Semua tulisan dari Doddy Irawan

Marya Genova, Pesinden Muda Ini Sulap Lagu ADA Band Jadi Lebih Keren

Kamarmusik.net, JAKARTA- Ini dia solois imut yang lagi ramai diberitakan oleh media. Marya Genova namanya. Dara berusia 16 tahun ini menjadi penyanyi pertama yang diberi kepercayaan oleh Krishna Balagita untuk merecycle sebuah hit milik ADA Band yang berjudul “Haruskah Ku Mati”.

Nggak gampang memang menyanyikan kembali lagu yang pernah jadi hits. Pilihannya: lebih sukses atau terkesan maksa. Namun dengan warna vokal altonya yang khas, cewek yang piawai bermain piano klasik ini sukses membius pasar musik Indonesia. “Haruskah Ku Mati” versi Marya Genova lagi kenceng-kencengnya diputar di seluruh radio.

Siswi kelas 2 SMA Budi Mulia Bogor ini curhat soal pengalamannya saat take vokal di studio rekaman.

“Suerrr, aku spontan menangis ketika membawakan lagu ini. Mungkin karena aku terlalu menjiwai lirik lagunya kali ya,” ulas pengagum style fashion Ariana Grande ini.

Sang Executive Producer – Christopher Eddy Khusen – gak menyangka kalau seorang Krishna Balagita tertarik dan menyodorkan karya hitnya untuk dinyanyikan kembali seorang penyanyi baru.

“Mas Krishna kan mendampingi langsung Marya Genova saat rekaman. Beliau bilang Marya punya suara yang gak spesifik. Beliau pun memuji penguasaan teknik vokal Marya di lagu ini sangat baik. Mas Krishna pun berujar kalo Marya bisa menyanyikan semua genre lagu dengan baik,” papar ayah kandung Marya Genova ini yang menirukan quote dari Krishna Balagita.

Bakat seni Marya Genova di dunia tarik suara Mengalir Dari Kedua Ortunya

Marya Genova, Pesinden Muda Ini Sulap Lagu ADA Band Jadi Lebih Keren

“Waktu umur 4 tahun, aku diajari bunda bermain piano. Sejak itu, aku makin suka dan tertarik mendalami piano klasik sampai sekarang. Ibaratnya kalo sehari gak main piano, kepalaku bisa pusing. Nah untuk bernyanyi, aku banyak digembleng oleh ayah. Kalo ada acara keluarga, aku yang selalu ditunjuk menjadi penyanyinya,” canda adik kandung dari bassist grup band Tokyolite itu.

Cewek yang bercita-cita menjadi dokter ini gak cuma menonjol dari segi kualitas vokal. Ia memiliki sederet prestasi sekolah yang lumayan bikin geleng-geleng kepala. Sejak SD, Marya langganan menyabet medali emas di bidang renang. Ia juga aktif mengikuti latihan balet sampai akhirnya dipercaya menjadi instruktur balet. Gokilnya lagi, ia berkali-kali menggondol juara nasional nyinden dan seni karawitan Sunda.

“Di saat banyak remaja sekarang melulu berkiblat ke luar negeri, aku berpikir kenapa gak mencoba mencintai budaya nasional. Budaya Indonesia itu keren-keren loh. Aku sebagai remaja terpanggil untuk turut melestarikan kebudayaan Indonesia melalui kesenian daerah. Tahun 2011 lalu, aku pernah jadi juara 1 nasional karawitan Sunda mulai tingkat kota, provinsi, sampai nasional,” ceplos si cantik kelahiran 23 April 1998 ini

“Aku pernah juga jadi juara 1 Degung se Jawa Barat. Belum lama ini aku meraih juara 3 Sinden se kota Bogor. Aku juga bisa menari Jaipong. Sebagai penyanyi kan harus ada keunikan dan plus-plusnya. Nah ke depan, bukan gak mungkin aku bakal mengkolaborasikan unsur etnis dan modern dalam lagu-laguku berikutnya,” celetuk Marya.

(@edofumikooo)

Kolaborasi Seksi Baim dan Gugun Blues Shelter dalam Let There Be Light

Kamarmusik.net, JAKARTA – Album kolaborasi trio power blues Gugun Blues Shelter dan Baim ini terjadi dari beberapa kali obrolan santai mereka di atas panggung. Ketika ide kemudian diwujudkan, semua pihak menyambut hangat. Kita sebagai pendengar, bisa ikut merasakan vibe positif yang mereka bangun sampai album ini selesai.

Album Let There Be Light dibuka dengan lagu “Bank Robber’s Blues”. Irama riang blues yang memiliki riff catchy, cukup memberi gambaran pada apa yang akan anda temui dalam album ini. Ketika vokal Baim dan Gugun masuk menyanyikan bait demi bait, semakin terasa deh komposisi blues yang nakal dan menggugah.

Kolaborasi Menggetarkan Pop yang Seksi dan Blues yang Nakal

Nggak perlu menduga-duga lagi, album ini akan penuh dengan riff–riff gitar yang tajam dan menggetarkan. Pertukaran nada-nada solo dari Baim dan Gugun sangat menarik untuk disimak. Secara sound, terutama buat penggemar Gugun Blues Shelter atau Baim, pendengar bisa membedakan mana tarikan solo dari masing masing gitaris. Baim banyak menggunakan fuzz dan midsound, sementara Gugun konsisten dengan distorsi khasnya.

