Arsip Kategori: Topik Musik

Tips Memilih Pedal Distorsi yang Bagus oleh @LittleWolvie

Kamarmusik.net, JAKARTA – Kali ini Kamar Musik akan bicara tentang distorsi. Lebih spesifiknya adalah seputar bagaimana sih cara dalam memilih pedal distorsi yang bagus. Beberapa pertanyaan yang suka saya dengar saat saya sedang bekerja sebagai sales di toko musik.

“Bro, gue mau nyari efek distorsi kayak gitaris A dong.”

Satu hal yang perlu kalian ingat, rata-rata gitaris pro kelas dunia mengambil drive/distorsi tone mereka dari AMPLIFIER. Jika kalian perhatikan, seperti banyak gitaris metal yang memakai amplifier gitar Mesa Boogie, Marshall banyak dipakai oleh para gitaris musik rock.

Jika emang tone dari gitaris-gitaris tertentu ingin kalian kejar dengan sebuah pedal stompbox, bukan nggak mungkin, tapi akan agak sulit untuk menyerupai persis 100% tone dari gitaris yang kalian kejar.

Kata yang Sering ditemukan Dalam Memilih Pedal Distorsi yang Bagus

Untuk di awal, mari kita bahas tentang tipe tipe distorsi, seperti Overdrive, Distortion, Fuzz, Preamp, Amp Sim (Amplifier Simulator). Kita bahas satu per satu yuksss.

Overdrive

Overdrive adalah tone dan gain yang ditemukan kalau sinyal clean dari gitar kalian diboost sampai titik peaking sinyal tersebut dan membuat tone lebih punchy. Tipe pedal ini banyak digunakan gitaris untuk memboost channel clean dari amplifier untuk mendapat tone yang umumnya disebut “bluesy”. Salah satu contoh yang menggunakan sistem drive ini adalah Stevie Ray Vaughan.

Namun banyak juga gitaris menggunakan pedal jenis ini untuk memboost amplifier yang udah terdistorsi untuk menguatkan sinyal dikala sedang lead/solo agar volume dan gain dapat sedikit bertambah dan lebih maju di dalam mixing band yang tercampur dengan bass, drum, dan lainnya.

Beberapa contoh yang populer untuk pedal drive seperti ini adalah Ibanez Tubescreamer, BOSS SD-1, Digitech Bad Monkey Tube Overdrive, dan sebagainya.

Distorsi

Distorsi adalah apa yang terjadi bila gain beneran ditembak sampai “menutupi” sinyal gitar dengan kadar yang jauh melebihi overdrive. Banyak gitaris menggunakan pedal ini untuk membuat channel clean amplifier seperti tone amplifier full-stack, atau memboost karakter distorsi ampli, seperti Steve Vai dengan BOSS DS-1 yang dimodif untuk memboost sinyal dari amplifier Carvin Vai Legacy nya.

Beberapa contoh dalam memilih pedal distorsi yang bagus seperti, BOSS DS-1, Proco RAT, Digitech Hot Head, dll.

Fuzz

Fuzz ialah tone yang distorsinya membuat sinyal seolah keluar dari speaker yang sudah aus dan sobek. Tone yang dihasilkan punya ciri khas tajam dan trebly. Beberapa musisi era 60s dan 70s, banyak yang merobek cone speaker mereka dengan menusukkan obeng, pensil, dan benda tajam lainnya.

Tujuannya untuk mendapatkan ciri khas tone fuzzy seperti Link Wray dan banyak gitaris yang terkenal dengan tone fuzzy nya yang khas, macam Jimi Hendrix, Pete Townshend dari The Who, Eric Clapton dari Cream dalam beberapa albumnya.

Beberapa pedal dari Fuzz ini memiliki reputasi yang sangat terkenal karena karakter tone suaranya yang khas, seperi Arbiter Fuzz Face, Electro-Harmonix Big Muff yang dipopulerkan oleh Hendrix, Santana, dan banyak gitaris lainnya, serta Proco RAT dengan beberapa setting-an tertentu.

Preamp

Isi amplifier ada Pre-Amp dan Power-Amp. Pre-Amp memberi coloring pada tone sinyal, power-amp memberi energi untuk membunyikan speaker yang tersambung dengan amplifier. Ada beberapa pedal yang fungsinya menggantikan preamp dari amplifier sehingga tone yang dihasilkan udah jadi. Kalau masuk ke amplifier, channel yang digunakan bukan input, tetapi fx loop return.

