Arsip Tag: pongki barata

Pongki Barata: Lagu ‘Benar Benar’ Diciptakan Untuk Penyanyi Berinisial R

Kamarmusik.net, JAKARTA – Pongki Barata pasti memiliki alasan khusus soal treatment berbeda yang dilakukannya dalam merilis album Rahasia. Sebuah konsep segar yang menggairahkan coba dihidangkan oleh suami aktris Sophie Navita itu dalam album solo ke-3 nya.

Bukan pengin sok keren-kerenan, tapi strategi menawarkan album tanpa mendengarkan lagunya terlebih dahulu ke calon pembeli adalah sesuatu yang berani dan baru di Indonesia. Kamar Musik bakal membongkar fakta-fakta rahasia lain yang selama ini disembunyikan Pongki Barata di album Rahasia. Siap-siap menyimak yaaa.

“Saya ingat betul, ketika perkembangan internet belum seperti sekarang, sebuah karya musik baru bisa didengarkan secara utuh ketika kita sudah membeli rekamannya dalam bentuk kaset dan CD. Dengan mendengarkan album yang kita tunggu tunggu untuk pertama kalinya, itu menimbulkan sensasi yang berbeda. Hal itu membuat kita merasa spesial,” papar founder kamarmusik.net itu.

“Seakan-akan album itu dibuat khusus untuk kita. Perasaan itu yang ingin saya bagikan kepada semua pendengar yang telah bertahun tahun mendukung musik saya. Album Rahasia diperuntukkan buat anda yang menaruh respect yang dalam terhadap musisi dan karyanya,” sambung Pongki Barata.

Ketika Pongki Barata Membocorkan Sebuah Rahasia

Pongki Barata: Lagu 'Benar Benar' Diciptakan Untuk Penyanyi Berinisial R

Dari awal menggarap album ini, Pongki memang telah menyiapkan judul Rahasia. Ya hanya judul album, tanpa ada lagunya.

“Sebenarnya di album ini, saya nggak berpikir ada lagu berjudul Rahasia. Menjelang mau selesai rekaman, baru deh saya kepikiran untuk membuatkan lagunya. Jadi, lagu Rahasia adalah lagu yang saya tulis paling terakhir,” lontar pria yang pernah menimba ilmu di Fakultas Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Namanya inspirasi ya datangnya suka tiba-tiba dan tak terduga. Begitu juga dengan lagu “Rahasia” yang idenya muncul saat Pongki bermain gitar dan mencoba mempelajari lagu “Hope of Deliverence” nya Paul McCartney.

“Semua orang pasti pernah punya sesuatu yang disembunyikan. Namun lirik lagu ini temanya lebih ke asmara sih. Ceritanya tentang sebuah kondisi hubungan yang tidak bisa dilanjutkan, tetapi mereka ingin mengenangnya sebagai sesuatu yang hanya mereka berdua yang punya,” curhat Pongki tentang munculnya lagu bertitel “Rahasia”.

Awalnya Album ini Hanya Mau Diedarkan Secara Digital Aja di volup.com

Pongki Barata: Lagu 'Benar Benar' Diciptakan Untuk Penyanyi Berinisial R

Dalam perjalanan waktu, mengapa album ini juga diedarkan dalam bentuk rilisan fisik?

“Puji Tuhan, ternyata respon album ini sangat bagus. Banyak penggemar saya yang ingin mendengarkan album dalam bentuk CD. Ya sudah, saya buatkan. Dalam seminggu pertama, 300 CD lebih terjual. Album saya jual secara online, karena emang nggak ada di toko musik. Saya cetak sendiri, bungkus sendiri, dan mengirim sendiri ke pembeli,” beber bassist The Dance Company itu.

Album Rahasia pun terjual dalam bentuk digital dan fisik. Step selanjutnya adalah melempar lagu-lagu baru ini ke radio.