Jangan khawatir, segmen adu jago di album ini akan tetap terasa hahaha. Pendengar dijamin nggak bakal merasa bosan, tapi justru semakin tertarik untuk sama-sama berekplorasi dalam harmoni gitar masing-masing.

Kawalan seksi ritem yang ketat dan padat dari Jono (bass) dan Bowie (drum) membuat lagu-lagu di album Let There Be Light kian solid dan seksi. Nggak heran, menurut saya mereka memang duo ritem yang sangat andal di negeri ini.

Lagu “Don’t Say Goodbye” dan “It’s You” sangat berpotensi jadi hits dan mampu menjangkau segmen pendengar yang lebih luas lagi. Dua lagu ini, menurut saya, bisa sedikit banyak menggambarkan hasil kolaborasi seksi antara Baim dengan Gugun Blues Shelter. Sebuah titik tengah di mana Baim yang banyak bermain di wilayah pop bertemu dengan Gugun Blues Shelter yang sangat kental dengan nuansa blues.

Let There Be Light, sungguh sebuah album kolaborasi yang mencerahkan 🙂

(@edofumikooo)

Tarikan Modern Rock N Roll ala Free On Saturday di Album Gravity

Kamarmusik.net, JAKARTA – Berisi 10 lagu bernunsa rock n roll dengan seluruh lirik berbahasa Inggris, FOS yang merupakan kependekan dari Free on Saturday, kembali bikin gebrakan.

Band beranggotakan Ariyo Wahab (vocal), Coki Sitompul (gitar), Bey (kibor), Rival Himran (bass), Rama Moektio (drum), dan Liek (gitar) memberi judul Gravity di album keduanya ini.

Album dibuka dengan hentakan lagu “Gravity” yang berirama medium. Ariyo Wahab membawa mood yang misterius ke pendengar dengan bernyanyi setengah berbisik. Sebuah opening track yang tenang tapi membius.

Perhatikan potongan lirik yang menarik, but love is stronger than gravity…

Di lagu “Tomorrow”, “Who Wants to Know”, dan “Welcome to My World”, mengajak kuping kita terbuai dengan lantunan rock n roll bernuansa modern khas FOS. Banyak sound unik yang muncul di lagu-lagu ini.

Perpaduan gitar raw namun tertata dari Coki dan Liek, cukup gagah dan seksi. Bass dari Rival dan drum dari Rama, mampu mengajak kita bergoyang. Kibor seakan tau diri menempatkan sound di tengah gemuruh instrumen lain.

Modernisasi Rock n Roll

Apabila didengarkan detil, turut menyumbang modernisasi pada band rock n roll ini. Riff gitar yang mengingatkan kita pada The Rolling Stones, band junjungan FOS, terdengar manis dan akrab di lagu “So Easy”. Menyusul lagu yang nggak kalah menarik kemudian yaitu “Ball and Chain” dan “Gimme Some Good”.

Lagu terakhir memberikan kejutan buat pendengar karena bernuansa santai ala musik di pantai dan hangat oleh sound akustik, dipadukan dengan nyanyian Ariyo yang santai tanpa beban. Aktor film Biarkan Bintang Menari ini menghadirkan choir yang dinyanyikan ketiga putrinya: Kyra, Jaimie, dan Sabine di lagu “Follow The Rainbow”.

Album Gravity di mastering oleh engineer asal Amerika, Steve Corrao di Nashville, USA. Sedangkan artworknya dikerjakan oleh penyanyi Ipang Lazuardi. Tidak berhenti disitu, album ini juga didukung oleh Oleg Sanchabakhtiar, yang dengan Planet Design Indonesia-nya, membuat 10 video musik yang DVD juga disertakan dalam kemasan.

Saya yakin gravitasi album ini bisa menarik anda semua, khususnya yang menggemari music rock n roll berkelas.

(@edofumikooo)

Good Life, Album JabalRootz Ini Menampilkan Good Music yang Berkelas

Kamarmusik.net, JAKARTA – JabalRootz yang sebelumnya adalah kuartet, kini hadir kembali dalam format trio. Personel yang tersisa sekarang adalah Baim (gitar), Koko Soetadi (kibor), dan Maryo (vokal). Mereka kembali menggebrak dengan sebuah album baru yang diberi judul Good Life.

Sekadar menyegarkan ingatan, nama JabalRootz itu secara bahasa berasal dari dua bahasa asing, yaitu bahasa Arab dan Inggris. Jabal bermakna gunung, sementara Rootz yang berarti akar. Grup band yang merupakan hasil transformasi dari Wiwik and Friends ini pernah hadir dengan lagu catchy bertitel “Siapa Namamu” dalam album perdana mereka Hirup Hidup, beberapa tahun yang lalu.

