sebagai penyanyi solo terus melambung. Lagunya lagi rame diputar di berbagai radio di tanah air. Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bambang Agus Mulyadi dan Widyarini Roswinarsi ini juga telah berkali-kali perform di acara program musik teve swasta. Adalah Caturadi Septembrianto yang menciptakan lagu, menata musik, sekaligus memproduseri single “Satu Dari Sejuta” tersebut.

Duuhhh, jadi penasaran deh. Apa sih yang sebenernya dicurhatin oleh Iza Nael lewat single “Satu Dari Sejuta” ini?

“Lagu ini adalah tentang bagaimana waktu bisa mengubah seseorang. Seperti yg dialami oleh Iza. Sewaktu SD, dia sama sekali nggak memerhatikan cewek satu ini. Sampai pada akhirnya, setelah beberapa tahun berselang, Iza kembali bertemu sama cewek ini. Menariknya, cewek tersebut terlihat beda banget ketimbang pada waktu Iza pertama kali ketemu dengannya. Jadi lah Iza jatuh hati. Cewek ini Iza anggap satu dari sejuta orang yang dia yakini,” papar Iza melalui managernya, Victor Kho, khusus kepada Kamar Musik baru-baru ini.

Dalem banget ya kisah di balik lagu “Satu Dari Sejuta”. Cinta nggak melulu muncul pada pandangan pertama lho, namun pelan-pelan bisa tumbuh begitu kuat. Tsaahhh, siap-siap baper berjamaah deh kalo kamu dengerin lagu ini.

Metamorfosis Karier Iza Nael

Satu Dari Sejuta, Single Cihuy Iza Nael yang Bisa Bikin Baper Berjamaah

Sebelum menggelindingkan lagu “Satu Dari Sejuta”, Iza Nael memulai debutnya sebagai solois lewat single “Mulai Jatuh Cinta”. Single pertama Iza yang diciptakan oleh Mario Kacang nyurhatin soal seorang remaja yang sedang jatuh cinta. Lagu ini menjadi metamorfosis Iza Nael dari dunia anak-anak menuju dunia teenager.

Saudara kandung Arnadi Irsyad Mulyadi dan Arzetta Ine ini udah terjun ke industri hiburan sejak ia kecil. Iza yang tinggal di daerah Bintaro ini pernah 3 kali menjadi anak band lho: Pangeran Band, Five Boys dan Little Giants. Setelah beranjak remaja, cowok yang tanggal 11 Juni kemarin genap berusia 16 tahun itu ingin serius menekuni karierentertainment nya sebagai penyanyi solo. Iza juga membuka kesempatan dan peluang lebar-lebar pada musisi lain yang ingin berkolaborasi dengannya. Semoga deh semangat juang dan kerja keras Iza berbuah sukses, amin.

(@edofumikooo)

Curhat Colongan Kimmi Chan yang Ketagihan Menjadi Live PA (1)

Kamarmusik.net, JAKARTA – Suka gagal paham, kenapa banyak penyanyi solo kepincut dengan Live PA? Apa yang bikin mereka tergiur sama pesona industri Live PA? Jangankan solois, vokalis grup band gede sekalipun menjadikan Live PA sebagai ajang nyari uang tambahan. Ini topik yang mau Kamar Musik bahas sama Kimmi Chan.

Dara keturunan Indonesia-Korea ini ikutan “terjebak” dengan hingar-bingar dunia Live Personal Appearance atau Live Performance Artist. Padahal atlet yang juga master ice skating profesional ini niat banget lho jadi solois. Beberapa tahun lalu, Kimmi pernah merilis album Love Me. Dua single digelindingkan, “Love Me” ciptaan Risna Ories dan “Aku Ada yang Punya” karya Bemby Noor.

Alasan Ini yang Menyebabkan Kimmi Chan Nyebur ke Arena Live PA

Curhat Colongan Kimmi Chan yang Ketagihan Menjadi Live PA (1)

“Hmmm… jadi semenjak merilis album, entah mengapa Kimmi lebih banyak dapat tawaran off air Live PA. Padahal awal Kimmi off air itu ya konser sama band di Balikpapan. Mungkin mereka lihat lagu-lagu di albumku dominan ngebeat. Udah gitu aku juga terbiasa jadi MC. Jadi ketika ada tawaran pertama kali untuk Live PA, aku coba ambil. Eh, jadi keterusan deh,” ungkap peraih International and National Gold Medal Figure Skating Athletes ini.

“Begitu nyoba sekali kok asyik ya. Setelah itu mulai banjir deh tawaran Live PA. Banyak klub yang minta aku manggung. Banyak DJ menghubungi aku untuk berkolaborasi dengan mereka. Bahkan kalau ada show di mall, mereka meminta aku untuk tampil kolaborasi sama DJ. Sejak rilis album, kenanya di Live PA terus. Kimmi jadi Live PA ya kebetulan aja,” terang cewek yang pernah diundang jadi MC untuk sebuah acara award di Brunei Darussalam.

Bukannya Live PA itu jauh lebih menguras energi ya, Kimmi?