Fungsi fx loop adalah channel yang mem by pass bagian preamp dari amplifier sehingga chain yang terjadi adalah gitar -> pedal preamp -> power amp amplifier gitar. Beberapa pedal preamp gitar yang terkenal seperti Hughes & Kettner Tubeman, Damage Control Demonizer, dan preamp berbentuk rack module seperti TECH21 PSA-1, ENGL E530.

Amplifier Simulator

Yang terakhir adalah pedal yang mensimulasikan tone keseluruhan sebuah ampli, baik channel clean atau drivenya, sehingga output yang dihasilkan menyerupai ampli lengkap dan memiliki opsi untuk output yang ditembus langsung ke mixer.

Beberapa contohnya adalah, TECH21 SansAmp GT2, TriAC, TECH21 Character Series (Blonde untuk simulasi ampli fender, Liverpool untuk VOX, Leeds untuk HI-WATT, British untuk Marshall, dst), AMT F1, P1, S1, R1, M1, dan sebagainya.

Demikian artikel singkat yang saya tulis untuk memudahkan pemahaman para gitaris dalam pencarian kalian untuk memilih pedal distorsi yang bagus.

Author: @LittleWolvie

Editor: edofumikooo

Belajar Yuk Mengenal DI BOX oleh Ronny Gearhunter

Kamarmusik.net, JAKARTA –  Hi guys… gua di sini coba membahas seputar penggunaan DI BOX di gitar yang dijawab oleh Albert Prio. Percakapan yang terjadi di sela-sela persiapan live sebuah band di Surabaya. Semoga artikel ini bisa membantu teman-teman tentang fungsi DI Box dan penggunaannya di saat kita lagi live.

Q = Apa sih fungsi DI Box terutama untuk di gitar?

A = DI Box artinya Direct Injection Box. Fungsinya buat merubah koneksi unbalanced -10dB menjadi +4dB. Nah apaaan tuh? Gini gua jelasin.. Signal unbalanced itu signal yg berasal dari sumber / instrument ber-impedance tinggi (1megaohms) seperti: electric bass / electric gitar dengan pickup passive. Jika melewati kabel yg sangat panjang dari gitar langsung ke mixer FOH (mis: >7meter kabel) maka signal akan mengalami cacat dan di FOH akan terdengar distort dan peak. Dalam perkembangan selanjutnya maka DI Box itu dipakai dalam live performance ataupun recording dengan tujuan membuat signal balanced +4dB dengan impedance 600ohms yang menghasilkan signal audio yang terbagi menjadi signal phase +, signal phase – & ground. Connector yg digunakan adalah XLR or Cannon type or jack mic

Q = Lah terus gimana tuh ceritanya DI box dengan speaker simulator??

A = Begini loh, gua ini termasuk penggila DI box terutama yang ada Cabinet Simulatornya. Sebagai engineer live gua mau cerita2 sedikit dulu nih untuk mempermudah pengertian Cabinet Simulator. Menurut gua ada 2 cara gimana suara ampli dan gitar bisa sampe ke mixing console (mixer) dan akhirnya ke FOH speakers:

  1. Speaker gitar diberi mic atau kita kenal dengan istilah ditodong. Aplikasi selama ini menurut pengalaman the best adalah todong mic di center cone dari speaker. Beberapa mic fave gua yaitu: Shure KSM32, Sennheisser MD421, Audix i5, ADK A51
  2. Direct Injection Box, pemakaiannya ada 4 cara:
    1. Pertama dengan cara guitar –> multifx atau stomboxes —> masuk ke input DI box –> lalu jack XLR masuk ke FOH sementara direct output dari DI Box masuk input ampli. Kalo cara yg pertama ini elo pasti ga dapet tone/karakter dari ampli elo tentunya karena yang di proses ke FOH cuma bersumber dari Gitar dan efek elo doang, tapi kadang2 helpful untuk manipulasi tone guitar yg drastis di FOH.
    2. Kedua bisa juga guitar –> multifx/stomboxes –> amp input. Lalu DI boxnya diambil dari fx send amp / line recording out. Ini membantu terutama untuk aplikasi di ampli2 combo. Cuma untuk cara kedua ini kita ndak akan bisa dapet suara cabinet dari ampli nya. Yang kita dapet cuma suara preamp dari ampli nya
    3. Ketiga bisa dari speaker out ampli elo. Jadi pemasangan DI Box dari head/combo speaker out –> DI box input –> DI box XLR jack nya masuk ke FOH, lalu untuk direct outnya dari DI Box ke speaker/cabinet (untuk ampli tube jangan lupa pastikan line direct out dari DI Box betul2 connect ke speaker ya kalo ndak bisa amplinya jebol..). Cara kedua ini elo pasti dapet tone dari preamp ampli + reactance cabinet elo.
    4. Keempat dengan pake 2 channel yaitu penggabungan dari DI box + Mic dengan cara miking. Ini cara yg paling ndak gua suka sebenernya. Ada kendala out of phase antar 2 signal dari DI Box dan mic todong-nya. Sometimes elo pasti denger suara gitar elo penyek ndak ada bottom atau suara low-nya (kalo 2 channel td dicombine 50%-50%) itu OUT OF PHASE…. welcome!!