Kali ini, JabalRootz hadir dengan single yang nggak kalah cihuy yaitu “Wanita Patah Hati”. Sebuah lagu dengan atmosfer riang sekaligus lirik begitu dalam yang dijamin bakal banyak diamini oleh sebagian besar wanita. Yess, lagu ini sangat potensial menjadi hits.

Kejutan muncul di lagu berjudul “Slow”. Kehadiran si cantik nan berbakat Lala Karmela, berhasil mengangkat mood album ini menjadi lebih segar dan menyenangkan. Di susul kemudian oleh lagu “Rindu” yang mendapat bantuan petikan harpa nan indah dari Mesty. Sebuah instrumen yang sudah jarang terdengar soundnya di band-band pop Indonesia.

Tema yang unik juga menjadi kekuatan album ini, seperti lagu “Tarijiyo dan Talitta” atau “Coba Dengarkanlah Argumentasi” . Kedua lagu itu mempunyai pendekatan penulisan lirik yang tidak biasa.

Sound Mewah di Album JabalRootz

Baim sebagai gitaris sedikit banyak berusaha keluar dari pola blues atau rock yang udah jadi ciri khasnya. Sebuah usaha yang berhasil dan terasa pas di album ini, karena emang itu yang dibutuhkan. Maryo sebagai vokalis juga mempunyai suara yang khas, empuk dan merdu. Sound-sound kibor Koko di lagu seperti “Good Life” dan “Malam Indah” juga terasa mahal dan berkelas.

Band JabalRootz ini sangat berpotensi mendapat tempat di pencinta musik Indonesia. Lagu lagu di album Good Life ini dikemas dengan segar dan menarik dari wilayah lirik. Must buy!

edofumikooo

Gembok: Mulai Bekerja dari Kru, Additional Player, Sampai Head Manager

Kamarmusik.net, JAKARTA – Panggil saja dia, Gembok. Cowok yang hobi gonta-ganti warna rambut ini adalah orang yang lumayan berpengaruh di belakang layar industri musik Indonesia. Gembok adalah orang yang berjasa dalam “menjual” grup band Drive dan solois Rinni Wulandari untuk kebutuhan panggung off air maupun on air.

Gak cuma musisi, ia membantu “menjual” seorang dokter muda dan cantik bernama Ratih Citra Sari untuk kebutuhan presenting di beberapa acara seminar, talk show, dan program acara di beberapa stasiun televisi swasta.

Muncul pertanyaan, kenapa Kamar Musik tertarik untuk mengulas profil cowok kelahiran 15 Mei 1979 ini? Pengalamannya selama 14 tahun di belakang layar mungkin bisa menularkan inspirasi buat kamu.

Ia merintis karier mulai jadi kru, additional gitar, pemain bass di sebuah band, road manager band, head manager di artist management, stage crew, stage manager, sampai LO artis. Simak Q & A dengan Gembok nyok.

Hai Gembok, cerita dong awal perjalananmu nimbrung di belakang layar musik? 

Seingat gue, tahun 2001 gue jadi kru nya Budi Rahardjo (Drive). Waktu itu Budi masih menjadi gitaris band Lakuna (Warner). Setahun kemudian, Lakuna berganti formasi. Gue melamar jadi additional gitar. Tapi Lakuna cuma kebagian manggung 1 kali di PRJ tahun 2002. Berhubung Lakuna gak ada perkembangan apa-apa, band ini bubar.

Beneran nih kamu pernah menjadi personel sebuah band? 

Iya. Jadi setelah Lakuna bubar, Budi (gitar) dan Eko (bass) membentuk band baru bernama Flow. Saat itu gue tetap jadi additional gitar. Vokalis waktu itu adalah Abun, eks dr. PM. Seiring waktu Eko sibuk, Flow kemudian mencari bassist. Karena yang dicari gak ketemu, eh gue yang dijadikan pemain bass haha. Senang aja, kali ini gue menjadi personel, bukan lagi additional player. Formasi Flow saat itu Abun (vokal), Budi (gitar), Adi (drum), dan Gembok (bass). Tapi karena Flow masih berjuang, sedangkan gue punya kebutuhan hidup, gue mengundurkan diri sebagai bassist Flow. Gak lama kemudian, anak-anak bertemu Dygo (Drive).

Kenapa kamu galau dan mengundurkan diri sih?

Berkaitan kebutuhan dapur sih. Gue resign tahun 2004 dan gue nyoba kerja kantoran di supplier POLRI. Tahun itu juga, gue mengenalkan Robert ke anak-anak untuk membantu cari job panggung. Robert adalah temen sahabat gue. Oiaaa.. sebelum gue cabut, Abun lebih dahulu resign dan diganti sama Avant. Vokalis baru ini seorang penyanyi kafe. Tahun 2005, dia dapat long trip di batam selama 3 bulan. Avant pun mengundurkan diri. Flow kembali nyari vokalis. Ketemu lah dengan Aji, sekarang populer disebut Anji.

Betah gitu jadi orang kantoran?

Haha, ternyata membosankan. Gue cuma 6 bulan tahan kerja kantoran. Tahun 2005, Flow mulai banyak dapat jobpanggung. Robert membujuk gue kembali gabung membantu Flow. Gue mengiyakan. Berhubung Flow banyak job panggungnya, cukuplah buat gue makan sehari-hari. Buat nambah-nambah supaya bisa makan daging dan ayam, gue melamar jadi instruktur outbound. Untungnya hari-hari kerja di outbound gak bentrok sama jadwal panggung Flow.