Curhat Colongan Kimmi Chan yang Ketagihan Menjadi Live PA (1)

 

“Iya banget. Live PA itu lebih capek daripada live in concert. Kita harus energik banget dan punya beban lebih. Crowds yang datang itu minimal harus ikut jejingkrakan di dance floor dan nyanyi bareng kita. Live PA bukan hanya bernyanyi, tapi udah kayak soulmate si DJ yang featuring sama dia saat di stage,” lontar Kimmi yang pernah menjabat General Secretary of Indonesian Skating Federation itu.

Bersambung…

(@edofumikooo)

 

Dinno Alshan Curhat Hebatnya Badai Kenangan Mantan di Jauh Berbeda

Kamarmusik.net, JAKARTA – Mencoba warna baru dan tantangan baru, cukup membuat saya (Dinno Alshan, red) ragu untuk menjadi solois. Jujur aja sih, saran untuk menjadi solois datang dari sahabat dan teman-teman saya.

Sebelumnya, pernah dulu banget (tahun 2000-2013), saya menge-band-kan diri bersama SHAKEY dan 8ILIV, dan berkegiatan jauh dari musik pada kerjaan kantoran yang juga sampai sekarang ini masih saya jalani (walau banyak absennya hihihi…).

Pernah beberapa kali jadi songwriter dari artis-artis Indonesia, membuat lagu-lagu saya menumpuk di Playlist. Hingga punya kepikiran, kenapa nggak saya bawain aja dengan versi solo? Tapi sekali lagi, tetep aja saya belum memiliki keberanian untuk mencoba “bermusik”.

Sampai suatu ketika, ketakutan-ketakutan itu dikikis oleh para sahabat yang mencoba untuk meyakinkan saya, “Kenapa nggak lu coba solo aja, pasti keren”. Ya… cuma se-sederhana itu aja.

Dari situ akhirnya jalan mulai terbuka lebar, ketika niat tulus saya disambut baik oleh beberapa pihak yang mau bekerja sama di album ini.

Proses Lahirnya Lagu Jauh Berbeda Milik Dinno Alshan

Pada bulan September 2015, akhirnya dimulai penggarapan album di kota Yogyakarta dengan produser dan arranger musik Cornel dan Widi. Keduanya adalah additional player dari Band Letto. Sekarang saya sangat bersyukur, sebentar lagi akan rilis radio dengan single pertama “Jauh Berbeda”, yang memang menurut saya beda banget dengan “pembawaan” saya sebelumnya.

Saya hanya pelempar panah yang masih ditutupi kabut, walaupun dengan strategi dan kemampuan yang tentu masih sangat terbatas. Busur harus ditarik sejauh mungkin ke belakang agar panah bisa melesat cepat. (Maaf, saya mantan motivator :D).

Doa saya, semoga dengan dilemparnya anak panah bernama “Jauh Berbeda” di radio-radio dan di berbagai media manapun, bisa menjadi “teman” anda menghibur diri dari hebatnya “badai kenangan mantan” yang nggak kelar-kelar, meski sudah tahu bahwa semuanya sudah jauh berbeda. Yeaaa.. begitulah gambaran isi lagu seorang Dinno Alshan. Semoga bisa dinikmati dan di ejawantahkan sebagaimana mestinya.

Teks : Dinno Alshan

Editor : Doddy Irawan

Menyingkap Gagasan Sampul Album Frau Oleh Denny Sakrie

Kamarmusik.net, JAKARTA – Dua tahun silam (tahun 2010, red), saya terpukau dengan penampilan musik dari gadis bernama Frau, bernyanyi sembari memainkan pianonya yang diberi nama Oskar. Gadis berpenampilan polos dan sederhana  ini memiliki kedalaman dalam berkesenian. Musik yang dimainkannya, menurut saya tak sebersahaja penampilan yang nyaris tak berpupur itu. Akhirnya saya mengetahui nama pengguna nickname itu adalah Lani.

Saat itu saya menyimak karya-karya Frau melalui netlabel Yes No Wave. Hmm…kerinduan saya kian memuncak ketika menyimak lagu-lagu yang teduh tapi terkadang memiliki sebuah daya tiada terduga seperti galibnya folk era 70-an. Sebut saja seperti karya Joni Mitchel, Nina Simone atau pun Laura Nyro. Akhirnya album Frau itu dirilis juga secara fisik dalam bentuk CD yang didistribusikan oleh Demajors Jakarta

Sampul album Frau berjudul Starlit Carousel, seorang singer/songwriter dari Yogyakarta mengusik perhatian saya sejak album ini dirilis dua tahun lalu. Saat majalah Rolling Stone meminta kesediaan saya sebagai tim pemilih sampul album musik Indonesia terbaik, saya memang telah memberikan stabillo boss untuk sampul album Frau ini. Bersama dengan pemilih lainnya yaitu David Tarigan dan Arian Arifin, kami sepakat memilih sampul album Frau ini sebagai bagian dari 99 Sampul Album Musik Indonesia Terbaik.