“Saya kirim 2 lagu ke radio seluruh Indonesia, yaitu ‘Benar Benar’ dan ‘Rahasia’. Ternyata para music director lebih memilih lagu ‘Benar Benar’. Salah satu yang membuat lagu ini spesial karena yang mengisi bass adalah Thomas GIGI,” kenang Pongki yang di awal karier musiknya pernah menggondol juara ke-2 sebuah festival gara-gara ia bersama Jikustik membawakan lagu “Angan” nya band GIGI.

Bagian tersulit dari sebuah hubungan percintaan adalah ketika harus merelakan kepergian orang yang kita cintai. Tanpa kita sadari, bagian menarik dari kehidupan adalah harus melepaskan sesuatu yang sebenarnya memang bukan milik kita sedari awal. Itulah kehebatan cinta sejati. Ini lah makna tersembunyi di balik lagu “Benar Benar”.

“Sebenarnya lagu Benar Benar saya ciptakan khusus untuk seorang penyanyi berinisial R. Namun labelnya gak jadi memakai lagu saya di album penyanyi tersebut haha. Siapa R yang saya maksud? Anda bisa cari tahu jawabannya di website rahasiapongkibarata.com,” tutur Pongki yang ternyata masih aja lho hobi main rahasia-rahasiaan.

edofumikooo

Memahami Konsep Berjualan CD di Restoran Cepat Saji

Kamarmusik.net, JAKARTA – Judul di atas menjadi pertanyaan yang setiap hari saya dengar dari berbagai orang. Baik itu dari kawan-kawan saya, ataupun kawan-kawan lain di social media. Saya merasa perlu memberikan penjelasan yang pas kepada mereka yang masih penasaran dengan konsep berjualan CD di restoran cepat saji

Penjelasan ini perlu diberikan bukan karena saya mau membela diri (karena konteksnya bukan salah atau benar). Tapi karena dari perihal ini, kita bisa belajar bersama dan ikut mengetahui apa yang ada di otak musisi (seperti saya) dan apa yang ada di otak perusahaan rekaman.

Industri musik tanah air sedang mengalami perubahan besar. Nah… perubahan perilaku konsumen musik dalam mengkonsumsi musik (baca: membeli) menunjukkan perubahan yang sangat berarti bisa berakibat buruk pada beberapa sektor di industri musik. Yang paling terkena dampaknya adalah perusahaan rekaman dan toko retail (di belakangnya termasuk para distributor dan agen).

Konsumen musik tidak lagi membeli CD (apalagi kaset) yang beberapa tahun lalu menjadi media yang paling pas untuk berjualan musik secara masal. Buktinya apa? Mudah saja. Terjadi di depan mata kita. Satu-persatu toko CD tutup. Bahkan yang sudah bertahun-tahun berjaya seperti Aquarius, Disc Tarra (kini tinggal beberapa gerai saja) menutup operasional tokonya.

Saat ini konsumen musik bisa mendapatkan “kebutuhan” musiknya dari internet. Gratis! Bahkan cepat dan tanpa perlu meninggalkan rumah. Mereka tidak perlu lagi memesan bahkan mengantre di toko CD seperti dulu. Sekali tekan tombol di gadget, langsung tersedia musik yang dicari.

Apakah pelaku industri musik lantas pasrah dan berdiam diri saja? Tentu tidak. Mereka telah menyiapkan media pengganti. Muncul Ring Back Tone dan kemudian layanan “full download digital” yang berbayar seperti i-Tunes, Melon, Langit Musik dan sejenisnya. Para konsumen musik diarahkan untuk “membeli” musik dari layanan-layanan ini. Berhasilkah? Yaaa, tapi baru di luar negeri. Di Indonesia? Belum. Apa penghalangnya? Sederhana saja. Tidak semua orang punya smartphone dan tidak semua orang punya kartu kredit. Walaupun hal ini tidak boleh menjadikan kita para pelaku industri musik di Indonesia menyerah, kegagalan format digital menjadi income ini yang kemudian menjadi masalah. Akhirnya perusahaan rekaman memberlakukan “360 Deal”.