Come back nih yeee. Trus.. trus..?

Suatu hari ada ajang pencarian band berbakat merilis sebuah band dengan nama Flow. Terpaksa kami harus ganti nama menjadi Drive. Drive terbentuk tanggal 6 Desember 2006 dan kemudian deal sama label E-Motion. Awal tahun 2007 mulai proses rekaman dan Drive rilis bulan April 2007. Nah selama April 2007 sampai April 2011, gue dipercaya menjadi road manager Drive.

Empat tahun jadi road manager, lama juga ya?  

Pertengahan tahun 2011, gue resign dari Drive kemudian gue ikut Lyla dari bulan Oktober 2011 sampai Desember 2012. Event terakhir gue sama Lyla, event pergantian malam tahun baru 2012 ke 2013. Per tanggal 2 Januari 2013, gue kerja di management artist label 18 Musik. Di sana gue ditunjuk menjadi head manager Super Girlies, Aurelia Devi, Kunci, Primadonna, Gotrie, sampoai Vyna Lee.

Tungguuu… head manager kan lebih banyak anteng di dalam kantor, bukan?

Nah itu dia. Emang dasar passion gue di lapangan, per Juli 2013 gue berhenti dari 18 Musik dan kembali berjuang bersama Drive. Seiring waktu, bulan Mei 2014 gue gabung sama Rinni Management, sebagai road manager juga.

Dapur makin ngebul dong nih ceritanya?

Dapur gue ngebul ketika gue juga rajuin nyari sampingan. Gue pernah jadi road manager Saint Locco, G Pluck, dan Rockstar Conspiracy. Gue juga pernah diajak sama EO, menjadi stage crew acara Depdiknas. Gue pernah ditunjuk jadi LO GIGI di event Telkom. Waktu Telkom ultah, gue didaulat sebagai stage manager. Waktu itu artisnya J-Rocks. Gue juga menjadi manager seorang talent yang gak ada hubungannya dengan musik yaitu dr. Ratih Citra Sari. Saat ini dia menjadi host program Doctors Go Wild di Kompas TV.

Canggih juga loncatan profesimu ya. Ngemeng-ngemeng, nama asli kamu siapa sih?

Nah, ini yang belum banyak orang yang tau. Nama lahir gue, Muhammad Irwansyah. Sebelum menjadi Gembok, gue sering dipanggil Irwan Nazif. Nama Gembok itu kalo gak salah beredar sejak tahun 2008. Dulu gue selalu pakai kaos warna hitam, celana kargo sedengkul, dan sepatu keds. Anak-anak navigator (kru Drive) melihat bentuk gue dari jauh itu kayak gembok. Sejak itu deh, orang selalu manggil gue Gembok haha…

(@edofumikooo)

Memahami Konsep Berjualan CD di Restoran Cepat Saji

Kamarmusik.net, JAKARTA – Judul di atas menjadi pertanyaan yang setiap hari saya dengar dari berbagai orang. Baik itu dari kawan-kawan saya, ataupun kawan-kawan lain di social media. Saya merasa perlu memberikan penjelasan yang pas kepada mereka yang masih penasaran dengan konsep berjualan CD di restoran cepat saji

Penjelasan ini perlu diberikan bukan karena saya mau membela diri (karena konteksnya bukan salah atau benar). Tapi karena dari perihal ini, kita bisa belajar bersama dan ikut mengetahui apa yang ada di otak musisi (seperti saya) dan apa yang ada di otak perusahaan rekaman.

Industri musik tanah air sedang mengalami perubahan besar. Nah… perubahan perilaku konsumen musik dalam mengkonsumsi musik (baca: membeli) menunjukkan perubahan yang sangat berarti bisa berakibat buruk pada beberapa sektor di industri musik. Yang paling terkena dampaknya adalah perusahaan rekaman dan toko retail (di belakangnya termasuk para distributor dan agen).

Konsumen musik tidak lagi membeli CD (apalagi kaset) yang beberapa tahun lalu menjadi media yang paling pas untuk berjualan musik secara masal. Buktinya apa? Mudah saja. Terjadi di depan mata kita. Satu-persatu toko CD tutup. Bahkan yang sudah bertahun-tahun berjaya seperti Aquarius, Disc Tarra (kini tinggal beberapa gerai saja) menutup operasional tokonya.

Saat ini konsumen musik bisa mendapatkan “kebutuhan” musiknya dari internet. Gratis! Bahkan cepat dan tanpa perlu meninggalkan rumah. Mereka tidak perlu lagi memesan bahkan mengantre di toko CD seperti dulu. Sekali tekan tombol di gadget, langsung tersedia musik yang dicari.