Setelah proses pemilihan itu, saya menghubungi Gufi, manajer Frau, meminta informasi siapa sosok dibalik gagasan sampul album ini. Gufi menginformasikan bahwa Wowok alias Wok The Rock, salah satu penggagas Yes No Wave sebuah net label, adalah sosok dibalik penggarapan sampul album Frau. Ketika menghubungi Wok The Rock via Twitter, Wowok sedang berada di Australia. Akhirnya saya berdialog dengan Wowok melalui surat elektronik.

Dan inilah kutipannya. Yuk kita baca bersama :
Aku coba merangkai cerita tentang cover album nya Frau “Starlit Carousel” ya. Antara konsep visual dan musik Frau sebenarnya tidak terkait langsung. Saya mencoba mencapai nuansa yang sama dengan konsep musik Frau, bukan menterjemahkan atau menggambarkan konsep musik dan pesan yang terkandung dalam lagu-lagunya.

Pertamakali mendengar lagu-lagu Frau, saya teringat semangat anti-folk nya Regina Spektor-yang kemudian saya ketahui dari Lani kalo dia memang terinspirasi oleh Regina. Namun, Lani tidak berhaluan “anti-folk” sebagai sebuah genre atau movement. Lani suka apa adanya meski tak bisa dielakan dia sungguh membawakan musiknya dalam suasana yang sakral dan elegan. Kombinasi yang sangat saya sukai dalam berkarya visual juga.

Saya seniman yang tertarik dengan konsep apropriasi. Sebuah semangat berkesenian yang dipelopori oleh seniman-seniman dadaisme dan fluxus. Mencerap suatu imaji yang populer untuk kemudian “dikerjain” dengan tujuan memicu sebuah anti-tesis.

Artwork album Starlit Carousel ini awalnya dibuat untuk format MP3 yang dirilis digital di Yes No Wave Music. Artwork menampilkan sebuah foto yang merupakan apropriasi dari karya fotografer fashion papan atas dari Prancis, Guy Bourdin. Beliau fotografer fashion favorit saya setelah Helmut Newton. Karya Guy Bourdin ini menampilkan seorang perempuan dengan gaun pesta sedang terkapar kejatuhan lukisan.

Bagi saya, foto ini mengemukakan bahwa seni murni yang didominasi oleh lukisan sudah sangat angkuh dan sakral ini bisa jatuh menimpa sosok sosialita yang memujanya. Meski berniat anti-tesis atas dunia seni rupa murni (lukisan) yang kokoh, karya foto mas Guy Bourdin ini akhirnya menempati posisi yang sama. (dalam lingkup seni visual, fotografi dan seni media lainnya memang termarjinalkan). Untuk itu saya kemudian “ngerjain” karya ini.

Modelnya bukan sosialita dengan gaun pesta. Tapi seorang gadis lugu dengan dandanan yg mencoba elegan tapi pas-pas-an (gaya dandanan “cantik” yang umum ditemui di fakultas seni, filsafat dan sastra di Yogya). Gambar dari lukisan yang jatuh saya ganti dengan karya foto Guy Bourdin tersebut. Saya tambahkan handphone dalam foto tersebut untuk mengidentifikasi sebuah era, era dimana orang lebih suka menatap layar kecil dibanding tatap muka dalam berkomunikasi. Sebuah anti-tesis tentang dunia seni rupa kontemporer dan keangkuhan high culture.

Saya dan lani kemudian bereksperimen dengan industri musik. Album udah disebarkan gratis dalam format digital. Apakah akan ada yang beli jika dibikin versi fisiknya? Saya meyakinkan lani, bahwa orang Indonesia adalah pemuja benda, masyarakat yang fetish. Jika CD ini memiliki baju yang unik, saya yakin orang pasti ingin memilikinya. Bukan lagi membeli musik, tapi membeli bajunya (kemasannya).

Dari situ saya merancang kemasan unik, namun tetap pas jika ditaruh di rak CD. Hal ini memudahkan orang dalam meletakkan barang dengan ringkas. Format kemasan meniru buku lagu agama kristen seperti Puji Syukur, Madah Bakti, dll. Hal ini untuk memberi nuansa suara musik Frau yang agung. Saya juga ingin menampilkan foto yang ada di cover versi digital, kemudian saya tampilkan dalam bentuk pop-up sepeti kartu ucapan. Desain lirik lagu dalam lingkaran yang berputar adalah usulan dari Lani yang bertujuan menampilkan konsep carousel.

Begitu ceritanya. Maaf jadi nulisnya ngalor-ngidul nih, tapi emang harus diceritain panjang lebar begini. Ohya, catatan: Foto Guy Bourdin yang saya pakai tidak memiliki ijin dari beliau. Jika CD ini diedarkan di Eropa atau US, aku pikir akan bermasalah… Artinya saya harus bayar royalti atau meminta ijin dari pemegang hak cipta karyanya. Nah kita telah menguak gagasan yang dilontarkan Wowok yang menggarap konsep sampul albumnya.

Lika liku proses sebuah karya memang menarik untuk kita simak. Bahwa yang namanya gagasan tetap merupakan lokomotif yang menghela sebuah proses kreativitas. Semoga kita akan lebih hirau dan peduli terhadap sebuah karya, apa saja, terutama musik tentunya.

Teks : Denny Sakrie

Editor : Doddy Irawan