Apa sih istilah 360 Deal? Ini merupakan perjanjian kerjasama antara artis dan perusahaan rekaman yang mengatur bahwa si perusahaan rekaman berhak juga akan sebagian (sesuai kesepakatan) pendapatan si artis yang dikontraknya. Simpelnya, si artis digiring masuk ke dalam “manajemen” yang dibuat oleh perusahaan rekaman itu. Contoh: Tadinya si artis dan perusahaan rekaman hanya terikat untuk masalah album rekaman saja. Sekarag  tidak lagi. Seluruh pendapatan artis harus mengalir lewat pintu perusahaan rekaman dulu. Termasuk di antaranya: iklan, pendapatan manggung, main film dan sebagainya.

Is it bad or good? Tergantung. Dalam hal perjanjian kerjasama, apapun yang disepakati semestinya sudah dipertimbangkan untung ruginya terlebih dahulu. Tujuan membuat kesepakatan kerjasama adalah menyatukan kekuatan untuk mencapai tujuan bersama. Apabila tujuan tercapai, saya rasa tidak ada yang dirugikan. Untuk terikat dalam 360 Deal ini, memang diperlukan pemahaman yang baik akan isi perjanjian sedetail mungkin. Saya tidak akan membahas detail megenai ini, mungkin lain waktu.

Intinya 360 Deal menjadi senjata perusahaan rekaman untuk bertahan dalam menurunnya pendapatan mereka karena konsumen musik tidak lagi membeli CD.

Nah, apakah CD masih bisa dijual? Saya yakin bisa, selama perusahaan rekaman menggunakan metode yang tepat dan bertemu konsumen yang tepat. Inilah yang menjadi PR kita semua.

Pertama. CD tidak lagi menjadi sumber utama pendapatan musisi. Sumber pendapatan musisi yang terbesar (di luar negeri pun saya rasa juga begitu) adalah dari pendapatan manggungnya. Bisa juga apabila dia cukup populer, maka nilai kontrak dari iklan juga bisa menjadi sumber pendapatan yang utama. Selebihnya, income musisi juga bisa didapat dari side project mereka (misal: menjadi juri, produser, konsultan musik, menulis buku, muncul sebagai aktor/aktris dan sebagainya yang berhubungan dengan dunia musik).

Kedua. Musik bisa didapat dengan gratis di Internet dari berbagai portal free download. Harus diakui free download yang menggunakan asas gratis dan cepat ini belum ada yang bisa mengalahkan. Bukankah ini yang kita semua inginkan? Gratis dan cepat, dalam segala hal.

Lalu munculah para “purist” dan fanatis. Di dalam industri musik, mereka adalah orang orang yang percaya bahwa CD dan Vinyl adalah format yang paling pas untuk mendengar musik. Kalaupun harus bersentuhan dengan digital, mereka pasti memilih yang berbayar, seperti i-Tunes.

Pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa mereka bisa? Kenapa yang lain tidak? Banyak yang bisa dibahas dan bisa diperdebatkan. Sedikit banyak saya bisa menyimpulkan secara sederhana. Mereka – para purist dan fanatis – mempunyai respect. Betul, mereka menghormati para seniman.

Apakah yang doyan mendownload (baca: secara gratisan) itu tidak punya respect? Jangan tanya saya. Juga jangan tanya pada rumput yang bergoyang. Tanya pada dirimu sendiri : ) None of us can be the judge of others. I must honestly say, our respect for music, can be done in many forms, beyond free downloading.

Saya sendiri termasuk purist dan fanatis. Apapun yang Sting atau Richard Marx rilis akan segera saya buru di manapun itu berada he he. Nah di sinilah letak pembasahan utamanya. Saya yakin, saya tidak sendirian.

Orang seperti saya membutuhkan produk musik yang bisa dipegang, dilihat, dan dibolak-balik sambil tiduran tanpa harus menyalakan komputer dahulu. Saya butuh bentuk fisik CD dan sampulnya. Membuka sampul CD itu adalah semacam ritual yang tidak tergantikan. Menikmati artwork yang ada disampul cover sebuah CD adalah kenikmatan tiada tara.