Apakah pelaku industri musik lantas pasrah dan berdiam diri saja? Tentu tidak. Mereka telah menyiapkan media pengganti. Muncul Ring Back Tone dan kemudian layanan “full download digital” yang berbayar seperti i-Tunes, Melon, Langit Musik dan sejenisnya. Para konsumen musik diarahkan untuk “membeli” musik dari layanan-layanan ini. Berhasilkah? Yaaa, tapi baru di luar negeri. Di Indonesia? Belum. Apa penghalangnya? Sederhana saja. Tidak semua orang punya smartphone dan tidak semua orang punya kartu kredit. Walaupun hal ini tidak boleh menjadikan kita para pelaku industri musik di Indonesia menyerah, kegagalan format digital menjadi income ini yang kemudian menjadi masalah. Akhirnya perusahaan rekaman memberlakukan “360 Deal”.

Apa sih istilah 360 Deal? Ini merupakan perjanjian kerjasama antara artis dan perusahaan rekaman yang mengatur bahwa si perusahaan rekaman berhak juga akan sebagian (sesuai kesepakatan) pendapatan si artis yang dikontraknya. Simpelnya, si artis digiring masuk ke dalam “manajemen” yang dibuat oleh perusahaan rekaman itu. Contoh: Tadinya si artis dan perusahaan rekaman hanya terikat untuk masalah album rekaman saja. Sekarag  tidak lagi. Seluruh pendapatan artis harus mengalir lewat pintu perusahaan rekaman dulu. Termasuk di antaranya: iklan, pendapatan manggung, main film dan sebagainya.

Is it bad or good? Tergantung. Dalam hal perjanjian kerjasama, apapun yang disepakati semestinya sudah dipertimbangkan untung ruginya terlebih dahulu. Tujuan membuat kesepakatan kerjasama adalah menyatukan kekuatan untuk mencapai tujuan bersama. Apabila tujuan tercapai, saya rasa tidak ada yang dirugikan. Untuk terikat dalam 360 Deal ini, memang diperlukan pemahaman yang baik akan isi perjanjian sedetail mungkin. Saya tidak akan membahas detail megenai ini, mungkin lain waktu.

Intinya 360 Deal menjadi senjata perusahaan rekaman untuk bertahan dalam menurunnya pendapatan mereka karena konsumen musik tidak lagi membeli CD.

Nah, apakah CD masih bisa dijual? Saya yakin bisa, selama perusahaan rekaman menggunakan metode yang tepat dan bertemu konsumen yang tepat. Inilah yang menjadi PR kita semua.

Pertama. CD tidak lagi menjadi sumber utama pendapatan musisi. Sumber pendapatan musisi yang terbesar (di luar negeri pun saya rasa juga begitu) adalah dari pendapatan manggungnya. Bisa juga apabila dia cukup populer, maka nilai kontrak dari iklan juga bisa menjadi sumber pendapatan yang utama. Selebihnya, income musisi juga bisa didapat dari side project mereka (misal: menjadi juri, produser, konsultan musik, menulis buku, muncul sebagai aktor/aktris dan sebagainya yang berhubungan dengan dunia musik).

Kedua. Musik bisa didapat dengan gratis di Internet dari berbagai portal free download. Harus diakui free download yang menggunakan asas gratis dan cepat ini belum ada yang bisa mengalahkan. Bukankah ini yang kita semua inginkan? Gratis dan cepat, dalam segala hal.

Lalu munculah para “purist” dan fanatis. Di dalam industri musik, mereka adalah orang orang yang percaya bahwa CD dan Vinyl adalah format yang paling pas untuk mendengar musik. Kalaupun harus bersentuhan dengan digital, mereka pasti memilih yang berbayar, seperti i-Tunes.

Pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa mereka bisa? Kenapa yang lain tidak? Banyak yang bisa dibahas dan bisa diperdebatkan. Sedikit banyak saya bisa menyimpulkan secara sederhana. Mereka – para purist dan fanatis – mempunyai respect. Betul, mereka menghormati para seniman.

Apakah yang doyan mendownload (baca: secara gratisan) itu tidak punya respect? Jangan tanya saya. Juga jangan tanya pada rumput yang bergoyang. Tanya pada dirimu sendiri : ) None of us can be the judge of others. I must honestly say, our respect for music, can be done in many forms, beyond free downloading.

Saya sendiri termasuk purist dan fanatis. Apapun yang Sting atau Richard Marx rilis akan segera saya buru di manapun itu berada he he. Nah di sinilah letak pembasahan utamanya. Saya yakin, saya tidak sendirian.

Orang seperti saya membutuhkan produk musik yang bisa dipegang, dilihat, dan dibolak-balik sambil tiduran tanpa harus menyalakan komputer dahulu. Saya butuh bentuk fisik CD dan sampulnya. Membuka sampul CD itu adalah semacam ritual yang tidak tergantikan. Menikmati artwork yang ada disampul cover sebuah CD adalah kenikmatan tiada tara.

Artinya CD masih bisa dijual, masih dibutuhkan, untuk orang-orang seperti saya. Uhmmm… saya tidak tahu ada berapa banyak orang seperti saya? Tetapi apabila melihat dari penjualan album Tulus dan Endah n Rhesa yang bisa mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu keping dalam rilisannya, saya semakin yakin CD masih dibutuhkan. Atau tepatnya masih ada yang membutuhkan.