Q = Terus gimana aplikasi kalau digabung dengan pemakaian efek atau stompbox? Bisa ndak direct dari efek dll?

A = Bisa aja, itu yang gua maksud cara nomer 1 yang tadi di atas gua terangin. Cara gitu gua pernah pake buat vocal mic-nya Bams, dia pake DD-3 buat vocalnya (waktu jaman masih awal karir dia). Sebenernya DI box yg bagus itu respon freq-nya dari 20Hz-20.000Hz sama kyk peralatan audio professional lainnya (mixer, headphones, speakers,dll). Kalo elo colok stompboxes yg tanpa simulator/emulator/amp modelling ke mixer or DI box tanpa simulator dijamin suara gitar elo pasti DANGDUTZZZ….

 

Q = Loh kenapa???

A = Karena freq suara gitar elektrik yg kita denger di amplifier berkisar antara 80Hz-8000Hz. Dan memang speaker gitar di design kayak gitu. Coba aja kalo gitar kita masukin ke speaker hi-fi pasti kelebaran suaranya alias DANGDUTZZZ, kayak fuzz. Low-nya terlalu rendah, high-nya terlalu sharp. Coba aja paling gampang sekali-kali colok gtr elo ke amp keyboard. Nah, stompbox or multifx yg non-simulator dibuat dengan frekuensi yg kelebaran (20Hz-20KHz), jadi kalo elo colok langsung ke mixer or DI box yg polos tanpa Speaker / Cabinet Simulator pasti dijamin DANGDUTZZ yoooo…pasti audience bilang “man, suara gitarnya kok aneh siiihhh???”

Q = Yang bener gimana??

A = Sekarang udah ada teknologi Cabinet Simulator or DI box with Cabinet Simulator. DI box tersebut memiliki kemampuan untuk frekwensi input-nya dipersempit untuk range suara gitar / ampli gitar (80Hz-8KHz). Beberapa contoh DI Box yang ada Cabinet Simulator nya antara lain: HK Redbox (MKlll, Pro, Classic), Voodoolab Cabtone, Palmer, Behringer Ultra-G, dll. Plus sekarang jg udah ada amp modelling fx kayak: Line6 POD, Digitech GNX, ZOOM dll juga…. nah yg kayak begini kalo langsung pake DI box yg polos masih tergolong aman suaranya, karena emang udah disesuaikan frekuensinya biar ndak kelebaran. MIC100 itu juga termasuk Preamp/DI box, asik juga tuh. Gua dulu pake buat bandnya Marcell tapi yang versi benerannya yaitu ART Studio V3 kalo ga salah.

Trus ada trik lagi nih.. Kalo ada FX non simulator masuk ke DI box polos trus dari DI-nya gua lempar ke Graphic EQ 31-band trus dishape biar freq-nya ga kelebaran alias dipotong2-in aja freq yg anehnya bisa ndak??? Bisa aja kok dan prinsipnya emang begitu..

Q = Oh ya melenceng dikit nih… kadang gitaris pake 2 channel ngapain ya? Terus kadang pake 2 Mic atau 2 DI Box.. Ngapain ya ribet amet deh??