Artinya CD masih bisa dijual, masih dibutuhkan, untuk orang-orang seperti saya. Uhmmm… saya tidak tahu ada berapa banyak orang seperti saya? Tetapi apabila melihat dari penjualan album Tulus dan Endah n Rhesa yang bisa mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu keping dalam rilisannya, saya semakin yakin CD masih dibutuhkan. Atau tepatnya masih ada yang membutuhkan.

Lalu… di mana saya bisa mendapatkan CD apabila:

1.Toko toko CD sudah tutup.

2. Tidak semua manajemen artist melayani penjualan Cd secara online atau langsung.

Akhirnya saya memahami konsep berjualan CD di restoran cepat saji (saat ini saya bekerja sama dengan KFC). Saya memerlukan outlet untuk menjual CD saya. Outlet ini harus berjumlah banyak dan (kalau bisa) merata di seluruh Indoinesia. Dan satu lagi yang paling penting. Dalam “berjualan” CD, saya memerlukan sales yang handal untuk merayu pembeli agar CD saya bisa terjual. Di sinilah letak keunggulannya. Para Kasir di setiap outlet KFC sudah terbiasa “menjual”. Dan sekarang mereka menjadi ujung tombak penjualan CD saya.

Apakah itu artinya saya sekarang bisa santai-santai saja dan cukup mengandalkan mereka? Oh, tentu tidak! Buat saya ‘produk musik’ yang baik adalah produk yang kuat secara kualitas dan kuat secara marketing. Kuat secara kualitas artinya: tidak dibuat asal-asalan, tetap dibuat dengan kesungguhan, unik, menghibur dan mempunyai valuelebih dari produk lain. Kuat secara marketing artinya: mampu tersebar seluas mungkin dan menimbulkan awarenessseluas mungkin, sehingga nanti ujungnya mampu terjual sebanyak mungkin.

KFC outlets mempunyai 2 kekuatan itu. Setidaknya puluhan ribu keping CD saya bisa terjual tiap bulannya. Penggemar musik saya pun dengan mudah bisa mendapatkan CD saya di outlet KFC terdekat.

“Tapi, KFC tidak ada di kota kecil atau kecamatan, mas” keluh beberapa orang kepada saya. Betul! Begitupun halnya dengan toko CD 🙂

Untuk yang di luar kota, saya menyediakan jasa layanan pembelian online. Saya bundle CD dengan kaos limited edition bertuliskan lirik-lirik lagu saya. Formulanya membeli kaos kemudian mendapat gratis CD Pongki Barata Meets the Stars. Sengaja saya bundle dengan kaos, supaya membedakan dengan yang dijual di outlet KFC.

“Kok ujung-ujungnya harus terjual banyak mas? Mas pongki gak ikhlas dong bermusiknya?”

Saya konsisten menggunakan istilah Industri. Yang artinya ada profit and loss yang menjadi dasar bergeraknya sebuah Industri. Dalam konteks industri, semakin menguntungkan berarti akan semakin berkembang. Sederhana kok.

Musik saya dan industri musik adalah 2 hal yang berbeda tetapi berkaitan. Musik adalah jiwa dan kebutuhan buat saya. Industri musik adalah hanya salah satu aspek yang bersentuhan dengan musik saya. Dalam keadaaan apapun industrinya, saya tetap akan bermain musik dan menciptakan karya. Tetapi apabila dalam perkembangannya ada sekelompok orang dari industri musik ini menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan untuk 3 pihak (saya, mereka, dan kalian para pencinta music), why not?

Tanpa pelaku industri musik, mungkin musik saya tidak akan terdengar sampai ujung Papua. Mereka yang di kota Kediri misalnya, akan kesulitan mengakses dan memiliki musik saya. Tapi sebaliknya tanpa saya (penyedia konten musik), si perusahaan rekaman tidak punya ‘bahan’ untuk dijual.

Kesimpulan Dari Konsep Berjualan CD di Restoran Cepat Saji

Berjualan CD lewat outlet KFC (400-an outlet di seluruh Indonesia) bisa jadi kurang ideal untuk sebagian orang. Bagi saya (musisi) yang mebutuhkan media, outlet, dan sistem, saya merasa sangat terbantu.