Lalu… di mana saya bisa mendapatkan CD apabila:

1.Toko toko CD sudah tutup.

2. Tidak semua manajemen artist melayani penjualan Cd secara online atau langsung.

Akhirnya saya memahami konsep berjualan CD di restoran cepat saji (saat ini saya bekerja sama dengan KFC). Saya memerlukan outlet untuk menjual CD saya. Outlet ini harus berjumlah banyak dan (kalau bisa) merata di seluruh Indoinesia. Dan satu lagi yang paling penting. Dalam “berjualan” CD, saya memerlukan sales yang handal untuk merayu pembeli agar CD saya bisa terjual. Di sinilah letak keunggulannya. Para Kasir di setiap outlet KFC sudah terbiasa “menjual”. Dan sekarang mereka menjadi ujung tombak penjualan CD saya.

Apakah itu artinya saya sekarang bisa santai-santai saja dan cukup mengandalkan mereka? Oh, tentu tidak! Buat saya ‘produk musik’ yang baik adalah produk yang kuat secara kualitas dan kuat secara marketing. Kuat secara kualitas artinya: tidak dibuat asal-asalan, tetap dibuat dengan kesungguhan, unik, menghibur dan mempunyai valuelebih dari produk lain. Kuat secara marketing artinya: mampu tersebar seluas mungkin dan menimbulkan awarenessseluas mungkin, sehingga nanti ujungnya mampu terjual sebanyak mungkin.

KFC outlets mempunyai 2 kekuatan itu. Setidaknya puluhan ribu keping CD saya bisa terjual tiap bulannya. Penggemar musik saya pun dengan mudah bisa mendapatkan CD saya di outlet KFC terdekat.

“Tapi, KFC tidak ada di kota kecil atau kecamatan, mas” keluh beberapa orang kepada saya. Betul! Begitupun halnya dengan toko CD 🙂

Untuk yang di luar kota, saya menyediakan jasa layanan pembelian online. Saya bundle CD dengan kaos limited edition bertuliskan lirik-lirik lagu saya. Formulanya membeli kaos kemudian mendapat gratis CD Pongki Barata Meets the Stars. Sengaja saya bundle dengan kaos, supaya membedakan dengan yang dijual di outlet KFC.

“Kok ujung-ujungnya harus terjual banyak mas? Mas pongki gak ikhlas dong bermusiknya?”

Saya konsisten menggunakan istilah Industri. Yang artinya ada profit and loss yang menjadi dasar bergeraknya sebuah Industri. Dalam konteks industri, semakin menguntungkan berarti akan semakin berkembang. Sederhana kok.

Musik saya dan industri musik adalah 2 hal yang berbeda tetapi berkaitan. Musik adalah jiwa dan kebutuhan buat saya. Industri musik adalah hanya salah satu aspek yang bersentuhan dengan musik saya. Dalam keadaaan apapun industrinya, saya tetap akan bermain musik dan menciptakan karya. Tetapi apabila dalam perkembangannya ada sekelompok orang dari industri musik ini menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan untuk 3 pihak (saya, mereka, dan kalian para pencinta music), why not?

Tanpa pelaku industri musik, mungkin musik saya tidak akan terdengar sampai ujung Papua. Mereka yang di kota Kediri misalnya, akan kesulitan mengakses dan memiliki musik saya. Tapi sebaliknya tanpa saya (penyedia konten musik), si perusahaan rekaman tidak punya ‘bahan’ untuk dijual.

Kesimpulan Dari Konsep Berjualan CD di Restoran Cepat Saji

Berjualan CD lewat outlet KFC (400-an outlet di seluruh Indonesia) bisa jadi kurang ideal untuk sebagian orang. Bagi saya (musisi) yang mebutuhkan media, outlet, dan sistem, saya merasa sangat terbantu.

Tidak ada kehormatan yang saya korbankan. Tidak ada idealisme yang saya turunkan dengan beredarnya CD saya di outlet restoran ayam. Semua proses kreatif bermusik saya selama menggarap alabum ini, sepenuhnya wewenang saya.

Lebih hina mana, berjualan music di restoran ayam cepat saji di mana semua pegawainya adalah orang seperti kita juga yang bekerja untuk menafkahi keluarga mereka atau download gratisan dari Internet tanpa mau tahu bahwa ada hak yang tidak terbayarkan di situ?

Kalau ada sistem berjualan CD atau musik yang lebih baik dari sistem ini, saya pasti mau. Masalahnya, itu belum ada.

Demikianlah cara saya menjelaskan, semoga semua bisa memahami dengan baik. Ingat, tidak ada pihak yang saya coba sudutkan dalam tulisan ini. Alasan saya menulis ini agar kita semua bisa belajar, saling menyumbang buah pikiran, supaya kita sebagai individu kelak makin berkembang, dan industri musik Indonesia semakin maju.

Salam!

Pongki Barata

Editor: @edofumikooo

Crystal Opera Tebarkan Semangat Mencintai Indonesia Lewat Tanah Airku

Kamarmusik.net, JAKARTA – Banyak cara yang bisa dilakukan musisi dalam mengapresiasi hari kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satunya telah dibuktikan oleh Crystal Opera. Rapper yang pernah berduet dengan Young Lex di lagu “Kunci” ini merecycle lagu “Tanah Airku” ciptaan Ibu Soed ke dalam balutan musik hip hop.