A = Gini… gua seneng ama suara gitar yang stereo waktu live mixing. Stereo beda denga Split. Kalo cuma OD/distortion polos dari 1 buah ampli masuk ke channel FOH lalu di panning Left-Right dengan 2 channel di Mixer itu namanya splitter. Beda dengan stereo ya hehe… Kenapa beda karena tetep aja karakter suaranya 1 bukan 2. Kalau yang namanya stereo itu karakter 2 suara yang secara bersamaan dibunyikan. Itu baru stereo guys…

Kenapa pake 2 mic??? Awalnya gw suka ngeliat setup live band2 metal bule, bagian simplenya mereka pake 2 channel di Mixer yang pake sistem todong 1 mic condenser dan 1 mic dynamic. So…gua ikut2-an haha… Begitu ada uang gua coba beli beberapa condenser.. ternyata enak, freq responnya lbh lebar dari SM57. Dengan berbagai pengalaman gua di live mixing akhirnya gua bisa menjawab mengenai mitos ‘condenser itu kan sensitf, ga bocor mas? Ternyata itu mitos salah besar, justru condenser covered areanya lebih bagus dari dynamic, no coil compression!! Gua waktu nanganin Gudang Garam Rock Festival di beberapa kota, sama Tony Subarkah gw dikasi tau kalo SHURE KSM32 one of the best guitar cabinet mic. Beli lagi deh heehe.. memang ternyata yg ini paling ok, ga rewel ama kabinet guitar. Terakhir gua beli Audix i5 dari temen gw. Mic dynamic yang responnya fat dan mid focused ke high nyam..nyam… hehehe….

Nah kembali ke pertanyaan awal, kena 2 channel ya untuk gitar? Kok ribet ya? Nah gini bro…  Kalo menurut gw suara gitar di FOH (untuk band rock/metal) ndak cukup 1 channel. Suara gitar elo dijamin kalah ama snare drums. Buat format band gua pasti minta 2-channel buat gitar. Gua mau ambil stereo wide-nya di FOH, variasi freq-nya jg. Trus masing2 peletakan mic-nya tetap pake cara favorit gua, selalu todong di tengah cone axis(90 derajat). Pengalaman gua nih untuk band rock kayak St.Loco, gua pake miking 2-channel yaitu 1 mic condenser Shure KSM32 + 1 mic dynamic Audix i5 or Shure SM57. Untuk Seringai treatment gw pake 2-channel DI box, Palmer PDI-03 & HughesKettner RedBox MKIII. Untuk band semi alnternative rock biasanya cukup satu channel saja hehe pake Behringer Ultra-G murah meriah bagus… Benaran loh Behringer bener2 bagus dan solusi murah untuk pemakaian DI Box terutama di gitar. Ini DI Box yang paling ndak rewel untuk dipakai dengan sistem apa pun juga hehe…..

Jadi bro saran gua adalah kalau mau main live, banyak hal  yang mesti dipikirin dan dipersiapkan dengan baik. Kalo cuma plug n play, I wish you luck ^^

(@edofumikooo)

 

Mau Tahu Seperti Apa Rahasia Sound Gitar Eross Candra?

Kamarmusik.net, JAKARTA – Siapa tak kenal Eross Candra, gitaris asal Yogyakarta yang tergabung dalam grup band Sheila on 7 ini telah memiliki banyak lagu hits. Pencipta lagu yang lahir pada 3 Juli 1979 ini salah satu gitaris yang concern dan konsisten terhadap gitar dan sound yang dihasilkan. Sejak album pertama Sheila on 7 rilis, suara gitar Eross yang cenderung bright dan overdrive mewarnai musik Indonesia.

Dalam setiap aksinya, overdrive sound selalu menjadi pilihan utama Eross Candra

Ampli gitar pun selalu dalam posisi drive. Tak ketinggalan tubescreamer pedal favorit Eross yang di gunakan untuk memboost agar mendapatkan sustain yang lebih panjang saat lead gitar.

“Posisi kob drive arah jam 10, tone jam 1 dan level jam 3 !”, tegas nya saat ditanya mengenai setting pada tubescreamernya. Sedangkan untuk mendapatkan sound clean ia mematikan tubescreamer dan menutup separuh volume di gitarnya.

Dalam pemilihan gitar untuk rekaman, Eross sangat selektif memilih gitar apa yang cocok untuk irama dan lagu yang direkamnya. Untuk isian rhytm, Eross banyak menggunakan gitar akustik. Gitar akustik andalannya saat ini ialah Gibson Western Country yang merupakan Sheryl Crow signature series.