Tidak ada kehormatan yang saya korbankan. Tidak ada idealisme yang saya turunkan dengan beredarnya CD saya di outlet restoran ayam. Semua proses kreatif bermusik saya selama menggarap alabum ini, sepenuhnya wewenang saya.

Lebih hina mana, berjualan music di restoran ayam cepat saji di mana semua pegawainya adalah orang seperti kita juga yang bekerja untuk menafkahi keluarga mereka atau download gratisan dari Internet tanpa mau tahu bahwa ada hak yang tidak terbayarkan di situ?

Kalau ada sistem berjualan CD atau musik yang lebih baik dari sistem ini, saya pasti mau. Masalahnya, itu belum ada.

Demikianlah cara saya menjelaskan, semoga semua bisa memahami dengan baik. Ingat, tidak ada pihak yang saya coba sudutkan dalam tulisan ini. Alasan saya menulis ini agar kita semua bisa belajar, saling menyumbang buah pikiran, supaya kita sebagai individu kelak makin berkembang, dan industri musik Indonesia semakin maju.

Salam!

Pongki Barata

Editor: @edofumikooo

Tika Ramlan Kerja Bareng Pongki Barata Untuk Album Solo

Kamarmusik.net, JAKARTA – Tika Ramlan yang pernah meraih sukses bersama Tiwi dengan duonya, T2, kini sedang merintis karir solonya. Single baru wanita kelahiran Bandung 5 April 1986 yang dinyanyikan dengan duet bersama Lee Jong Hoon, berjudul “Tuk Buatku Kembali”, udah mulai jadi hits di beberapa radio seluruh Indonesia.

Rupanya konsep kolaborasi dengan musisi lain ini tidak berhenti sampai disitu saja. Pemilik nama lengkap Kartika Yudia Ramlan ini kembali terlihat menggandeng Pongki Barata, mantan vokalis Jikustik, yang sekarang menjadi bassist sekaligus vokalis The Dance Company, untuk bekerjasama dalam sebuah proyek musik.

Menurut rencana, lagu hasil kerjasama mereka ini nanti akan ada di album solo Tika Ramlan yang akan dirilis dalam waktu dekat. Seperti apa hasil kerja bareng mereka kali ini?

Terlihat di foto, istri Tri Aji Raharso ini sedang berada di Studio RR milik Pongki Barata, dalam sebuah sesi rekaman.

(@edofumikooo)

Maera Melibatkan Sejumlah Pencipta Lagu Hebat di Album Berjudul Aku

Kamarmusik.net, JAKARTA – Meski udah mengenal dunia musik sejak usia belia, Maera baru berkesempatan merilis album pada 4 April 2012 atau tepat di hari ulang tahunnya. Dalam album bertajuk Aku, pemilik nama asli Maera Panigoro itu memberi warna baru di musik Indonesia dengan single pertama berjudul “Tak Ada Sepertimu”.

Album ini berisi 10 lagu. Maera menulis sendiri 9 lirik lagu di album ini. Satu lagu lain adalah tembang lawas berjudul “Ironi” ciptaan James F. Sundah dan Dodo Zakaria yang udah nggak asing lagi bagi penikmat musik Indonesia.

Kesibukan Maera di dunia lain yaitu sebagai Executive Producer dari beberapa pementasan Musikal seperti Ali Topan Jalanan dan Gita Cinta The Musical, nggak menyurutkan langkahnya untuk mewujudkan cita-cita membuat album sendiri. Dengan timbre suara Alto yang unik, perkenalkan…

Maera, perempuan pekerja seni kelahiran Bandung ini merupakan owner ArtSwara yang bergerak di bidang performing art production. Keluarga adalah salah satu yang sejak awal memperkenalkan berbagai genre musik kepadanya. Mulai dari Billy Holiday sampai The Beatles. Tiada hari tanpa musik di hidup Mea, sapaan akrabnya.