Crystal Opera yang telah wara-wiri selama 10 tahun lebih ini ingin membangkitkan semangat nasionalisme ke semua penikmat musiknya. “Tanah Airku” dipilih menjadi singel jagoan Crystal Opera dalam album keduanya, 175 KM. Sebelum itu, Emil lebih dahulu terjun ke industri musik melalui album pertama 100% yang keluar pada tahun 2005.

Dalam album “175 Km” berisi 19 lagu yang semuanya asik dan sayang jika tidak didengarkan. Dalam proses pembuatan album ini, Crystal Opera dibantu oleh musisi macam Doniel “Neo”, Igor “Saykoji”, Wizzow “Batik Tribe”.

Mengapa Crystal Opera Pilih Syuting Video Tanah Airku di Luar Indonesia?

Crystal Opera Tebarkan Semangat Mencintai Indonesia Lewat Tanah AirkuUniknya, pemilik nama lengkap Muhammad Emil ini memilih Singapore sebagai lokasi syuting video musik “Tanah Airku”. Muncul pertanyaan yang menggelitik. Kenapa sih syutingnya bukan di Indonesia?

“Awalnya market album ini ditujukan untuk WNI yang tinggal di luar negeri. Saya terinspirasi oleh cerita beberapa teman yang sekolah, kuliah, dan bekerja di luar negeri. Mereka sangat merindukan tanah airnya. Tapi apa daya, karena aktivitasnya mereka susah untuk bisa pulang ke negaranya,” lontar Crystal Opera ke Kamar Musik.

Cowok yang ultah saban tanggal 31 Oktober ini bilang, ia gak asal comot lirik untuk versi rapnya lho.

“Dari semua lagu di album, track ini yang tersulit. Saya nggak bisa sembarangan memilih penambahan kata-kata, karena ini lagu nasional. Alhamdulillah, lagunya banyak yang suka. Di Malaysia dan Singapore, ‘Tanah Airku’ menjadi favorit. Bahkan di i-Tunes, lagu ini nongkrong di jajaran teratas best seller,” papar cowok yang hobi main basket ini.

Meski albumnya laris manis di negara orang, Emil merindukan musiknya juga bisa mendapat tempat di negeri ini.

“Dari situ, saya tergerak kenapa album ini harus rilis juga di Indonesia. Momennya pun pas dengan suasana perayaan hari kemerdekaan,” sambung cowok yang memproduseri langsung album 175 KM ini.

(@edofumikooo)

Tika Ramlan Kerja Bareng Pongki Barata Untuk Album Solo

Kamarmusik.net, JAKARTA – Tika Ramlan yang pernah meraih sukses bersama Tiwi dengan duonya, T2, kini sedang merintis karir solonya. Single baru wanita kelahiran Bandung 5 April 1986 yang dinyanyikan dengan duet bersama Lee Jong Hoon, berjudul “Tuk Buatku Kembali”, udah mulai jadi hits di beberapa radio seluruh Indonesia.

Rupanya konsep kolaborasi dengan musisi lain ini tidak berhenti sampai disitu saja. Pemilik nama lengkap Kartika Yudia Ramlan ini kembali terlihat menggandeng Pongki Barata, mantan vokalis Jikustik, yang sekarang menjadi bassist sekaligus vokalis The Dance Company, untuk bekerjasama dalam sebuah proyek musik.

Menurut rencana, lagu hasil kerjasama mereka ini nanti akan ada di album solo Tika Ramlan yang akan dirilis dalam waktu dekat. Seperti apa hasil kerja bareng mereka kali ini?

Terlihat di foto, istri Tri Aji Raharso ini sedang berada di Studio RR milik Pongki Barata, dalam sebuah sesi rekaman.

(@edofumikooo)

Review Joe Box Diamond Back Distortion Pedal Oleh Jikun /rif

Kamarmusik.net, JAKARTA – Beberapa waktu lalu, Jikun /rif membuat review tentang pedal distortion Joe Box buatan Wahyu,  anak negeri dari Yogyakarta. Bagaimana hasilnya? Simak runutan tweet Jikun /rif yang sudah Kamar Musik rangkum dalam artikel berikut ini:

1. Selamat sore teman gitaris, saya akan meriview pedal stomb box buatan anak bangsa @joebox_evl type distortion ‘diamond back’ #joeBoxDist

2. Pedal ini sangat mungkin untuk dijadikan sound distorsi untuk pemakaian di semua type ampli, terutama untuk Channel Clean. #joeBoxDist

3. Barusan saya latihan bersama @__rif di salah satu studio di jakarta dan hanya tersedia ampli guitar Rolland Jazz Chorus. #joeBoxDist

4. Seperti kita ketahui Rolland JazzChorus memiliki sound Clean di channel clean paling bersih tak ada drive atau distorsi#joeBoxDist