Pada sesi gitar elektrik untuk lagu-lagu upbeat Eross lebih memilih memakai Les Paul Custom 1972 miliknya untuk menghasilkan suara gitar yang responsif. Seperti yang terdengar pada lagu “Sahabat Sejati” (album Kisah Klasik Untuk Masa Depan), “Seberapa Pantas” (07 Des), dan “Radio” (507).

Untuk lagu yang medium beat, Eross memilih gitar Fender untuk mendapat karakter bright dan crunch. Dengan gitar vintage, ia menggunakan Fender Telecaster 1967 dan Stratocaster 1971 seperti yang ada di lagu “Kita” (album Sheila on 7), “Dan” (Sheila on 7), “Bertahan di Sana” (Jalan Terus-The Best of), dan “Betapa” (Menentukan Arah).

Di “Hari Bersamanya” (Berlayar), Eross juga menggunakan gitar bariton Fender Bajo Sexto pada lead gitar lagu “Pasti Ku Bisa” (Berlayar).

Dalam setiap panggung, Eross sering menggunakan Fender Telecaster reissue 52 “Sephia” dengan pertimbangan keringanan dan body balance. Bagi fans Eross Candra yang ingin memiliki sound khas nya, bulan November 2012, Artist Endorser gitar merk Squire akan melaunching produk terbaru, “Squire Telecaster Eross Candra Series”.

Penulis : Aldy Kanda

Editor : Doddy Irawan

Menyingkap Gagasan Sampul Album Frau Oleh Denny Sakrie

Kamarmusik.net, JAKARTA – Dua tahun silam (tahun 2010, red), saya terpukau dengan penampilan musik dari gadis bernama Frau, bernyanyi sembari memainkan pianonya yang diberi nama Oskar. Gadis berpenampilan polos dan sederhana  ini memiliki kedalaman dalam berkesenian. Musik yang dimainkannya, menurut saya tak sebersahaja penampilan yang nyaris tak berpupur itu. Akhirnya saya mengetahui nama pengguna nickname itu adalah Lani.

Saat itu saya menyimak karya-karya Frau melalui netlabel Yes No Wave. Hmm…kerinduan saya kian memuncak ketika menyimak lagu-lagu yang teduh tapi terkadang memiliki sebuah daya tiada terduga seperti galibnya folk era 70-an. Sebut saja seperti karya Joni Mitchel, Nina Simone atau pun Laura Nyro. Akhirnya album Frau itu dirilis juga secara fisik dalam bentuk CD yang didistribusikan oleh Demajors Jakarta

Sampul album Frau berjudul Starlit Carousel, seorang singer/songwriter dari Yogyakarta mengusik perhatian saya sejak album ini dirilis dua tahun lalu. Saat majalah Rolling Stone meminta kesediaan saya sebagai tim pemilih sampul album musik Indonesia terbaik, saya memang telah memberikan stabillo boss untuk sampul album Frau ini. Bersama dengan pemilih lainnya yaitu David Tarigan dan Arian Arifin, kami sepakat memilih sampul album Frau ini sebagai bagian dari 99 Sampul Album Musik Indonesia Terbaik.

Setelah proses pemilihan itu, saya menghubungi Gufi, manajer Frau, meminta informasi siapa sosok dibalik gagasan sampul album ini. Gufi menginformasikan bahwa Wowok alias Wok The Rock, salah satu penggagas Yes No Wave sebuah net label, adalah sosok dibalik penggarapan sampul album Frau. Ketika menghubungi Wok The Rock via Twitter, Wowok sedang berada di Australia. Akhirnya saya berdialog dengan Wowok melalui surat elektronik.

Dan inilah kutipannya. Yuk kita baca bersama :
Aku coba merangkai cerita tentang cover album nya Frau “Starlit Carousel” ya. Antara konsep visual dan musik Frau sebenarnya tidak terkait langsung. Saya mencoba mencapai nuansa yang sama dengan konsep musik Frau, bukan menterjemahkan atau menggambarkan konsep musik dan pesan yang terkandung dalam lagu-lagunya.