Album Solo, Maera Hadirkan Ifa Fachir, Bemby Noor, Sampai Pongki Barata

Maera Melibatkan Sejumlah Pencipta Lagu Hebat di Album Berjudul Aku

Di album Aku, Maera memercayakan Tohpati sebagai Produser, Music Director, dan Arranger untuk keseluruhan lagu. Tohpati a.k.a Bontot juga turut menciptakan 2 lagu yang berjudul “Di Atas Nama Cinta” dan “Hey You”. Putri pengusaha Arifin Panigoro ini melibatkan sederet musisi atau pencipta lagu di album yang dicetak 1000 keping ini.

Single jagoan “Tak Ada Sepertimu” diciptakan oleh Ifa Fachir. Satu lagu lain berjudul “Percaya” juga karya Ifa. Lalu ada Tengku Abdul untuk lagu “Benak”, Rieka Roeslan untuk lagu “Ada Dia”, Pongki Barata untuk lagu “Jiwa”, Bemby Noor untuk lagu “Menunggu”, dan Mhala Numata untuk lagu “Percakapan”.

“Harapan Maera adalah bisa memberikan alternatif baru di blantika musik Indonesia dan album Aku bisa diterima dengan baik oleh pencinta musik di tanah air,” terang penyanyi yang kemudian terlibat di film A Copy Of My Mind karya sutradara Joko Anwar, bersama dengan Tara Basro dan Chico Jericho.

(@edofumikooo)

1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, Oleh Vidi Rosen

Kamarmusik.net, JAKARTA – Seperti teman-teman ketahui, beberapa waktu lalu Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia telah dibentuk dan puluhan gitaris papan atas tergabung di gerakan ini. Tujuan akhir dari gerakan ini adalah membagikan 1000 gitar akustik kepada anak-anak tidak mampu tanpa membedakan usia, suku, ras, agama.

Ke 1000 gitar ini didistribusikan secara nasional melalui 100 rumah singgah di seluruh Indonesia, pesantren, panti asuhan, penjara anak anak, dan lain sebagainya. Kegiatan ini sendiri dibantu oleh Majalah Musik Roling Stones dan juga program TV Kick Andy. Di dalam cover albumnya disebutkan bahwa album ini didukung oleh 60 gitaris dan puluhan musisi pendukung lainnya yang sama sekali tidak dibayar. KEREN….!!!

Bicara soal materi yang ada di album ini, menurut gue, secara overall sangat menarik. Secara kualitas emang di atas rata rata, tidak heran juga mengingat nama-nama yang tergabung di dalamnya memang merupakan jaminan mutu.

Beberapa nama yang ada di album ini antara lain Baron, Baim, Didi Crow, Iman & Sony dari J-Rocks, Ernest, Aziz Jamrud, Ovy & Jikun /rif, Pay, Deny Chasmala, Eross Candra, Kin, Jarwo, Taraz The Rock, Piyu, Dewa Budjana, Eet, Baim, John Paul Ivan, dan masih segudang lagi yang terus terang tangan gue bakal pegel kalo ditulis semua di sini.

In general, album ini terdiri dari 2 CD dan masing masing CD ada 11 lagu, total ada 22 lagu. Karena memang temanya tentang gitar, isinya nggak jauh-jauh dari gitar. Ada instrumental tetapi ada juga yang menggunakan vokal, yang membuat semua terdengar menjadi suatu kesatuan adalah instrumen yang paling menonjol adalah gitar. Bahkan di beberapa lagu yang ada vokalnya, temanya ya masih guitar juga. Pokoknya buat guitar freak, album ini cocok lah.

Kalau ditelaah lebih dalam, album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia sebenarnya ada 3: gitar, cinta pada sesama, kehidupan, serta SHREEDING! Beberapa lagu membuat gue kaget ternyata kemampuan bangsa kita maut juga.

Album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, Oleh Vidi Rosen

Ada beberapa lagu yang menonjol di CD 1 antara lain “Masa Kecil” nya Dewa Budjana yang menurut gue sangat cool dengan nuansa sitarnya, fusion abis. “Sesuatu yang Indah” juga menarik, Piyu dan Stephan Santoso membawakan lagu instrumental dengan sangat baik, gue merasa denger lagu Padi tapi dibawakan oleh Marty Friedman. Keren!