5. Saya setting vol.jam 8, treb.jam 1/2 10, mid.jam 1/210 dan bass jam 2 #joeBoxDist

6. Untuk pedal saya setting: gain full, volume jam 2, presence jam 2, tone jam 12,dan Booster vol jam7 #joeBoxDist http://t.co/7Z1pxGlr5Z

7. Channel 1 di pedal nya sendiri menghasilkan sound yang heavy dist. Low mid tone ga terlalu basah oleh efek jelas not per not #joeBoxDist

8.Untuk pola maen powerChord, downStroke, PalmMute..pedal ini sangat cocok..setiap not jelas terdengar tidak ketutup oleh frek dist. #joeBoxDist

9.Untuk pola maen clean/crunch cukup kurangi volume di gitar setiap not akan tetap terdengar-tetap nendang meski masih di ch.dist #joeBoxDist

10. Channel 2 Booster Lead..ini yang dahsyat! Setiap detail solo kamu jelas terbaca, lebih galak, ga ketutup dan lebih menjerit! #joeBoxDist

11. Kesimpulan ga rugi punya pedal ini..sangat mudah utk dipakai di berbagi venue dan Ampli gitar yg berbeda,aman &tetap ekspresif! #joeBoxDist

edofumikooo

Shopping List Merilis Mini Album Bertema Kegelisahan Sosial

Kamarmusik.net, JAKARTA – Tanggal 8 Mei 2012 lalu di Hugos Cafe Yogyakarta, grup band Shopping List merilis album EP pertamanya. Di acara launching itu juga dihadiri beberapa penampil seperti Narnia, Veronica, 9TIGA, Encore feat. Dear Vienda, dan The Koplak.

“Ini album EP kami yang bertema kegelisahan sosial. Kami meramu musik, lirik, dan pengalaman pribadi. Harapannya, album ini memberi referensi dalam khasanah musik, khususnya di Yogyakarta”.

Shooping List didirikan oleh Dwe Rachmanto (frontman/vokalis HAVEANICEDAY/HND) dan Bangkit Sanjaya (frontman/gitaris NOTEND band) pada tahun 2011. Awalnya kami adalah duo yang memainkan accoustic version. Merasa ingin mengeksplorasi musik, bergabunglah Prihatmoko Mokky (Frontman/drummer AIRPORTRADIO) bersama Damar Ajiyasa (bassis NOTEND band).

Nama  Shopping List

Berhubungan dengan kegemaran yang kadang nggak bisa terkontrol, menjamurnya teknologi distribusi membuat kita lebih rajin mengunduh atau berbelanja juga.Budaya belanja emang mengasyikkan bagi sebagian orang, menemukan hal baru yang bisa berbagi dengan orang lan.

Shopping List menawarkan sesuatu yang berbeda dalam soal musik dan lirik, tentunya juga berada dalam jangkauan belanja kaum pengunduh. Dalam album ini Shopping List memuat 4 rangkaian lagu

Musim Belanja”

Bercerita tentang anak muda yang memiliki segalanya untuk mendapatkan keinginannya, bagimana juga tempat-tempat penjualan yang sekarang begitu manis tersusun di tiap kota dan desa, dan ini hanya bisa juga dirasakan keuntungannya oleh kalangan ber’uang berlimpah, bagaimana pasar-pasar tradisional tidak bisa mengimbangi keinginan penguasa.

Musik Musim Belanja sangat ringan sekali sentuhan melodi yang memang di set familiar di kuping orang awam tidak njlimet.

“Radio”

Setelah memikirkan globalisasi yang menekan kaum bawah, lagu ini memang menenangkan, lirik kerinduan atas pasangan lewat memori mendengarkan radio. Bagi orang awam, radio emang media yang sangat dekat, di pasar-pasar tradisional di mana dia memberi informasi, memberi hiburan, dan teman penantian yang paling setia.

Musik “Radio” sangat dalam, petikan guitar dan ketukan drum yang indah dan tenang sepanjang lagu, dan meledak di akhir lagu, tidak lupa sisipan banyak delay di lagu ini.

“Amnesia”

Lagu ini bercerita tentang kelupaan, secara spesifik lupa akan pasar, atau lupa diri sendiri, keadaan siapapun karena lupa dia tidak perduli dengan kehidupannya. Dalam beberapa kasus lupa ini juga dimanfaatkan untuk unsur jelek maupun untuk kebaikan.

Amnesia di monotonkan oleh suara drum yang dari awal lagu sampai akhir tetap sama ketukannya, suara bass juga monoton, dan suara guitar delay sepanjang lagu, kita di bawa menerawang jauh karena suara guitar berseliweran di belakang, samping, dan depan secara acak.

“Sita, Ayah, Rumah”

Berhubung budaya pasar dan belanja sudah masuk ke dalam wilayah anak muda, tanpa mereka tau dari mana mereka mendapatkan uang untuk membelinya. Atau karena kesibukan ayahnya, jadi budaya tersebut berjalan dengan alami. Anak tidak mendapatkan lebih perhatian dari orang tuanya.

Anak yang jarang dirumah, orang tua yang jarang di rumah juga, kemudian ayah sama sekali tidak mengenal anaknya di mana, lagi apa dan sebagainya.

Editor: edofumikooo