Pertamakali mendengar lagu-lagu Frau, saya teringat semangat anti-folk nya Regina Spektor-yang kemudian saya ketahui dari Lani kalo dia memang terinspirasi oleh Regina. Namun, Lani tidak berhaluan “anti-folk” sebagai sebuah genre atau movement. Lani suka apa adanya meski tak bisa dielakan dia sungguh membawakan musiknya dalam suasana yang sakral dan elegan. Kombinasi yang sangat saya sukai dalam berkarya visual juga.

Saya seniman yang tertarik dengan konsep apropriasi. Sebuah semangat berkesenian yang dipelopori oleh seniman-seniman dadaisme dan fluxus. Mencerap suatu imaji yang populer untuk kemudian “dikerjain” dengan tujuan memicu sebuah anti-tesis.

Artwork album Starlit Carousel ini awalnya dibuat untuk format MP3 yang dirilis digital di Yes No Wave Music. Artwork menampilkan sebuah foto yang merupakan apropriasi dari karya fotografer fashion papan atas dari Prancis, Guy Bourdin. Beliau fotografer fashion favorit saya setelah Helmut Newton. Karya Guy Bourdin ini menampilkan seorang perempuan dengan gaun pesta sedang terkapar kejatuhan lukisan.

Bagi saya, foto ini mengemukakan bahwa seni murni yang didominasi oleh lukisan sudah sangat angkuh dan sakral ini bisa jatuh menimpa sosok sosialita yang memujanya. Meski berniat anti-tesis atas dunia seni rupa murni (lukisan) yang kokoh, karya foto mas Guy Bourdin ini akhirnya menempati posisi yang sama. (dalam lingkup seni visual, fotografi dan seni media lainnya memang termarjinalkan). Untuk itu saya kemudian “ngerjain” karya ini.

Modelnya bukan sosialita dengan gaun pesta. Tapi seorang gadis lugu dengan dandanan yg mencoba elegan tapi pas-pas-an (gaya dandanan “cantik” yang umum ditemui di fakultas seni, filsafat dan sastra di Yogya). Gambar dari lukisan yang jatuh saya ganti dengan karya foto Guy Bourdin tersebut. Saya tambahkan handphone dalam foto tersebut untuk mengidentifikasi sebuah era, era dimana orang lebih suka menatap layar kecil dibanding tatap muka dalam berkomunikasi. Sebuah anti-tesis tentang dunia seni rupa kontemporer dan keangkuhan high culture.

Saya dan lani kemudian bereksperimen dengan industri musik. Album udah disebarkan gratis dalam format digital. Apakah akan ada yang beli jika dibikin versi fisiknya? Saya meyakinkan lani, bahwa orang Indonesia adalah pemuja benda, masyarakat yang fetish. Jika CD ini memiliki baju yang unik, saya yakin orang pasti ingin memilikinya. Bukan lagi membeli musik, tapi membeli bajunya (kemasannya).

Dari situ saya merancang kemasan unik, namun tetap pas jika ditaruh di rak CD. Hal ini memudahkan orang dalam meletakkan barang dengan ringkas. Format kemasan meniru buku lagu agama kristen seperti Puji Syukur, Madah Bakti, dll. Hal ini untuk memberi nuansa suara musik Frau yang agung. Saya juga ingin menampilkan foto yang ada di cover versi digital, kemudian saya tampilkan dalam bentuk pop-up sepeti kartu ucapan. Desain lirik lagu dalam lingkaran yang berputar adalah usulan dari Lani yang bertujuan menampilkan konsep carousel.

Begitu ceritanya. Maaf jadi nulisnya ngalor-ngidul nih, tapi emang harus diceritain panjang lebar begini. Ohya, catatan: Foto Guy Bourdin yang saya pakai tidak memiliki ijin dari beliau. Jika CD ini diedarkan di Eropa atau US, aku pikir akan bermasalah… Artinya saya harus bayar royalti atau meminta ijin dari pemegang hak cipta karyanya. Nah kita telah menguak gagasan yang dilontarkan Wowok yang menggarap konsep sampul albumnya.

Lika liku proses sebuah karya memang menarik untuk kita simak. Bahwa yang namanya gagasan tetap merupakan lokomotif yang menghela sebuah proses kreativitas. Semoga kita akan lebih hirau dan peduli terhadap sebuah karya, apa saja, terutama musik tentunya.

Teks : Denny Sakrie

Editor : Doddy Irawan