Tohpati juga tidak mau kalah dengan lagu yang berjudul “Pergi Sekolah”. Dia membuat sound gitar akustiknya terdengar sangat menyenangkan, kalau enggak tahu gue pikir lagi dengerin Earl Klugh atau Acoustic Alchemy.

Di lagu “Hayal”, Edwin Marshal benar-benar membuat kita seperti sedang menghayal hehehe. Sound nya sepintas mirip kakak sepupu gue, Andy Timmons. Memang harus gue akui dengan lapang dada sebagai vokalis pop dengan kemampuan shredding yang cukup baik adalah Baim dengan lagu yang berjudul “Hope”.

John Paul Ivan dengan “State Of Play” nya juga tampil nggak kalah menarik, riff-riff dengan sound Les Paulnya memberi warna cukup unik untuk disimak. Permainan solonya sendiri jadi seperti dengerin Dough Aldridge hehehe.
Di lagu terakhir yang berjudul “Comfortable With You”, kita bisa mendengar permainan Adithya Pratama yang cukup manis. Bukan gitar yang mengiringi gitaris, tetapi suara vokal yang terdengar sebagai pengiring lagu.

Overall untuk lagu-lagu instrumental gitar di CD 1, meskipun berbeda-beda setelah didengarkan beberapa kali, tetap ada benang merah di musiknya (kecuali yang akustic ya). Pemilihan sound  membuat album ini tidak terdengar belang-belang dan seperti satu kesatuan. Untuk yang akustik justru menjadi penambah warna yang menarik.

Lagu yang ada vokalnya juga tidak kalah menarik. Lagu “1 Gitar 1000 Nada” yang dibawakan Aliansi Guitar Indonesia cocok sekali sebagai pembuka album ini. Liriknya tentang gitar dan yang buat gue takjub di solo sound gitar nya beda-beda. Setelah gue lihat di keterangannya, ada Baron, Eross Candra, Dewa Budjana, Baim, Cella, Piyu, Gugun, dan Kin. Dengerin sendiri dijamin pusing. Lagunya enak dan yang nyanyi Pongki Barata, Baim, dan Kin.

Ada 3 lagu lagi yaitu “Lights From Heaven” yang merupakan lagu dari Suhu Eet Syahrani, dahsyat euy!!! HEAVY METAL khas ala Eet. Vocalnya sendiri diisi oleh Eet (di covernya ditulis begitu). Gue bingung ternyata sang suhu bisa nyanyi juga ya???? Dibantu oleh Ervin Nanzabakri dan Adit RK.

Lagu “Berbagi Cinta” yang dibawakan oleh Endah, Sashi, Fia, Riry, dan Qoqo juga bikin kepala ngangguk-ngangguk. Jadi inget Wilson Phillip di tahun 90-an. Bolehlah buat istirahat atau persiapan sebelum mendengar lagu-lagu full shred di track-track selanjutnya. Terakhir lagu “Biar Tuhan Ikut Bernyanyi” yang dinyanyikan Boris P Simanjuntak membawa kita ke masa Slank di tahun 90an. Pokoknya dengerin CD satu nggak perlu pake mikir enjoy abis.

Di CD 2 gue sempet terkaget-kaget karena ternyata tipe musik yang ada di dalam CD ini lumayan berbeda dengan lagu-lagu yang ada di CD 1. Kalau di CD 1 nuansanya lebih classic rock, nah di CD ini banyak lagu yang menggunakan synthesizer, modern banget deh pokoknya (menurut ukuran gue) tetapi tetap asik.

Lagu “(Not) Vintage Generation” dari Ariel Harsya dan Rama Akbar benar benar menyegarkan otak dan telinga gue setelah lumayan panas mendengarkan CD 1. Sangat ceria dan menyegarkan. Instrumental pop ceria tahun 80-an, ada punknya, dikasih rock, plus dikasih pengiring vokal. meriahlah, susah menggambarkannya.

