Kamarmusik.net, JAKARTA – Cihuy, album studio Jabat Erat The Rain resmi diluncurkan hari Rabu (14/9) lalu. Ratusan tamu undangan dari media, musisi, dan fans menyemut di Loops Station Blok M, Jakarta Selatan.
Hal ini nggak lepas dari wujud apresiasi dan rasa penasaran mereka pada album keenam milik Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar), Ipul Bahri (bass), dan Aang Anggoro (drum).
Jalur Indie
Ini buah karya pertama The Rain yang dirilis secara mandiri di bawah Heavy Rain Records. The Rain mulai gerilya sendiri sejak tahun 2013, saat meluncurkan trilogi 18 November Terlatih Patah Hati”. Jalur indie terus mereka lanjutkan saat menggenapi trilogi dengan “Gagal Bersembunyi” (2014), dan “Penawar Letih” (2015).
“Kami pikir setelah trilogi 18 November berjalan lancar dengan label rekaman sendiri, sudah saatnya lagu-lagu The Rain punya rumahnya sendiri,” papar Indra Prasta, frontman band The Rain.
Mereka sebenarnya nggak anti dengan label rekaman besar. Berkaca dari pengalaman ditolaknya lagu-lagu mereka oleh beberapa label, menjadi pemicu untuk merilis karya-karya secara independen. Untuk mendistribusikan rilisan fisik dan digital, The Rain menggandeng GP Records. Hasilnya, lebih dari 1.000 album pada sesi pre order, ludes.
“Semua kami cicil secara mandiri, mulai dari materi lagu sampai biaya produksi,” sambung vokalis humble ini.
Ogah Latah
Kuartet asal Yogyakarta ini nggak mau hanyut dalam kendali pasar, meski Electro Dance Music tengah merajalela. Mereka pun memilih single jago yang beda. Lagu “Berkunjung Ke Kotamu” memadukan nuansa 60 dan dan 90-an.
“Meski sekarang banyak yang beralih ke EDM, tapi kami nggak mau sama. Makanya kami suguhkan nuansa berbeda lewat single Berkunjung ke Kotamu,” tegas cowok yang terbiasa tampil plontos ini.
Lagu “Berkunjung ke Kotamu” terdengar seperti Koes Bersaudara yang tanpa sengaja menemukan mesin waktu di belakang studio mereka pada tahun 1964, lalu meluncur menuju tahun 1995 dan jatuh cinta di sana.
Jejak Perjalanan The Rain Selama 15 Tahun
Banyak cara merayakan perjalanan 15 tahun dari sebuah band. Pertama, membubarkan diri secara tiba-tiba dan menjadi legenda. Kedua, merilis karya baru. Ketiga, kombinasi keduanya. The Rain memilih merilis karya baru
Album ini melengkapi katalog album mereka dari masa ke masa: Hujan Kali Ini (2003), Senandung Kala Hujan (2005), Serenade (2007), Perjalanan Tak Tergantikan (2009), sampai ke Jingga Senja dan Deru Hujan (2012).
Nggak Pernah Bongkar Pasang Personel
Harmonisasi sebuah band terlihat dari cara mereka menyelesaikan masalah demi masalah yang melanda di tubuh band itu. Indra, Iwan, Ipul, dan Aang sangat mengerti bagaimana mereka menjaga kekompakan satu sama lain.
Ketika dapur mulai nggak ngebul, personel The Rain saling memberi ruang untuk setiap personel mengerjakan aktifitas di luar band. Patut dicontoh nih buat kamu yang lagi berjuang membentuk sebuah band.
Ada Apa di Album Ini?
Mendengarkan album ini sama serunya dengan membaca novel. Barisan kata lugas dan puitis saling bertubrukan.
“Untuknya aku rela menulis ulang mimpi-mimpiku,” senandung Indra Prasta di salah satu lagu. Meskipun terdengar matang, namun tidak menghilangkan unsur spontan dan “mentah” yang juga menjadi sumber energi band ini.
Daftar Lagunya: Ode Penyembuh Luka, Gagal Bersembunyi, 1995, Berkunjung ke Kotamu, Hingga Detik Ini, Penawar Letih, Getir Menjadi Tawa Bila Ku Bersamanya, Jawaban Paling Indah, Terlatih Patah Hati, Untuk Ayah Ibuku, dan Jabat Erat. Selamat menikmati album yang sangat luar biasa ini yaaa…