Lagu “U.F.O” yang dibawakan oleh Coki Netral mengingatkan gue sama teman lama gue Mr Joe Satriani, full shred abis. Kayak dengerin gitaris bule hehehe. Mantep nih lagu. Abis dengerin lagu ini makin yakin ternyata gitaris Indonesia nggak kalah sama orang bule. Sementara lagu “Discord” dari Ernest dan DJ Osvaldo Nugroho lebih ajib.

Gue demen banget, dengan sound distortion yang lebih kencang dari lagu “(Not) Vintage Generation” tetapi beat disko yang lebih bersemangat. Sound Ernest di lagu ini bagus banget. Cuma kenapa gue inget Maxim yang pianis itu ya, waktu denger lagu ini? Hehehe

Yang lumayan unik adalah lagu “Conference All Generation” nya Thomas Ramdhan. Lagu ini instrumental dari yang mengisi gitarnya juga nama-nama pendekar seperti Pay, Deny Chasmala, Agam Hamzah, dan Putsky RIP. Lagu funk dengan distortion tebal dan gebukan drum dengan teknik dan kecepatan tinggi. Bisa bikin kepala goyang-goyang.

Biar lebih lengkap, maka di album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini, Eross Candra bikin lagu ala lagu tradisional perkawinan Jewish hehehe dengan judul “Tentang Jakarta” yang model model ska gitu plus suara terompet dan distortion cempreng ala telecaster dan sound twangky ala The Ventures/The Shadow di tahun 60-an. CD 2 ini berwarna abis!

Kin di lagu “Papa Main Guitar Ya?” bikin gue inget Marty Friedman pasca dia pindah ke Jepang, minimalis tetapi dengan sound distortion yang gagah. Ini namanya lagu full program tetapi full seni juga, di akhir lagu ada suara anak kecil, Papah Main Guitar ya??? Hehehehe lutunaaaa …..

Lagu “Contagious” dari Ovy dan Jikun lain lagi ceritanya, kalau tadi gue cerita bahwa di CD 1 shredding nya lebih kenceng tetapi lagu ini bisa dibilang termasuk yang paling galak di seluruh album. 80’s rocknya Ovy kedengaran banget. Langsung semangat gue menyala lagi denger gitar ngebut diiringi double bass drum. Semangat deh

Jarwo Naif dengan lagu “Syria” juga cukup enak di dengar. Lagu ini sebenarnya lebih pas di CD 1. Berbeda dengan ketika bersama Naif, kali ini dia tampil dengan lagu yang megah dan melodius tetapi nafas rocknya amat terasa.

Untuk lagu yang berisi vokal juga keren-keren, “Aku Peduli” milik Baron dan 24 gitaris Indonesia juga enak untuk didengar. Heavy Metal 80-an dengan nuansa yang lebih modern gitu deh. Hampir mirip juga dengan lagu “Tentang Jakarta” dari Ridho Hafiedz dan Ovy, ballad rock yang enak didengar. Biar slow tetapi dibalut sound distortion seperti lagu slow rock metal 80-an. Pas di kuping hehehehe.

Biar nggak pusing dengerin lagu kenceng, maka di album ini ada juga lagu “Love Lullaby” kepunyaan Irfan Aulia dan Badai Kerispatih. Dari namanya sudah ketahuan dong lagunya kayak apa. Enak juga di album yang keras ternyata terselip lagu ballad yang adem.

Album 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia sangat menarik dan bagus, nilainya 4,5 dari skala 5. Menurut gue, sayang kalau kita nggak punya. Plus kalau beli album ini maka akan dapat pahala karena kita udah ikut nyumbang. Sebaliknya yang bajak album ini bakal kualat karena udah merampas hak anak-anak nggak mampu. Saran gue BELI!

SALUT BUAT PONGKY BARATA DAN TEMAN-TEMAN GITARIS YANG TERLIBAT DI ALBUM INI!!!

Penulis: Vidi Rosen (gitaris dan aktif sebagai moderator di www.bengkelmusik.com)

Editor: Doddy Irawan